Ada Kode Rumit Dilakukan Bupati Labuhanbatu Untuk Terima Suap
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus baru saat mengungkap kasus korupsi yang menyeret Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap. Modus tersebut salah satunya berupa kode yang rumit.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, kode rumit tersebut berupa kombinasi angka dan huruf. Saat diketahui oleh tim KPK, ternyata kode itu berisi daftar proyek dan perusahaan yang akan menggarap proyek itu.
BACA JUGA Kabur Saat OTT, Sekdinkes Simalungun Akhirnya Ditangkap, Ini Nama Korbannya
BACA JUGA OTT di Dinkes Simalungun, Lukman Damanik dan Flora Sandora Purba Ditetapkan Tersangka
“Kode ini merupakan kombinasi angka dan huruf yang jika dilihat secara kasat mata tidak akan terbaca sebagai sebuah daftar ‘jatah dan fee proyek’ di Labuhanbatu,” ucapnya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/7/2018) malam.
Dalam kode itu, nama proyek ditulis seperti biasa, namun untuk penerima proyek memakai angka untuk menggantikan huruf. Selain itu, modus lainnya ialah penerima dan pemberi suap tidak ada di lokasi ketika penyerahan uang dilakukan alias melalui perantara. Tak hanya itu, uang suap tersebut dititipkan oleh sejumlah uang, sehingga kasus ini cukup melibatkan orang banyak.
Sekedar informasi, operasi tangkap tangan (OTT) ini terungkap saat tim KPK mendapat informasi jika ada penyerahan uang dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra, kepada Pangonal.
Effendy menyuruh seorang pegawai Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumut berinisial H untuk mencairkan cek. Nantinya, uang tersebut akan diambil oleh Umar Ritonga, orang kepercayaan Pangonal.
Umar menghubungi orang kepercayaan Effendy berinisial AT untuk melakukan modus penitipan uang. AT datang ke BPD Sumut tersebut dan menarik uang sebesar Rp 576 juta. Sebanyak Rp 16 juta ia ambil untuk dirinya dan Rp 61 juta ditransfernya ke rekening Effendy.
Sementara itu, sisa uang Rp 500 juta disimpan di dalam tas kresek dan dititipkan ke petugas bank. AT pun meninggalkan bank. Tak lama, Umar datang ke bank dan mengambil uang yang dititipkan itu.
Saat uang sudag di tangan Umar, KPK berupaya melakukan penangkapan. Namun, Umar tidak kooperatif. Umar melakukan perlawanan sampai ingin menabrak petugas KPK dengan mobil. Ia pun berhasil melarikan diri.
Akhirnya, KPK memutuskan untuk mengamankan pihak lain dalam kasus ini, yaitu Pangonal dan Effendy. Pangonal diamankan di Bandara Soekarno-Hatta, sementara Effendy diamankan di kediamannya di Labuhanbatu.
Saat ini, Pangonal, Umar dan Effendy berstatus sebagai tersangka. Pangonal dan Umar diduga menerima suap dari Effendy terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu.
Dalam kasus ini, Saut meminta kepada Umar untuk segera menyerahkan diri. Tak hanya itu, ia pun meminta kepada seluruh pihak yang melihat keberadaan Umar agar dapat menginformasikan ke pihak KPK.
Sumber : poskota
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, kode rumit tersebut berupa kombinasi angka dan huruf. Saat diketahui oleh tim KPK, ternyata kode itu berisi daftar proyek dan perusahaan yang akan menggarap proyek itu.
BACA JUGA Kabur Saat OTT, Sekdinkes Simalungun Akhirnya Ditangkap, Ini Nama Korbannya
BACA JUGA OTT di Dinkes Simalungun, Lukman Damanik dan Flora Sandora Purba Ditetapkan Tersangka
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Febri Diansyah |
Dalam kode itu, nama proyek ditulis seperti biasa, namun untuk penerima proyek memakai angka untuk menggantikan huruf. Selain itu, modus lainnya ialah penerima dan pemberi suap tidak ada di lokasi ketika penyerahan uang dilakukan alias melalui perantara. Tak hanya itu, uang suap tersebut dititipkan oleh sejumlah uang, sehingga kasus ini cukup melibatkan orang banyak.
Sekedar informasi, operasi tangkap tangan (OTT) ini terungkap saat tim KPK mendapat informasi jika ada penyerahan uang dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra, kepada Pangonal.
Effendy menyuruh seorang pegawai Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumut berinisial H untuk mencairkan cek. Nantinya, uang tersebut akan diambil oleh Umar Ritonga, orang kepercayaan Pangonal.
Umar menghubungi orang kepercayaan Effendy berinisial AT untuk melakukan modus penitipan uang. AT datang ke BPD Sumut tersebut dan menarik uang sebesar Rp 576 juta. Sebanyak Rp 16 juta ia ambil untuk dirinya dan Rp 61 juta ditransfernya ke rekening Effendy.
Sementara itu, sisa uang Rp 500 juta disimpan di dalam tas kresek dan dititipkan ke petugas bank. AT pun meninggalkan bank. Tak lama, Umar datang ke bank dan mengambil uang yang dititipkan itu.
Saat uang sudag di tangan Umar, KPK berupaya melakukan penangkapan. Namun, Umar tidak kooperatif. Umar melakukan perlawanan sampai ingin menabrak petugas KPK dengan mobil. Ia pun berhasil melarikan diri.
Akhirnya, KPK memutuskan untuk mengamankan pihak lain dalam kasus ini, yaitu Pangonal dan Effendy. Pangonal diamankan di Bandara Soekarno-Hatta, sementara Effendy diamankan di kediamannya di Labuhanbatu.
Saat ini, Pangonal, Umar dan Effendy berstatus sebagai tersangka. Pangonal dan Umar diduga menerima suap dari Effendy terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu.
Dalam kasus ini, Saut meminta kepada Umar untuk segera menyerahkan diri. Tak hanya itu, ia pun meminta kepada seluruh pihak yang melihat keberadaan Umar agar dapat menginformasikan ke pihak KPK.
Sumber : poskota
Tidak ada komentar