Peranan Kaum Bapak Terhadap Pertumbuhan Dan Kualitas Iman Dalam Keluarga Kristen
Penulis : Pdt. Dr. Pahala J. Simanjuntak
1. Pendahuluan
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan kita Yesus Kristus sang Raja Gereja yang mempersatukan kita bisa berkumpul di tempat ini. Tentu sebagai gereja yang dibangun di atas Dia, kita yakin bahwa tubuh-Nya akan tetap berdiri kokoh di dunia ini. Dan untuk itulah kita hadir sebagai anggota-anggotaNya ikut berpartisipasi dalam membangun kembali persekutuan dengan Dia bersama dengan jemaat lainnya. Gereja bukanlah milik kita tetapi milik Allah sendiri dan Yesus Kristuslah sebagai kepala gereja dan dipimpin oleh Roh Kudus. Maka kita tidak perlu kuatir akan penyertaan Tuhan kepada gereja yang kita bangun saat ini. Tetapi Gereja harus terus berubah dan bergerak terus dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin maju. Pdt. Dr. Pahala Simanjuntak (kiri) dan Persekuan Ama HKIP SE-Indonesia pada seminar Parheheon Ama HKIP Tahun 2018. |
Semangat seperti inilah yang telah dimulai oleh Martin Luther dalam gerakan reformasi yang diluncurkannya 31 Oktober 1517. Luther berkata: Ecclesia Reformata, Semper Reformanda (Latin) -" the reformed church [must] always be reformed"artinya gereja yang sudah dibaharui/direformasi harus tetap mereformasi/direformasi terus. Inilah yang membuat kita tetap menjadi gereja yang reformatoris. Apa yang dikatakan oleh Martin Luther gereja akan tetap berubah dan mereformasi dirinya sebagai tubuh Kristus melalui ajaran dan doktrin yang benar. Sola fide, sola gratia, sola scriptura. Jiwa dan semangat juang Luther ini akan tetap kita pertahankan untuk gereja yang lebih baik dalam menumbuhkembangkan iman Kristiani kita.
Kaum bapak sebagai salah satu anggota tubuh Kristus dipanggil untuk ikut melayani dan memberikan sumbangan pemikirannya di tengah-tengah gereja. Sebesar apapun sumbangan seorang kaum Bapak dalam pertumbuhan jemaat dan keluarga harus diapresiasi dengan baik. Sebab gereja bukanlah hanya gedungnya tetapi gereja itu adalah kita sendiri, keluarga dan masyarakat kita.
Sehubungan dengan peringatan Reformasi ini jemaat HKIP khususnya kaum Bapak mengadakan sebuah kegiatan yang disebutkan dengan perayaan Tahun Kaum Bapa 2018. Kaum Bapak atau ‘Ama’ di tengah-tengah keluarga dan gereja tentu mendapat andil yang sangat besar dalam kemajuan dan pertumbuhan kualitas Iman. Tentu melalui seminar ini para kaum bapak semakin ditingkatkan dan bergiat sebagai warga jemaat dan juga sebagai kepala keluarga. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan baik melalui pertandingan olah raga dan olah rohani, semuanya ini bermuara kepada pertumbuhan spiritual jemaat khususnya kaum Bapak.
Oleh sebab itu sebagai kaum Bapak terpanggil untuk membagun Koinonia, Marturia dan Diakonia yang benar di tengah-tengah gereja. Ikut mendukung pertumbuhan iman warga jemaat dimanapun kita berada. Tentu perayaan seperti ini bukan hanya seremonial atau kompetisi saja tetapi membawa manfaat yang baik khususnya kaum Bapak di tengah-tengah keluarga, gereja dan masyarakat. Kompetisi perlu tetapi harus sportif, disiplin dan mengutamakan kebersamaan di antara kaum bapak. Oleh sebab itu saya mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan HKIP dan Panitia yang mempercayakan saya menyampaikan makalah ini dalam rangka Pesta PerayaanTahun Kaum Bapak HKIP 2018. Sehubungan dengan perayaan ini ijinkan saya mengucapkan selamat merayakan tahun kaum Bapak bagi segenap warga HKIP dan khususnya kaum Bapak HKIP di tempat ini. Horas, salam reformasi.
2. Terpanggil menjadi seorang Bapak yang baik
Dari mana kita harus mulai? Terus terang saya mengalami kesulitan dari mana harus saya mulai untuk mencapai topik Seminar ini. Di tengah-tengah kesibukan kami sebagai dosen di STT HKBP tentu saya harus mempersiapkan materi ni dengan segala keterbatasan. Topik ini sangat luas, namun saya mencoba membatasi agar lebih mengena kepada maksud dan tujuan seminar dan perayaan ini.
Namun ijinkan saya memulai dari sebuah pengalaman berharga yang pernah saya alami bersama seorang Bapak (ayah) yang baik bagi keluarga kami. Saya seorang anak sintua nama ayah saya M.H. Simanjuntak (gelar Op. Fitria), ibu saya bernama T. br. Siahaan. Kami terdiri dari 8 bersaudara 6 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Ayah seorang PNS dan ibu sebagai petani. Kami merasakan bagaimana hidup kami tertempa oleh seorang Bapak di rumah kami.
Sebagai seorang Sintua di HKBP Tampahan-Tobasa selama hidupnya beliau benar-benar menjadi seorang teladan bagi keluarga kami. Keteladan yang luar biasa benar-benar membawa kami kepada pertumbuhan dan capaian cita masing-masing. Sebagai Pegawai Negeri yang menghidupi 8 orang anak yang mendapatkan gaji yang pas-pasan tetapi mampu mencukupi keluarga dan biaya sekolah kami. Gaji pegawai negeri pas-pasan itu membuat ibu saya harus juga bekerja sebagai petani dengan menyewa sawah milik orang lain. Sehingga sepulang dari pekerjaannya si Bapak (ayah) ikut juga membantu ibu kami (isterinya yang dia kasihi) di rumah dan di sawah/ladang.
Dalam pelayanannya sebagai seorang Sintua dan PNS merasa terpanggil di tengah-tengah keluarga untuk setia dengan pelayanannya seperti “marsermon,” mengajar sekolah Minggu, mengunjungi orang sakit dan lain-lain. Setiap malam kami selalu mengadakan ibadah malam dengan bernyanyi dan membaca Firman Tuhan. Kemudian secara bergantian kami memimpin doa syafaat pada ibadah keluarga itu. Setiap hari Minggu kami harus mengikuti kebaktian di gereja baru bisa bermain-main dengan teman-teman.
Saya masih ingat, ketika di bawah untuk menjeguk orang sakit, acara penghiburan dan mengikuti partangiangan. Sampai saya tertidur dengan pulas di tengah-tengah jemaat yang berkumpul hingga acara selesai. Kamipun pulang ke rumah jam 12 malam. Dan besoknya Bapak saya harus berangkat ke kantor dan saya juga akan berangkat ke sekolah. Saya belum mengerti mengapa ayah saya ini melakukan berbagai kegiatan seperti ini. Baru di kemudian hari saya menyadari ternyata apa yang dilakukan ayah saya menjadi sebuah panggilan dan persembahan serta bahagian dalam pelayanan di tengah-tengah keluarga, gereja dan masyarakat.
Tentu apa yang yang dilakukan oleh ayah kami menjadi penting bagi kami anak-anaknya. Sekalipun saya sendiri tidak dapat meniru apa yang dilakukan oleh ayah saya semasa hidupnya.. Yang jelas sosok bapak saya banyak mempengaruhi saya hingga menjadi Pendeta dan pelayanannya sebagai Sintua juga menjadi model pelayanan. Serta merupakan panggilan sebagai kaum bapak sekalipun tidak sesempurna ayah saya.
3. Alkitab Berbicara
Sebagai orang Kristen tentu dasar keyakinan kita adalah Alkitab. Alkitab sebagai firman Allah mengajarkan kita banyak hal. Intinya ialah mengasihi Tuhan Allah dan sesama manusia serta menjadi orang Kristen yang benar. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mengajarkan tentang kaum Bapak atau laki-laki di tengah-tengah masyarakat maupun di dalam gereja.
Perjanjian Lama.
Banyak tokoh Alkitab yang berbicara tentang sosok kaum Bapak atau ayah. Misalnya Adam, Nuh, Abraham, Ishak, Yakub dan lain-lain. Dalam kitab Kejadian telah diceritakan bagaimana laki-laki hadir sebagai manusia pertama dan wakil Allah dalam dunia citptaan. Adam diberi tanggungjawab yang besar untuk tinggal di taman Eden. Namun dia ‘gagal’ sehingga melaluinya hukuman diberikan kepada manusia. Itu artinya manusia tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Kehadiran Adam dalam kitab Kejadian ini menjadi simbol bukan saja kepada laki-laki tetapi juga kaum bapak. Juga dalam Perjanjian Baru juga kita bisa melihat seperti, Yusuf, Paulus, Timotius, Aguila, Stefanus dan lain-lain. Masih banyak yang dapat kita daftarkan disini yang menjadi peranan kaum Bapak di tengah-tengah pertumbuhan dan Kualitas Iman dalam Keluarga Kristen. Namun saya tidak bermaksud membahas secara mendalam akan semua nama-nama yang disebutkan di atas. Apalagi dengan menafsirkan teks-tes tersebut di atas satu persatu. Yang perlu bagi kita ialah mengangkat salah satu contoh yakni Abraham. Nama Abraham berkali-kali disebutkan dalam Alkitab. Allah memanggil Abraham untuk menjadi berkat, kalau kita lihat dalam Kejadian 12:1-3, bagaimana janji Allah kepada Abraham, dia menjadi berkat.
Dalam kesaksian Perjanjia Lama Abraham menjadi Bapak leluhur orang Israel. Cerita mengenai Abram (Abraham) pertama sekali ditemukan dalam Kejadian 11:26 anak daripada Terah. Tetapi cerita mengenai dirinya baru terjadi mulai dari Kejadian 12. Banyak pelajaran berharga yang dapat kita lihat dari pribadi ini. Sekalipun banyak orang yang tidak suka dengan cerita Abraham, tetapi lebih banyak yang menjadikan tokoh ini sebagai teladan. Dia disebut sebagai Bapak orang percaya. Dalam bahasa Batak Toba disebut “Ompung ni angka naporsea.” Abraham dianggil Allah untuk keluar dari tempat tinggal ayahnya ke tanah yang belum dia tahu tujuannya:
Pertama, kesabaran dan kesetiaan Abraham terhadap isterinya Sarai dan kepada Allah dalam panggilan ini benar-benar menjadi teladan bagi orang percaya.
Kedua, kesetiaan Abraham kepada Allah untuk mempersembahkan anaknya Ishak kepada Tuhan juga sebagai hal yang patut dimaknai (Kej. 22:1-14). Mungkin kalau zaman sekarang ini Abraham akan dikatakan bodoh, bahkan sinting kok tega sekali memberikan anaknya dalam cara seperti itu. Namun yang dilihat dalam kehidupan Abraham ini ialah bahwa Abraham menjadi model bagi seorang ayah yang baik juga kepada anaknya terutama kepada Tuhan yang memanggilnya. Bahwa kesetiaan dan kasihnya kepada Tuhan melebihi kasih sayangnya kepada isteri dan anaknya Ishak sendiri.
Perjanjian Baru.
Seperti yang kita katakan di atas, Perjanjian Baru juga mencatat banyak tokoh kaum Bapak yang menjadi teladan bagi kehidupan kita saat ini. Sebut saja Yusuf, Zakharia, Paulus, Timotius, Stefanus, Aquila dan lain-lain. Saya tidak mengangkat salah satu nama tersebut di atas. Tetapi saya mengajak kita bersama untuk melihat kembali cerita tentang perumpamaan anak yang hilang dalam Lukas 15:11-31. Sekalipun dalam teks ini tidak menyebutkan siapa nama seorang ayah yang dikatakan dalam adengan ini. Tetapi cerita ini menunjukkan bagaimana seorang Bapak tetap mengasihi dan setia kepada anaknya yang walaupun sudah pergi jauh.
Seorang ayah menyambut anaknya dengan sukacita dan hati yang berbunga-bunga. Sang ayah berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya (ay. 24). Bahkan memberikan dia emas dan harta lainnya untuk menyambut kehadirannya di tgah-tengah keluarga. Memang benar, perumpamaan ini adalah perumpamaan yang menggambarkan kasih Allah kepada kita. Maka gambaran seperti itupula yang harus dilakukan seorang Bapak terhadap anaknya.
4. Pilosofi orang Batak: Anakhonhi do hasangapon di ahu.
Pilosofi ini telah lama lahir dalam kehidupan orang Batak sejak dahulu kala. Menganggap bahwa anak merupakan salah satu ‘kekayaan’ orang Batak. Itulah yang memotivasi Nahum Situmorang (1908-1969) mengarang lagu yang berjudul Anakhonhi do hasangapon di ahu yang terkenal hingga saat ini:
Hugogo pe mansari arian nang bodari, Laho pasikkolahon gellenghi, Naingkon marsikkola do satimbo timbona, Sintap ni natolap gogokki. ....Marhoi hoi pe au inang da tu dolok tu toruan, Mangalului ngolu-ngolu naboi parbodarian
Asal ma sahat gellenghi da sai sahat tu tujuan, Anakkon hi do hasangapon di au
Anakkon hi do hamoraon di au.....
Juga dalam pilosofi orang Batak, anak harus lebih tinggi dari orangtuanya. Ingkon lobi panaekhon do anakna sian Bapakna. Seorang anak menghendaki anaknya mewarisi pekerjaanya. Bahkan lebih tinggi dari ayahnya sama seperti cita-cita orang Amerika. Misalnya George Walker Bush (6 Juli 1946) merupakan Presiden AS ke 43 umur pada usia 72 tahun. Adalah anak tertua dari George Herbert Walker Bush (12 Juni 1924) yang menjadi Presiden AS ke 41. Semasa hidupnya si ayah mendorong dan memotivasi anaknya kelak menjadi Presiden, ternyata benar terjadi.
Pilosofi habatahon kita yang berkata anakhonhi do hasangapon, bukan hanya bagi kalangan orang Batak tetapi juga bagi bangsa lain di dunia ini. Bahkan bagi orang Israel juga sangat menganggap anak sebagai kekayaan. Itu sebabnya Raja Salomo mengumpulkan banyak nasihat yang disampaikan seorang Bapak kepada anaknya. Dengan tujuan si bapak berharap bahwa si anak akan menjadi kebanggaan orangtua. Misalnya Amsal 4: 20 “Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada perkataan-perkataanku”
5. Kaum Bapak HKIP dalam Pertumbuhan Iman Keluarga Kristen
Dari semua yang kita sebutkan di atas merupakan fakta yang terdapat dalam kehidupan kita baik sebagai orang Batak termasuk juga yang dicatat dalam Alkitab. Sekarang kita kembali kepada topik Seminar ini. Apa dan bagaimana peranan kaum Bapak (HKIP) terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Iman dalam Keluarga Kristen? Sebenarnya apa yang sudah diuraikan di atas kita sudah dapat melihat apa peranan seorang Bapak di tengah-tengah Keluarga dan gereja. Namun di bawah ini akan kita coba mempertajam beberapa hal untuk kita jadikan sebagai pelajaran:
Pertama: Bapak sebagai teladan di tengah-tengah keluarga. Teladan dalam iman dan tingkah laku bagi keluarga. Menjadi teladan di tengah-tengah keluarga tentu akan menjadi sumbangan yang sangat besar. Sehingga anggota keluarga terutama anak-anak akan meniru sang bapak. Ndang dao tubis sian bonana, molo dao boha.....? Like fahter like son kata orang Inggris. Memberikan nasihat kepada mereka. Rasul Paulus berkata: “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4). Tetapi jangan pula asal mengatakan sesuatu pada hal dirinya tidak terlebih dahulu melakukannya. Apa yang kita ajarkan kepada anak-anak tentu akan ditiru dengan cepat. Rasul Paulus berkata: angka na asing hujamita i, hape ahu gabe bolong (1 Kor 9:27).
Kedua: Seorang bapak harus mengasihi Tuhan Allah. Memiliki iman yang yang teguh kepada Tuhan. Sekalipun iman tidak dapat diukur tetapi iman itu dilihat dari praktek kehidupan setiap hari. Peribadahan, doa dan keterlibatan dalam persekutuan dan kegiatan gereja. Seorang ayah (kaum bapak) tidak henti-hentinya mendoakan keluarganya terutama anak-anaknya sendiri. Agustinus seorang bapak gereja pernah berkata: ndang mago ianakhon na sai tongtong tinangianghon. Artinya anak-anak yang selalu didoakan orangtuanya pastilah dipelihara oleh Tuhan.
Ketiga: Kaum Bapak harus mengasihi keluarga, baik isteri dan anak-anaknya. Ketika kita mengasihi Tuhan, kalau kita tidak mengasihi keluarga dan anak-anak tentu tidak tepat. Tetapi harus mengasihi mereka seperti diri sendiri. Seorang Bapak bukan hidup hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi keluarga. Seorang Bapak harus jujur kepada isteri, mengasihinya seumur hidup. Tidak ada niat “berselingkuh, berzinah dengan orang lain ayang melanggar Hukum Taurat ketujuh.” Paulus berkata: Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan dirinya baginya... (Efesus 5:25). Seorang bapak haruslah jujur tidak berbohong dan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.
6. Kesimpulan
Kehadiran kaum Bapak di tengah-tengah keluarga dan masyarakat sangatlah penting, tanpa bapak sepertinya kurang lengkap keluarga itu. Hal ini telah berlangsung sejak zaman dahulu kala hingga masa kini. Peranan mereka tentu membawa berkat bagi dirinya sendiri dan keluarga yang diberikan oleh Allah. Selain sebagai kepala keluarga (pemimpin) tetapi seorang Bapak menjadi bahagian dari keluarga itu sendiri. Pertama-tama dimulai dari diri sendiri baru kepada orang lain.. Ayah (kaum Bapak) harus menjadi pembawa berkat bagi keluarga dan menjadi teladan “rule model” dalam keluarga. Jika itu yang terjadi akan membawa pertumbuhan bagi keluarga, jemaat (HKIP) dan masyarakat.
Propesi apapun yang dimiliki oleh kaum Bapak harus dilakukan dengan senang hati, melayani dengan hati, tulus, jujur dan bertangungjawab kepada Tuhan. Serta kesetiaan kepada isteri yang diberikan oleh Tuhan. Kaum bapak dipakai Tuhan menjadi alat (tangan) Tuhan untuk melayani di tengah-tengah kelarga, gereja dan masyarakat untuk membawa pertumbuhan da kualitas iman.
Salam Reformasi dan selamat Pesta Perayaan Kaum Bapak HKIP Se-Indonesia.
Penulis adalah dosen di STT HKBP
Tidak ada komentar