PDAM Tirtauli P.Siantar Ukur Debit Air dengan Perasaan
LINTAS PUBLIK-SIANTAR, Pada pelaksanaan RDP (Rapat Dengar Pendapat) di Komisi II DPRD Kota Pematangsiantar, Dirut PDAM Tirtauli,Ir.Zulkifli Lubis membeberkan besaran debit air dari sumber mata air tidak sesuai dengan kenyataan. Selain itu, PDAM Tirtauli juga berutang kepada pemborong, Kamis (27/9/2018).
BACA JUGA Ratusan Tenaga Honor Menangis Tuntut Hak di DPRD Simalungun
Kata Zulkifli, untuk data produksi sesuai pembukuan sekitar 1.039 liter per detik. Namun kenyataannya hanya 600 liter per detik. Jika melihat data pembukuan yang dipakai Direksi sebelumnya tentu air yang didistribusikan ke semua pelanggan tidak kurang.
"Ternyata tak satupun punya meter produksi. Jadi, angka 1.039 itu hanya menggunakan perhitungan perasaan. Untuk kota seperti Pematangsiantar ini, tidak mungkin 18 meter kubik per bulan. Harusnya diatas 20 sampai 22 meter kubik per bulan,"ujarnya.
Data yang digunakan melalui pembukuan, kata Zukifli Lubis, dipergunakan Direksi lama meminta dana tambahan dari pusat untuk pengadaan . Sementara saat ini pihaknya kesulitan mengusulkan ke pusat untuk program penambahan debit air. Untuk itu, butuh revisi bisnis perencanaan dengan mengukur kembali menggunakan meter air.
Ada alat yang berfungsi untuk menampung air di saat sedang tidak dipergunakan pelanggan dan ketika pada jam tertentu dipakai kemudian bisa memenuhi kebutuhan pelanggan.
"Ada yang bisa dua kali lipat menggelontorkan air dan butuh pipa yang bisa menampung debit air,"terangnha.
Masalah hutang, dalam neraca memang terlihat. Totalnya Rp 18 milyar. Itu terbagi untuk rekanan sebesar Rp 6,9 milyar yang terhitung sejak tahun 2016 hingga 2017. Jumlah perusahaan sebanyak 30. Diketahuinya secara gamblang besaran hutang lewat pemeriksaan atau audit BPKP.
Mengatasi masalah ini, pihaknya menghentikan sementara waktu seluruh pengadaan dan pekerjaan beban anggaran.
Diketahuinya besaran hutang lewat pemeriksaan atau audit BPKP.
"Ada persepsi yang salah bahwa diawal bulan dalam menyusun anggaran, pendapatan semua dibiayakan tanpa memasukkan kewajiban yang harus dibayar,"ucapnya.
"Kesalahan kedua, setiap di awal tahun, karena ada anggaran, semua pekerjaan ditenderkan. Padahal uangnya belum ada. Jadi semua diawal dikerjakan dan ini memunculkan penumpukan hutang dan beban keuangan. Hutang seperti ini sangat rawan,"ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda, kepada sejumlah wartawan, Zukifli Lubis mengatakan bahwa meter produksi sudah tidak berfungsi sejak sepuluh tahun terakhir sehingga tidak bisa memastikan soal besaran debit air. Untuk mengatasi ini pihaknya dalam waktu dekat akan membeli alat baru.
Penulis : franki
Editor : tagor
BACA JUGA Ratusan Tenaga Honor Menangis Tuntut Hak di DPRD Simalungun
Dirut PDAM Tirtauli P.Siantar, Ir.Zulkifli Lubis didampingi Kabag Humas, Ikhwan Lubis |
"Ternyata tak satupun punya meter produksi. Jadi, angka 1.039 itu hanya menggunakan perhitungan perasaan. Untuk kota seperti Pematangsiantar ini, tidak mungkin 18 meter kubik per bulan. Harusnya diatas 20 sampai 22 meter kubik per bulan,"ujarnya.
Data yang digunakan melalui pembukuan, kata Zukifli Lubis, dipergunakan Direksi lama meminta dana tambahan dari pusat untuk pengadaan . Sementara saat ini pihaknya kesulitan mengusulkan ke pusat untuk program penambahan debit air. Untuk itu, butuh revisi bisnis perencanaan dengan mengukur kembali menggunakan meter air.
Ada alat yang berfungsi untuk menampung air di saat sedang tidak dipergunakan pelanggan dan ketika pada jam tertentu dipakai kemudian bisa memenuhi kebutuhan pelanggan.
"Ada yang bisa dua kali lipat menggelontorkan air dan butuh pipa yang bisa menampung debit air,"terangnha.
Masalah hutang, dalam neraca memang terlihat. Totalnya Rp 18 milyar. Itu terbagi untuk rekanan sebesar Rp 6,9 milyar yang terhitung sejak tahun 2016 hingga 2017. Jumlah perusahaan sebanyak 30. Diketahuinya secara gamblang besaran hutang lewat pemeriksaan atau audit BPKP.
Mengatasi masalah ini, pihaknya menghentikan sementara waktu seluruh pengadaan dan pekerjaan beban anggaran.
Diketahuinya besaran hutang lewat pemeriksaan atau audit BPKP.
"Ada persepsi yang salah bahwa diawal bulan dalam menyusun anggaran, pendapatan semua dibiayakan tanpa memasukkan kewajiban yang harus dibayar,"ucapnya.
"Kesalahan kedua, setiap di awal tahun, karena ada anggaran, semua pekerjaan ditenderkan. Padahal uangnya belum ada. Jadi semua diawal dikerjakan dan ini memunculkan penumpukan hutang dan beban keuangan. Hutang seperti ini sangat rawan,"ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda, kepada sejumlah wartawan, Zukifli Lubis mengatakan bahwa meter produksi sudah tidak berfungsi sejak sepuluh tahun terakhir sehingga tidak bisa memastikan soal besaran debit air. Untuk mengatasi ini pihaknya dalam waktu dekat akan membeli alat baru.
Penulis : franki
Editor : tagor
Tidak ada komentar