Perjuangan Penarik Becak Ini Menguliahkan Tiga Anaknya
LINTAS PUBLIK, Hadirnya transportasi online di Kota Medan membuat penarik becak motor (bentor) menjadi ‘korban’. Imbasnya penghasilan berkurang. Namun, tidak demikian dengan Friendly Siringo-ringo.
Diusia menginjak 53 tahun, pria suku Batak Toba ini, tetap semangat menarik becak motornya. Apalagi tuntutan untuk biaya kuliah tiga anaknya.
“Sebelum transportasi online hadir di Medan, saya bisa dapat Rp 130 ribu/hari. Tapi sekarang, saya hanya dapat Rp 80 ribu/hari,”kata Friendly.
Namun, Friendly, tetap bersyukur karena penghasilannya bertambah dari antar-jemput anak sekolah.
“Kalau hanya dari penumpang biasa, penghasilan tak cukup. Lumayan ada rejeki dari antar jemput anak sekolah,”kata pria yang sering mangkal di pajak tradisional Simpang Selayang Medan ini.
SEJAK TAHUN 2009
Sejak tahun 2009, dia sudah melakoni pekerjaan sebagai penarik becak motor. Tuntutan hidup, membuat pria kelahiran Lubukpakam, Kabupaten Deliserdang, Sumut, ini mencari nafkah ke Medan.
Namun, sebelum menarik becak motor, Friendly sempat karyawan perusahaan kayu di Pekanbaru. Itu pun dijalaninya hanya dua tahun, karena di PHK perusahaan.
Dibenak suami Romin br Silalahi ini, tetap yakin bahwa dia sanggup menyekolahkan ketiga anaknya. Tekadnya itu terwujud. Walau hanya mengandalkan penghasilan dari menarik becak motor, namun ketiga anaknya dapat kuliah.
“Anak saya kuliah di Universitas Darma Agung, Universitas Panca Budi dan Universitas Negeri Medan,”ucapnya bangga. Sebab bagi Friendly Siringo-ringo dan orang bagi orang Batak lainnya, “Anakkon hi do hamoraon di au” atau yang artinya anak adalah harta paling mahal menjadi palsafah hidupnya.
Diakuinya, bahwa hasil dari menarik becak motor tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terkadang kalau kesulitan uang, Friendly terpaksa meminjan uang dari koperasi penarik becak.
Hasil menarik becak Rp 2,4 juta per bulan, sangat minim. Pasalnya, untuk ongkos kuliah anak saja Rp 1.440.000/bulan.
“Itu untuk ongkos anak. Belum lagi keperluan kuliah anak, makan sehari-hari, listrik, air. Sewa becak Rp 25 ribu per hari. Ditambah lagi sewa rumah Rp 4 juta per tahun. Namun, pertolongan Tuhan itu ada,”paparnya.
Pria yan tinggal di Jalan Stela, Kecamatan Medan Tuntungan ini, sangat ingin memiliki becak. Namun, karena faktor keuangan, sehingga Friendly terpaksa menyewa becak orang.
HANYA DAPAT KIS
Saat disinggung, apakah dapat bantuan dari pemerintah. Friendly, mengaku hanya mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sedangkan bantuan sembako, sama sekali tak diterimanya.
“Saya sudah ajukan permohonan ke kantor lurah. Belum juga terealisasi. Kata kepala lingkungan kami tak dapat. Namun, tak tau alasanya apa? Sementara kami penduduk di sini,’kata pria tamatan SMA ini.
Walaupun begitu, Friendly tetap berkeyakinan, bahwa segala pekerjaan pasti diridohi Yang Maha Kuasa.
Friendly, berharap pemerintah segera memberikan solusi atas masalah transportasi online yang semakin menjamur di Medan.
“Kami hanya penarik becak. Pekerjaan lain tidak ada. Pemerintah seharusnya melindungi kami. Apa pemerintah tega melihat kami kelaparan?”tutupnya.
Sumber : poskota
Diusia menginjak 53 tahun, pria suku Batak Toba ini, tetap semangat menarik becak motornya. Apalagi tuntutan untuk biaya kuliah tiga anaknya.
“Sebelum transportasi online hadir di Medan, saya bisa dapat Rp 130 ribu/hari. Tapi sekarang, saya hanya dapat Rp 80 ribu/hari,”kata Friendly.
Friendly Siringo-ringo. |
“Kalau hanya dari penumpang biasa, penghasilan tak cukup. Lumayan ada rejeki dari antar jemput anak sekolah,”kata pria yang sering mangkal di pajak tradisional Simpang Selayang Medan ini.
SEJAK TAHUN 2009
Sejak tahun 2009, dia sudah melakoni pekerjaan sebagai penarik becak motor. Tuntutan hidup, membuat pria kelahiran Lubukpakam, Kabupaten Deliserdang, Sumut, ini mencari nafkah ke Medan.
Namun, sebelum menarik becak motor, Friendly sempat karyawan perusahaan kayu di Pekanbaru. Itu pun dijalaninya hanya dua tahun, karena di PHK perusahaan.
Dibenak suami Romin br Silalahi ini, tetap yakin bahwa dia sanggup menyekolahkan ketiga anaknya. Tekadnya itu terwujud. Walau hanya mengandalkan penghasilan dari menarik becak motor, namun ketiga anaknya dapat kuliah.
“Anak saya kuliah di Universitas Darma Agung, Universitas Panca Budi dan Universitas Negeri Medan,”ucapnya bangga. Sebab bagi Friendly Siringo-ringo dan orang bagi orang Batak lainnya, “Anakkon hi do hamoraon di au” atau yang artinya anak adalah harta paling mahal menjadi palsafah hidupnya.
Diakuinya, bahwa hasil dari menarik becak motor tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terkadang kalau kesulitan uang, Friendly terpaksa meminjan uang dari koperasi penarik becak.
Hasil menarik becak Rp 2,4 juta per bulan, sangat minim. Pasalnya, untuk ongkos kuliah anak saja Rp 1.440.000/bulan.
“Itu untuk ongkos anak. Belum lagi keperluan kuliah anak, makan sehari-hari, listrik, air. Sewa becak Rp 25 ribu per hari. Ditambah lagi sewa rumah Rp 4 juta per tahun. Namun, pertolongan Tuhan itu ada,”paparnya.
Pria yan tinggal di Jalan Stela, Kecamatan Medan Tuntungan ini, sangat ingin memiliki becak. Namun, karena faktor keuangan, sehingga Friendly terpaksa menyewa becak orang.
HANYA DAPAT KIS
Saat disinggung, apakah dapat bantuan dari pemerintah. Friendly, mengaku hanya mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sedangkan bantuan sembako, sama sekali tak diterimanya.
“Saya sudah ajukan permohonan ke kantor lurah. Belum juga terealisasi. Kata kepala lingkungan kami tak dapat. Namun, tak tau alasanya apa? Sementara kami penduduk di sini,’kata pria tamatan SMA ini.
Walaupun begitu, Friendly tetap berkeyakinan, bahwa segala pekerjaan pasti diridohi Yang Maha Kuasa.
Friendly, berharap pemerintah segera memberikan solusi atas masalah transportasi online yang semakin menjamur di Medan.
“Kami hanya penarik becak. Pekerjaan lain tidak ada. Pemerintah seharusnya melindungi kami. Apa pemerintah tega melihat kami kelaparan?”tutupnya.
Sumber : poskota
Tidak ada komentar