Header Ads

Seniman Batak Martahan Sitohang : Aku akan Pulang dan Berbuat Sesuatu untuk Kampung Halamanku!

LINTAS PUBLIK - MEDAN, Di antara deru dan laju waktu yang begitu cepat di Jakarta, ia hadir untuk memberi makna yang berbeda. Makna yang lahir dari ruang-ruang seni dan budaya. Tidak sekadar menyuguhkan kenangan kepada saudara-saudaranya yang di perantauan itu, melalui itu ia juga mengajak mereka untuk bergerak bersama membangun kampung halaman.

Begitulah cara Martahan Sitohang memasuki Kota Jakarta sejak beberapa tahun lalu. Berbekal dari keterampilannya bermain musik tradisi Batak Toba, yang diwarisi dari keluarganya, Martahan memasuki kantung-kantung masyarakat Batak di kota terpadat penduduknya di Indonesia itu.

BACA JUGA  Tugu SITOHANG Seperti Tugu MONAS, Lihat Foto-fotonya ....

Dari Kiri : Martahan Sitohang dengan Bimbim Slank, Martahan Sitohang denganIwan Fals
dan Martahan Sitohang Judika Sitohang.
Dari gereja ke gereja ia tawarkan diri melatih jemaatnya bermain musik tradisi Batak Toba. Sasarannya para muda-mudi. Tujuannya sangat mendasar, supaya mereka tidak lupa akar budayanya.

Begitulah sepenggal kisah yang diceritakan lelaki kelahiran Harian Boho, Kabupaten Samosir, 10 Maret 1984, Sabtu (9/8/2018).

Terlahir dari keluarga seniman, Martahan mewarisi bakat seni dan budaya yang mumpuni. Kesederhanaan dan pribadinya yang supel memudahkan ia masuk ke berbagai lapisan masyarakat. Baik komunitas profesional (sesama musisi) lingkungan gereja maupun masyarakat awam.

Tercatat ia pernah terlibat satu panggung dengan grup Slank, peristiwa seni yang mungkin bagi sebagian seniman tradisi Batak Toba tidak pernah terbayangkan. Ia juga berkolaborasi dengan musikus legendaris Iwan Fals. Di genre yang sama, Martahan satu tim dengan Vicky Sianipar.

Karya Martahan Sitohang tercatat dalam rekor MURI sekaligus Guieness World Record September 2014
Karyanya tercatat dalam rekor MURI sekaligus Guieness World Record. Salah satunya pagelaran taganing pada Pesta Bolon Tahun Remaja dan Pemuda HKBP 3 wilayah pada September 2014 yang berlangsung di Istora Senayan.

Jam panggungnya cukup banyak. Di dalam maupun luar negeri. Di luar negeri suami Naomi Lumbangaol yang juga berlatar belakang seni ini, pernah manggung di Australia, Jepang, China, Thailand, Yordania, Rusia, Rumania, Belanda, Belgia, Jerman, Kanada, Bulgaria.

Uniknya, dengan semua pengalaman itu, Martahan mengaku tidak bisa hidup tenang. Makin banyak tempat yang dikunjunginya, kampung halaman semakin terbayang. Pembicaraan-pembicaraan tentang Danau Toba yang gencar disiarkan di media massa beberapa tahun ini, membuatnya makin gelisah untuk kembali ke "Bona Pasogit".

"Aku akan pulang dan berbuat sesuatu untuk kampung halamanku. Beberapa kegiatan memang sudah kulakukan, tapi saat ini harus benar-benar total," katanya.

Untuk langkah awal, Agustus mendatang Martahan berencana menggelar even seni dan budaya berbasis ekologis di Harian Boho.Sembari itu, ia juga sedang melakukan riset untuk mendokumentasikan sejumlah reportoar kuno Gondang Batak Toba yang sifatnya spiritual, dalam format audio visual. Hasil dokumentasi itu nantinya ia berikan kepada lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia.

"Jumlah reportoar itu puluhan. Tidak banyak musisi tradisi Batak Toba yang tahu. Karena memang tidak diperdengarkan secara umum. Reportoar-reportoar itu mengandung narasi spiritual. Dimainkan hanya dalam ritus tertentu. Misalnya pada upacara mandudu (ritus doa-red)," ujar alumnus etnomusikologi USU ini.

"Kalau tidak ada yang mendokumentasikannya akan hilang. Ini bebanku sebagai pemusik Batak Toba," tutup Martahan.

Sumber   :  MB 


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.