Ini Latar Belakang Bomber Puji Kuswati Menurut Tetangga di Magetan
LINTAS PUBLIK -MAGETAN, Puji Kuswati, bomber Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro, Surabaya, hanya diketahui menumpang lahir di Banyuwangi. Wanita ini justru dibesarkan oleh sang paman di Magetan.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa Krajan, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Mujiono. Dijelaskan Mujiono, Puji memang bukan kelahiran Desa Krajan namun diasuh dan dibesarkan pamannya yang bernama Rijan di Desa Krajan sejak usia 18 bulan.
"Jadi Puji Kuswati ini diasuh Mbah Rijan (pamannya) sejak umur 18 bulan. Usia saya selisih tiga tahun lebih tua dengannya (almarhum Puji Kuswati). Jadi saya masih paham wajah dan gayanya. Kalau disapa hanya senyum malu-malu," ungkapnya, Kamis (17/5/2018).
BACA JUGA Anak Terduga Teroris Ini Memanggil-manggil Nama Ayahnya
Mujiono mewakili Rijan untuk diwawancara karena ayah angkat Puji itu sudah berusia 80 tahun dan sering sakit-sakitan.
Terkait latar belakang pendidikannya, Mujiono mengaku Puji tergolong sebagai anak dengan kemampuan akademis di atas rata-rata, mulai dari bersekolah di SDN Krajan 1, kemudian melanjutkan di SMPN 4 Magetan dan SMA 2 Magetan.
Setelah lulus dari SMAN 2 Magetan, Puji pun melanjutkan pendidikannya ke Akademi Perawat (Akper) RSI Surabaya, bahkan sempat mengenyam pendidikan Strata 2 (S2) di Australia.
Ini berbeda dengan latar belakang pendidikan suaminya yang di-drop out dari Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga karena hanya menempuh 47 SKS dengan IPK 1,47. "Puji Kuswati kabarnya pernah menjadi PNS di Kementerian Keuangan," imbuh Puji.
Namun begitu menikah dengan Dita Oepriarto, keluarga melihat perbedaan yang mencolok pada diri Puji. Bahkan sejak awal keluarga Puji di Banyuwangi sudah menentang pernikahan antara Puji dan pria asal Surabaya itu.
"Setahu saya pernikahan dengan Dita ditentang dengan keluarga Banyuwangi karena beda keyakinan agama. Jadi ibarat mulai remaja sekolah pinter jadi pegawai, terus nikah dibiarkan keluarga," tuturnya.
Hal ini juga diamini perwakilan keluarga Puji di Banyuwangi, Rusiono. Sejak Puji menikah dengan Dita, keluarga mengaku jarang berkomunikasi dengan pelaku.
"Terlihat agak aneh, terutama pemahaman soal keagamaan. Jadi, keluarga Banyuwangi menolak, tapi tetap nekad menikah," kata Rusiono, perwakilan keluarga pelaku kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Sejak menikah itulah, perilaku Puji Kuswati terlihat cenderung tertutup, bahkan jarang bergaul dengan anggota keluarga sendiri.
"Kalau pulang ke Banyuwangi, tidak pernah lama. Dan jarang mau bergaul dengan keluarga, cenderung tertutup," jelasnya.
Puji dan keluarganya juga dikabarkan jarang pulang. Menurut pengakuan keluarga, terakhir kali, Puji pulang bersama keluarganya ke Banyuwangi adalah pada bulan Januari 2018.
Mujiono pun mengaku tak menyangka jika Puji menjadi pelaku bom bunuh diri di GKI Diponegoro beberapa waktu lalu. Namun dugaannya sama dengan yang diutarakan keluarga Puji di Banyuwangi terkait latar belakang wanita ini melakukan aksi teror tersebut.
"Saya pribadi dan warga di Krajan Parang tidak mengira Puji Kuswati sampai berani melakukan itu. Kemungkinan pengaruh dari suaminya," pungkasnya.
Sumber : detik
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa Krajan, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Mujiono. Dijelaskan Mujiono, Puji memang bukan kelahiran Desa Krajan namun diasuh dan dibesarkan pamannya yang bernama Rijan di Desa Krajan sejak usia 18 bulan.
"Jadi Puji Kuswati ini diasuh Mbah Rijan (pamannya) sejak umur 18 bulan. Usia saya selisih tiga tahun lebih tua dengannya (almarhum Puji Kuswati). Jadi saya masih paham wajah dan gayanya. Kalau disapa hanya senyum malu-malu," ungkapnya, Kamis (17/5/2018).
BACA JUGA Anak Terduga Teroris Ini Memanggil-manggil Nama Ayahnya
Mujiono mewakili Rijan untuk diwawancara karena ayah angkat Puji itu sudah berusia 80 tahun dan sering sakit-sakitan.
Terkait latar belakang pendidikannya, Mujiono mengaku Puji tergolong sebagai anak dengan kemampuan akademis di atas rata-rata, mulai dari bersekolah di SDN Krajan 1, kemudian melanjutkan di SMPN 4 Magetan dan SMA 2 Magetan.
Setelah lulus dari SMAN 2 Magetan, Puji pun melanjutkan pendidikannya ke Akademi Perawat (Akper) RSI Surabaya, bahkan sempat mengenyam pendidikan Strata 2 (S2) di Australia.
Ini berbeda dengan latar belakang pendidikan suaminya yang di-drop out dari Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga karena hanya menempuh 47 SKS dengan IPK 1,47. "Puji Kuswati kabarnya pernah menjadi PNS di Kementerian Keuangan," imbuh Puji.
Namun begitu menikah dengan Dita Oepriarto, keluarga melihat perbedaan yang mencolok pada diri Puji. Bahkan sejak awal keluarga Puji di Banyuwangi sudah menentang pernikahan antara Puji dan pria asal Surabaya itu.
"Setahu saya pernikahan dengan Dita ditentang dengan keluarga Banyuwangi karena beda keyakinan agama. Jadi ibarat mulai remaja sekolah pinter jadi pegawai, terus nikah dibiarkan keluarga," tuturnya.
Hal ini juga diamini perwakilan keluarga Puji di Banyuwangi, Rusiono. Sejak Puji menikah dengan Dita, keluarga mengaku jarang berkomunikasi dengan pelaku.
"Terlihat agak aneh, terutama pemahaman soal keagamaan. Jadi, keluarga Banyuwangi menolak, tapi tetap nekad menikah," kata Rusiono, perwakilan keluarga pelaku kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Sejak menikah itulah, perilaku Puji Kuswati terlihat cenderung tertutup, bahkan jarang bergaul dengan anggota keluarga sendiri.
"Kalau pulang ke Banyuwangi, tidak pernah lama. Dan jarang mau bergaul dengan keluarga, cenderung tertutup," jelasnya.
Puji dan keluarganya juga dikabarkan jarang pulang. Menurut pengakuan keluarga, terakhir kali, Puji pulang bersama keluarganya ke Banyuwangi adalah pada bulan Januari 2018.
Mujiono pun mengaku tak menyangka jika Puji menjadi pelaku bom bunuh diri di GKI Diponegoro beberapa waktu lalu. Namun dugaannya sama dengan yang diutarakan keluarga Puji di Banyuwangi terkait latar belakang wanita ini melakukan aksi teror tersebut.
"Saya pribadi dan warga di Krajan Parang tidak mengira Puji Kuswati sampai berani melakukan itu. Kemungkinan pengaruh dari suaminya," pungkasnya.
Sumber : detik
Tidak ada komentar