Survei Indikator: Efek Jokowi Hanya Didapat PDIP
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Survei Lembaga Indikator Politik Indonesia menunjukkan partai-partai pendukung Joko Widodo atau Jokowi tak menikmati dampak elektoral atas dukungannya itu. Hanya PDI Perjuangan yang mendapat dampak elektoral atas dukungan kepada Jokowi.
Survei bertema Dinamika Elektoral Jelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu dilakukan pada 25-31 Maret lalu.
Adapun partai pendukung Jokowi yakni PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura, Perindo, PKB, PKPI, dan PSI. "Di antara partai-partai yang akan bersaing dalam pemilu 2019 mendatang, dukungan terhadap PDIP tampak cukup menonjol," kata Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei lembaganya di Jakarta, Kamis, (3 /5/2018).
Menurut Burhanuddin, hanya PDIP yang menikmati dampak elektoral dari Jokowi. Alasannya, warga selama ini melihat Jokowi identik dengan partai Banteng tersebut.
Bahkan, Partai Golkar yang lebih awal mendeklarasikan Jokowi sebagai calon presiden hanya bisa bercokol di urutan ketiga dengan persentase 8 persen. Sedangkan, nomor urut dua ditempati Gerindra yang mempunyai sosok ketua umumnya Prabowo Subianto yang dideklarasikan menjadi capres, untuk melawan Jokowi. Tingkat keterpilihan Gerindra mencapai 11,4 persen.
Sedangkan, partai lainnya seperti Nasdem berada di urutan sembilan dengan persentase 2,7 persen. Padahal Nasdem juga telah mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi. Bahkan, partai besutan Surya Paloh itu sampai membuat jargon Jokowi Presidenku, Nasdem Partaiku. "Dukungan itu tidak berdampak."
Selain itu, partai lainnya dalam survei ini seperti Demokrat 6,6 persen, PKB 5,8 persen, Perindo 4,6 persen, PKS 4 persen, PPP 3,5 persen, dan PAN 1,9 persen. Partai lain hanya dipilih oleh kurang dari 1 persen, dan sekitar 21,6 persen masih belum memilih partai.
Menurut dia, PDIP rebound dibandingkan pada enam bulan lalu. Pada September 2017, keterpilihan PDIP baru 24,2 persen. Sedangkan, Gerindra trennya terus menguat meski landai. Pada September tahun lalu keterpilihan Gerindra 10,3 persen.
Kecendrungan menurun justru terjadi pada Golkar. Enam bulan lalu partai beringin masih 12 persen dan menurun menjadi 8 persen pada Maret lalu. Bahkan, pada Agustus 2016 tingkat keterpilihan Golkar masih 14,1 persen.
"Demokrat juga melemah, PPP trennya sedikit menurun, PKS meski landai tapi trennya juga positif, Perindo menguat dan partai lain fluktuasinya lebih rendah."
Dari hasil survei tersebut terlihat masyarakat menganggap di antara partai-partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, PDIP dinilai paling loyal mendukung kebijakan-kebijakan pemerintahan.
Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo menyadari bahwa efek elektoral belum dirasakan meski telah menjadi partai pertama yang mendeklarasikan Jokowi menjadi calon presiden. Soalnya, sekarang masyarakat lebih memilih tokoh dibandingkan partai.
Padahal, kata dia, Golkar telah menghidupkan mesin partai di seluruh wilayah. "Kader kami di setiap wilayah ada. Tapi memang sekarang tokoh."
Selain itu, Bambang menyadari saat ini banyak partai yang berebut menjadi calon wakil presiden untuk Jokowi. Menurut Bambang, langkah itu dilakukan sebagai strategi untuk mendongkrak suara partai mereka.
Golkar, kata dia, juga berharap Jokowi mengambil pendampingnya dari partai beringin. "Namun, semua akan kami kembalikan lagi ke Jokowi. Beliau yang lebih tahu siapa yang bisa membantunya lima tahun ke depan."
Bambang melihat selama enam bulan terakhir memang partai yang mendukung Jokowi tidak mendapatkan efek elektoralnya. Dampak elektoral justru didapat PDI Perjuangan yang terlihat belum banyak bergerak untuk Jokowi.
Selain itu, dampak elektoral juga didapatkan Gerindra karena mendeklarasikan ketua umumnya menjadi capres. Kedua partai tersebut mendapatkan efek elektoral di masyarakat karena mempunyai tokoh yang dijadikan capres.
"Tapi, kami tidak khawatir (kecenderungan pemilih Golkar menurun). Yang penting Golkar akan bermain di tikungan terakhir."
Politikus PDIP Maruarar Sirait mengatakan wajar jika partainya yang paling banyak mendapatkan efek dari Jokowi. Soalnya, PDIP telah mendukung Jokowi sejak menjadi Wali Kota Solo. "Jadi lihat prosesnya," ujarnya. "Jokowi memang identik dengan PDIP."
Menurut dia, jika partai lain ingin mendapat dampak elektoral mesti dari sekarang memoles kadernya untuk menjadi capres. Maruarar menyarankan agar Golkar menyiapkan kadernya dari sekarang untuk menjadi capres. "Jangan dipersiapkan tiba-tiba. Sekarang berproses," ucapnya.
Sumber : tempo
Survei bertema Dinamika Elektoral Jelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu dilakukan pada 25-31 Maret lalu.
Adapun partai pendukung Jokowi yakni PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura, Perindo, PKB, PKPI, dan PSI. "Di antara partai-partai yang akan bersaing dalam pemilu 2019 mendatang, dukungan terhadap PDIP tampak cukup menonjol," kata Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei lembaganya di Jakarta, Kamis, (3 /5/2018).
Menurut Burhanuddin, hanya PDIP yang menikmati dampak elektoral dari Jokowi. Alasannya, warga selama ini melihat Jokowi identik dengan partai Banteng tersebut.
Bahkan, Partai Golkar yang lebih awal mendeklarasikan Jokowi sebagai calon presiden hanya bisa bercokol di urutan ketiga dengan persentase 8 persen. Sedangkan, nomor urut dua ditempati Gerindra yang mempunyai sosok ketua umumnya Prabowo Subianto yang dideklarasikan menjadi capres, untuk melawan Jokowi. Tingkat keterpilihan Gerindra mencapai 11,4 persen.
Sedangkan, partai lainnya seperti Nasdem berada di urutan sembilan dengan persentase 2,7 persen. Padahal Nasdem juga telah mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi. Bahkan, partai besutan Surya Paloh itu sampai membuat jargon Jokowi Presidenku, Nasdem Partaiku. "Dukungan itu tidak berdampak."
Selain itu, partai lainnya dalam survei ini seperti Demokrat 6,6 persen, PKB 5,8 persen, Perindo 4,6 persen, PKS 4 persen, PPP 3,5 persen, dan PAN 1,9 persen. Partai lain hanya dipilih oleh kurang dari 1 persen, dan sekitar 21,6 persen masih belum memilih partai.
Menurut dia, PDIP rebound dibandingkan pada enam bulan lalu. Pada September 2017, keterpilihan PDIP baru 24,2 persen. Sedangkan, Gerindra trennya terus menguat meski landai. Pada September tahun lalu keterpilihan Gerindra 10,3 persen.
Kecendrungan menurun justru terjadi pada Golkar. Enam bulan lalu partai beringin masih 12 persen dan menurun menjadi 8 persen pada Maret lalu. Bahkan, pada Agustus 2016 tingkat keterpilihan Golkar masih 14,1 persen.
"Demokrat juga melemah, PPP trennya sedikit menurun, PKS meski landai tapi trennya juga positif, Perindo menguat dan partai lain fluktuasinya lebih rendah."
Dari hasil survei tersebut terlihat masyarakat menganggap di antara partai-partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, PDIP dinilai paling loyal mendukung kebijakan-kebijakan pemerintahan.
Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo menyadari bahwa efek elektoral belum dirasakan meski telah menjadi partai pertama yang mendeklarasikan Jokowi menjadi calon presiden. Soalnya, sekarang masyarakat lebih memilih tokoh dibandingkan partai.
Padahal, kata dia, Golkar telah menghidupkan mesin partai di seluruh wilayah. "Kader kami di setiap wilayah ada. Tapi memang sekarang tokoh."
Selain itu, Bambang menyadari saat ini banyak partai yang berebut menjadi calon wakil presiden untuk Jokowi. Menurut Bambang, langkah itu dilakukan sebagai strategi untuk mendongkrak suara partai mereka.
Golkar, kata dia, juga berharap Jokowi mengambil pendampingnya dari partai beringin. "Namun, semua akan kami kembalikan lagi ke Jokowi. Beliau yang lebih tahu siapa yang bisa membantunya lima tahun ke depan."
Bambang melihat selama enam bulan terakhir memang partai yang mendukung Jokowi tidak mendapatkan efek elektoralnya. Dampak elektoral justru didapat PDI Perjuangan yang terlihat belum banyak bergerak untuk Jokowi.
Selain itu, dampak elektoral juga didapatkan Gerindra karena mendeklarasikan ketua umumnya menjadi capres. Kedua partai tersebut mendapatkan efek elektoral di masyarakat karena mempunyai tokoh yang dijadikan capres.
"Tapi, kami tidak khawatir (kecenderungan pemilih Golkar menurun). Yang penting Golkar akan bermain di tikungan terakhir."
Politikus PDIP Maruarar Sirait mengatakan wajar jika partainya yang paling banyak mendapatkan efek dari Jokowi. Soalnya, PDIP telah mendukung Jokowi sejak menjadi Wali Kota Solo. "Jadi lihat prosesnya," ujarnya. "Jokowi memang identik dengan PDIP."
Menurut dia, jika partai lain ingin mendapat dampak elektoral mesti dari sekarang memoles kadernya untuk menjadi capres. Maruarar menyarankan agar Golkar menyiapkan kadernya dari sekarang untuk menjadi capres. "Jangan dipersiapkan tiba-tiba. Sekarang berproses," ucapnya.
Sumber : tempo
Tidak ada komentar