Generasi Milenial Makin Cuek, Tak Memahami Pancasila
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Generasi milenial ternyata makin cuek, egois, merasa paling benar dab sulit membedakan mana benar, baik dan salah atau buruk. Hal itu menjadi pemicunya yakni kemajauan teknologi.
“Generasi milenial harus dibekali wawasan kebangsaan, memahami Pancasila sebagai ideologi negara, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan konstitusi UUD NRI 1945,” tegas anggota MPR RI dari Golkar, Firman Subagyo, Senin (29/10/2018).
Ia berbicara itu dalam diskusi empat pilar MPR RI ‘Makna Sumpah Pemuda Bagi Generasi Milenial?’ bersama pengamat politik dari UIN Syahid Jakarta, Adi Prayitno, di Kompleks Parlemen, Senayan.
BACA JUGA MIRIS!, Kursi Kosong, Peringatan Sumpah Pemuda di Siantar Dihadiri 4 OKP, 72 Terdaftar
Firman mengatakan, kemajuan teknologi global saat ini berdampak pada globalisasi ekonomi dan politik yang berpengaruh pada perilaku generasi melenial, yang tak peduli masa depan bangsa. Padahal kaum muda sebagai penentu masa depan bangsa ini. Kalau dibiarkan, akan membahayakan.
“Yang agak merepotkan kita dan kemudian ini juga menjadi tanggung jawab kita Sebagai penyelenggara negara. Banyaknya juga anak muda di desa-desa yang sudah tidak lagi hapal dengan lagu Indonesia Raya,” ungkapnya.
“Kemudian juga tidak lagi mengerti apa itu yang namanya Pancasila. Ada yang hapal Pancasila tetapi ketika ditanya. Ketuhanan yang maha esa itu simbolnya Apa itu jawabannya beda, ini juga menjadi keprihatinan kita, bahkan ada yang menjawab dengan jawaban-jawaban lain,” katanya.
Sementara, Adi Prayitno menilai, relevansi Sumpah Pemuda 1928 mengingatkan pada founding fathers, pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Hasyim Asy’ari, M. Natsir dan lain-lain yang bertekad Indonesia meredeka, bebas dari penjajahan.
“Mestinya generasi milenial harus paham, bahwa ketika Soekarno ada saat itu, Bung Hatta ada saat itu, Muhammad Nasir ada saat itu, itu adalah kelompok kelompok pemuda yang agresif dan revolusioner. Bukan hanya secara fisik tapi pemikiran mereka cukup luar biasa. Berwawasan Internasional, kapasitas, kompetensi dan integritasnya cukup luar biasa. Mestinya ini yang kemudian harus disemangati oleh teman-teman milenial saat ini,” katanya.
Karena itu Adi berharap generasi milenial ini berpikir global, namun karakternya tetap Indonesia. “Kaum melenial harus peduli politik. Mengingat eksekutif, legislatif dan yudikatif melalui proses politik. Kalau tidak, maka akan kemana bangsa ini ke depan,” katanya.
Adi merasa heran tokoh politik yang tanpil hanya itu-itu saja. Sehingga daftar caleg tetap (DCT) pun juga itu-itu saja. Kecuali di partai baru. “Caleg anak muda ditempatkan di nomor sepatu oleh partai. Padahal, mereka ini sebagai penentu masa depan bangsa ini. Jadi, generasi milenial harus aktif berpolitik,” katanya.
sumber : posk
“Generasi milenial harus dibekali wawasan kebangsaan, memahami Pancasila sebagai ideologi negara, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan konstitusi UUD NRI 1945,” tegas anggota MPR RI dari Golkar, Firman Subagyo, Senin (29/10/2018).
Ia berbicara itu dalam diskusi empat pilar MPR RI ‘Makna Sumpah Pemuda Bagi Generasi Milenial?’ bersama pengamat politik dari UIN Syahid Jakarta, Adi Prayitno, di Kompleks Parlemen, Senayan.
BACA JUGA MIRIS!, Kursi Kosong, Peringatan Sumpah Pemuda di Siantar Dihadiri 4 OKP, 72 Terdaftar
Anggota MPR Firman Subagyo bersama a pengamat politik dari UIN Syahid Jakarta, Adi Prayitno. |
“Yang agak merepotkan kita dan kemudian ini juga menjadi tanggung jawab kita Sebagai penyelenggara negara. Banyaknya juga anak muda di desa-desa yang sudah tidak lagi hapal dengan lagu Indonesia Raya,” ungkapnya.
“Kemudian juga tidak lagi mengerti apa itu yang namanya Pancasila. Ada yang hapal Pancasila tetapi ketika ditanya. Ketuhanan yang maha esa itu simbolnya Apa itu jawabannya beda, ini juga menjadi keprihatinan kita, bahkan ada yang menjawab dengan jawaban-jawaban lain,” katanya.
Sementara, Adi Prayitno menilai, relevansi Sumpah Pemuda 1928 mengingatkan pada founding fathers, pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Hasyim Asy’ari, M. Natsir dan lain-lain yang bertekad Indonesia meredeka, bebas dari penjajahan.
“Mestinya generasi milenial harus paham, bahwa ketika Soekarno ada saat itu, Bung Hatta ada saat itu, Muhammad Nasir ada saat itu, itu adalah kelompok kelompok pemuda yang agresif dan revolusioner. Bukan hanya secara fisik tapi pemikiran mereka cukup luar biasa. Berwawasan Internasional, kapasitas, kompetensi dan integritasnya cukup luar biasa. Mestinya ini yang kemudian harus disemangati oleh teman-teman milenial saat ini,” katanya.
Karena itu Adi berharap generasi milenial ini berpikir global, namun karakternya tetap Indonesia. “Kaum melenial harus peduli politik. Mengingat eksekutif, legislatif dan yudikatif melalui proses politik. Kalau tidak, maka akan kemana bangsa ini ke depan,” katanya.
Adi merasa heran tokoh politik yang tanpil hanya itu-itu saja. Sehingga daftar caleg tetap (DCT) pun juga itu-itu saja. Kecuali di partai baru. “Caleg anak muda ditempatkan di nomor sepatu oleh partai. Padahal, mereka ini sebagai penentu masa depan bangsa ini. Jadi, generasi milenial harus aktif berpolitik,” katanya.
sumber : posk
Tidak ada komentar