KPK Isyaratkan Jerat Golkar Jika Terbukti Terima Suap PLTU Riau
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan bakal menjerat Partai Golkar dengan pidana korporasi jika terbukti menerima aliran dana terkait kasus dugaan suap PLTU Riau-1.
“Kalau itu bisa kita buktikan (ada dugaan aliran dana), itu bisa (ditetapkan sebagai tersangka korporasi), tapi sampai sekarang belum,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018).
Merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, KPK dapat menjerat organisasi berbadan hukum, termasuk Partai Golkar.
Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, tersangka kasus suap PLTU Riau-1 membenarkan, adanya aliran dana dari proyek tersebut untuk keperluan Munaslub Golkar. Eni sendiri menjabat sebagai bendahara partai berlambang pohon beringin ketika Munaslub berjalan.
Sementara itu, KPK pun mengungkap terus melakukan pengembangan kasus tersebut. Sejumlah alat bukti pun terus dikumpulkan.
“Sampai sekarang belum ada pembuktian itu dipakai atau tidak. Itu masih dalam pengembangan,” imbuh Basaria.
Belum lama ini, KPK pun telah melakukan pengembangan dan menetapkan tersangka baru. Yaitu bekas Sekjen Partai Golkar sekaligus mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Idrus bersama-sama dengan Eni diduga menerimah hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo. Idrus diduga turut menerima 1,5 juta dolar Amerika Serikat dari pembangunan PLTU itu.
Kasus ini bermula saat KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka. Politikus Golkar itu diduga menerima suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.
KPK menyita uang Rp500 juta dalam OTT yang menjerat Eni. Ia pun ditangkap KPK saat bertandang ke rumah Idrus Marham.
Eni diduga menerima Rp4,5 miliar terkait proyek itu dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Eni berperan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Penerimaan uang oleh Eni berlangsung November-Desember 2017.
Dalam kurun waktu tersebut, Setya Novanto masih memegang kendali Partai Golkar. Kursi kepemimpinan Partai Golkar kemudian beralih ke Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto setelah Novanto ditetapkan tersangka dan ditahan terkait kasus KTP-El oleh KPK, sekitar pertengahan Desember 2017. Sementara, Idrus sempat menjabat Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar sebelum masa peralihan.
Sumber : posk
“Kalau itu bisa kita buktikan (ada dugaan aliran dana), itu bisa (ditetapkan sebagai tersangka korporasi), tapi sampai sekarang belum,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018).
Munaslub Parta Golkar. |
Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, tersangka kasus suap PLTU Riau-1 membenarkan, adanya aliran dana dari proyek tersebut untuk keperluan Munaslub Golkar. Eni sendiri menjabat sebagai bendahara partai berlambang pohon beringin ketika Munaslub berjalan.
Sementara itu, KPK pun mengungkap terus melakukan pengembangan kasus tersebut. Sejumlah alat bukti pun terus dikumpulkan.
“Sampai sekarang belum ada pembuktian itu dipakai atau tidak. Itu masih dalam pengembangan,” imbuh Basaria.
Belum lama ini, KPK pun telah melakukan pengembangan dan menetapkan tersangka baru. Yaitu bekas Sekjen Partai Golkar sekaligus mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Idrus bersama-sama dengan Eni diduga menerimah hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo. Idrus diduga turut menerima 1,5 juta dolar Amerika Serikat dari pembangunan PLTU itu.
Kasus ini bermula saat KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka. Politikus Golkar itu diduga menerima suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.
KPK menyita uang Rp500 juta dalam OTT yang menjerat Eni. Ia pun ditangkap KPK saat bertandang ke rumah Idrus Marham.
Eni diduga menerima Rp4,5 miliar terkait proyek itu dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Eni berperan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Penerimaan uang oleh Eni berlangsung November-Desember 2017.
Dalam kurun waktu tersebut, Setya Novanto masih memegang kendali Partai Golkar. Kursi kepemimpinan Partai Golkar kemudian beralih ke Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto setelah Novanto ditetapkan tersangka dan ditahan terkait kasus KTP-El oleh KPK, sekitar pertengahan Desember 2017. Sementara, Idrus sempat menjabat Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar sebelum masa peralihan.
Sumber : posk
Tidak ada komentar