Header Ads

PNS Anti-Pancasila Sebaiknya Dipecat

LINTAS PUBLIK - PURWAKARTA, Ketua Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat Dedi Mulyadi angkat bicara terkait data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyebut 19,4% Pegawai Negeri Sipis anti- Pancasila.

Menurut Dedi, sebaiknya pegawai yang masuk ke dalam data tersebut dipecat dari statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Menolak Pancasila itu tidak boleh menjadi PNS. Saya kira, pemerintah harus memberhentikan siapapun pegawai yang tidak setia terhadap Pancasila dan UUD 1945. Ingat loh, PNS itu terkait erat dengan sumpah jabatan,” tegas mantan Bupati Purwakarta di Gedung Kembar Jl KK Singawinata, Purwakarta.

Dedi Mulyadi
Ketua DPD Golkar Jawa Barat itu menyerukan revitalisasi ideologi Pancasila di kalangan pegawai. Hal ini sekaligus menjadi penegas bahwa ASN bukan sekedar pegawai akan tetapi penjaga ideologi kebangsaan. Ciri dan mental ideologi Pancasila, kata dia, harus melekat dalam pada ASN.

“Kemendagri bisa bekerja sama dengan TNI, Polri atau lembaga independen. Ada revitalisasi Pancasila dalam diri pegawai yang bukan saja harus muncul. Tetapi, mereka itu agen penyebar ideologi harusnya, bukan malah menolak Pancasila,” ujarnya.

Kemendagri sendiri dalam hal ini berpegang pada data lembaga survei Alvara. Lembaga independen tersebut sudah melakukan penelitian di 6 kota besar di Indonesia. Yakni, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Makassar. Hasilnya, terdapat temuan sekitar 19,4% PNS tidak setuju dengan ideologi Pancasila.

Survei tersebut dilakukan dengan melibatkan 1.200 orang responden dari kalangan PNS dan pegawai BUMN. Rentang usia mereka pun terbilang merata yakni usia 25-40 Tahun.

Pada bagian lain Dedi menyoroti adanya dua kutub ideologi Barat dan Timur Tengah. Menurut dia, pertarungan tersebut hanya menciptakan kegaduhan di ruang publik terutama sosial media.

Pancasila, kata dia, merupakan ruh kehidupan kebangsaan setiap warga bangsa Indonesia. Harmoni menjadi spirit dasar yang menjadi jiwa dalam pengamalan Pancasila dalam keseharian.

Atas dasar itulah, Presiden Jokowi mendobrak tradisi protokoler istana yang selama ini terkesan kaku. Beberapa momen upacara kenegaraan dihiasi kostum pakaian daerah oleh para pesertanya atas instruksi dirinya.

“Pak Jokowi itu berpihak pada identitas kultur. Upacara kenegaraan saja menggunakan pakaian adat kok. Kemeja dan dasi kan bukan punya kita sebenarnya. Hanya dipaksakan menjadi tradisi. Padahal itu tradisi negara luar,” pungkasnya.

sumber  : posk 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.