3 Kali di Skors, Dugaan Penistaan Etnis Simalungun Kandas di DPRD Siantar
LINTAS PUBLIK-SIANTAR, Sidang paripurna lanjutan penyampaian hasil Panitia Angket DPRD tentang dugaan penistaan etnis Simalungun gagal.
Pasalnya, sidang paripurna yang digelar di ruang rapat Harangguan tersebut , Senin (20/8/2018) tidak kourum.
Bahkan, pimpinan DPRD Siantar sampai 3 kali menskors sidang karena tidak kourumnya anggota DPRD Kota Pematangsiantar. Menurut tatib, 2/3 anggota DPRD dari 30 jumlah anggota DPRD harus hadir. Setidaknya 23 orang anggota DPRD Kota Pematangsiantar harus hadir di sidang paripurna ini.
BACA JUGA Sidang Paripurna Diskors , Kennedy Parapat : Kenapa Harus Takut Menghadiri?
Sejak dibuka pukul 10.00 Wib, pimpinan sidang Marulitua Hutapea didampingi wakil pimpinan sidang Timbul Marganda Lingga harus menskors pada pukul 10.20 Wib karena anggota DPRD Siantar yang hadir pada saat itu 11 orang. Dan dilanjutkan pukul 11.20 Wib.
Kemudian ketika dibuka pukul 11.25 Wib, pimpinan sidang Marulitua Hutapea didampingi wakil pimpinan sidang Mangatas Silalahi kemudian menskors keduanya kalinya karena anggota DPRD Kota Pematangsiantar yang hadir 13 orang. Dan dilanjutkan pukul 12.25 Wib.
Ketika pimpinan sidang mencabut skors ketiga kalinya, sidang paripurna itu juga tidak kourum dan hanya dihadiri 15 anggota DPRD Kota Pematangsiantar.
Sebelum Mangatas Silalahi selaku wakil pimpinan sidang membuka, beberapa anggota DPRD Kota Pematangsiantar menyampaikan pandangan. Terutama dari mantan Panitia Angket DPRD yakni Asrida Sitohang, Oberlin Malau, Hj Frida Damanik dan Denny Siahaan.
Asrida Sitohang dalam pandangannya ngotot agar hasil Panitia Angket dibacakan di sidang Paripurna ini dan tak perlu adanya kourum.
BACA JUGA Anak Siantar Ikut Upacara HUT ke-73 RI di Hongkong, Ini Katanya
Dia juga bilang bila hasil Panitia Angket itu tidak dibacakan, maka kemungkinan etnis Simalungun mengadukan karena Panitia Angket ini telah menghabiskan anggaran yang tidak sedikit.
Mengatas Silalahi menjawab bahwa sidang paripurna ini harus kourum sesuai dengan Tatib. Yang terpenting Panitia Angket telah melaksanakan tugasnya dan telah menyerahkan kepada pimpinan DPRD.
" Saat paripurna IV dibuka, anggota DPRD kourum hingga terbentuk Panitia Angket," jelasnya.
Anggota DPRD lainnya juga meminta agar persoalan ini dikonsultasikan kembali kepada lembaga yang terkait sehingga apa yang dikerjakan DPRD tidak menimbulkan persoalan baru atau tidak terjadi penyimpangan.
Mendengar hal itu, Mangatas Silalahi kemudian memutuskan bahwa sidang tidak bisa dilanjutkan sebagaimana diatur dalam tata tertib DPRD pasal 137 ayat 6.
"Maka hak angket DPRD dinyatakan tidak dapat diulang. Dan rapat ditutup," ujarnya.
Usai rapat, Mangatas Silalahi menegaskan bahwa hasil kerja Panitia Angket DPRD tidak bisa dibacakan di dalam rapat karena rapat tidak bisa dibuka lantaran tidak kourum. Namun, kesimpulan Panitia Angket dapat dipublikasikan ke publik.
"Ini kan bukan rahasia negara, ya bisa dipublikasikan. Mau dibagi ke pers pun bisa. Cumam di dalam rapat tidak bisa dibacakan karena ini sidang paripurna. Bisa di bacakan dan diputuskan kalau sudah kourum,"bebernya.
Diutarakan juga bahwa dalam kasus yang sama yaitu tentang dugaan penistaan etnis Simalungun tidak bisa dibahas atau dilanjutkan lagi.
"Tidak bisa lagi. Tidak bisa lagi hak angket tentang penistaan karena sudah selesai. Ini ditutup," katanya.
Ketika dikonfirmasi terkait adanya rencana etnis Simalungun mengadukan DPRD, Mangatas Silalahi mengaku bahwa hal itu tidak menjadi masalah.
"Kalau saya ditanya ya sewajarnya harus diadukan. Tetapi lembaga nya. Bukan anggota Panitia Angket DPRD. Kenapa? Karena dibaca juga tidak," ucapnya.
Sebelumnya, ketua Presidium Gerakan Sapangambei Manoktok Hitei (PGSMH) Poltak Sinaga berpesan agar DPRD Pematangsiantar tidak bermain-main dengan tuntutan suku Simalungun.
"Konsekuensi dari tindakan DPRD (apabila tidak melanjutkan hasil Panitia Angket karena tidak kourum) akan kita tuntut dan mendapatkan sanksi secara pidana maupun perdata," ucapnya beberapa hari lalu.
Penulis : franki
Editor : tagor
Pasalnya, sidang paripurna yang digelar di ruang rapat Harangguan tersebut , Senin (20/8/2018) tidak kourum.
Bahkan, pimpinan DPRD Siantar sampai 3 kali menskors sidang karena tidak kourumnya anggota DPRD Kota Pematangsiantar. Menurut tatib, 2/3 anggota DPRD dari 30 jumlah anggota DPRD harus hadir. Setidaknya 23 orang anggota DPRD Kota Pematangsiantar harus hadir di sidang paripurna ini.
BACA JUGA Sidang Paripurna Diskors , Kennedy Parapat : Kenapa Harus Takut Menghadiri?
Mangatas Silalahi menjelaskan Tatib DPRD. |
Kemudian ketika dibuka pukul 11.25 Wib, pimpinan sidang Marulitua Hutapea didampingi wakil pimpinan sidang Mangatas Silalahi kemudian menskors keduanya kalinya karena anggota DPRD Kota Pematangsiantar yang hadir 13 orang. Dan dilanjutkan pukul 12.25 Wib.
Ketika pimpinan sidang mencabut skors ketiga kalinya, sidang paripurna itu juga tidak kourum dan hanya dihadiri 15 anggota DPRD Kota Pematangsiantar.
Sebelum Mangatas Silalahi selaku wakil pimpinan sidang membuka, beberapa anggota DPRD Kota Pematangsiantar menyampaikan pandangan. Terutama dari mantan Panitia Angket DPRD yakni Asrida Sitohang, Oberlin Malau, Hj Frida Damanik dan Denny Siahaan.
Asrida Sitohang dalam pandangannya ngotot agar hasil Panitia Angket dibacakan di sidang Paripurna ini dan tak perlu adanya kourum.
BACA JUGA Anak Siantar Ikut Upacara HUT ke-73 RI di Hongkong, Ini Katanya
Suasana Rapat Paripurna kota Pematangsiantar. |
Mengatas Silalahi menjawab bahwa sidang paripurna ini harus kourum sesuai dengan Tatib. Yang terpenting Panitia Angket telah melaksanakan tugasnya dan telah menyerahkan kepada pimpinan DPRD.
" Saat paripurna IV dibuka, anggota DPRD kourum hingga terbentuk Panitia Angket," jelasnya.
Anggota DPRD lainnya juga meminta agar persoalan ini dikonsultasikan kembali kepada lembaga yang terkait sehingga apa yang dikerjakan DPRD tidak menimbulkan persoalan baru atau tidak terjadi penyimpangan.
Mendengar hal itu, Mangatas Silalahi kemudian memutuskan bahwa sidang tidak bisa dilanjutkan sebagaimana diatur dalam tata tertib DPRD pasal 137 ayat 6.
"Maka hak angket DPRD dinyatakan tidak dapat diulang. Dan rapat ditutup," ujarnya.
Usai rapat, Mangatas Silalahi menegaskan bahwa hasil kerja Panitia Angket DPRD tidak bisa dibacakan di dalam rapat karena rapat tidak bisa dibuka lantaran tidak kourum. Namun, kesimpulan Panitia Angket dapat dipublikasikan ke publik.
"Ini kan bukan rahasia negara, ya bisa dipublikasikan. Mau dibagi ke pers pun bisa. Cumam di dalam rapat tidak bisa dibacakan karena ini sidang paripurna. Bisa di bacakan dan diputuskan kalau sudah kourum,"bebernya.
Diutarakan juga bahwa dalam kasus yang sama yaitu tentang dugaan penistaan etnis Simalungun tidak bisa dibahas atau dilanjutkan lagi.
"Tidak bisa lagi. Tidak bisa lagi hak angket tentang penistaan karena sudah selesai. Ini ditutup," katanya.
Ketika dikonfirmasi terkait adanya rencana etnis Simalungun mengadukan DPRD, Mangatas Silalahi mengaku bahwa hal itu tidak menjadi masalah.
"Kalau saya ditanya ya sewajarnya harus diadukan. Tetapi lembaga nya. Bukan anggota Panitia Angket DPRD. Kenapa? Karena dibaca juga tidak," ucapnya.
Sebelumnya, ketua Presidium Gerakan Sapangambei Manoktok Hitei (PGSMH) Poltak Sinaga berpesan agar DPRD Pematangsiantar tidak bermain-main dengan tuntutan suku Simalungun.
"Konsekuensi dari tindakan DPRD (apabila tidak melanjutkan hasil Panitia Angket karena tidak kourum) akan kita tuntut dan mendapatkan sanksi secara pidana maupun perdata," ucapnya beberapa hari lalu.
Penulis : franki
Editor : tagor
Tidak ada komentar