Tolak UMP Sumut Rp 2,3 Juta, APBD SU Sebut Ada Kartel Pengupahan
LINTAS PUBLIK - MEDAN, Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumatera Utara (APBD SU) menyebut ada kartel pengupahan di Sumatra Utara (Sumut) yang mengatur agar upah buruh tetap murah. APBD SU menolak kenaikan UMP Sumut 2019 yang hanya sebesar 8,03 menjadi Rp 2,3 juta.
Demikian disampaikan Koordinator APDB SU, Natal Sidabutar dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo), Jalan Garu VI Ujung, No 70, Medan Amplas, Kota Medan, Sabtu (3/11/2018).
"Kami merasa ada kartel yang memainkan upah buruh di Sumut. Mereka yang menekan agar upah buruh di Sumut tetap murah. Mereka adalah mafia upah," kata Natal.
Natal menambahkan, masalah upah buruh tidak akan pernah tuntas karena memang ada tekanan dari kartel upah buruh.
"Kami meminta agar masalah kartel ini diselidiki. Juga berharap pemerintah mencabut PP No 78 tahun 2015 tentang format penetapan upah," kata Natal.
Dijelaskannya, format pengupahan harus kembali berdasarkan kebutuhan hidup layak, bukan berdasarkan rumusan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Format pengupahan berdasarkan inflasi itu melanggar UUD 1945 dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh," kata Natal.
Serikat buruh yang tergabung dalam APBD SU ini, antara lain Serbundo Federasi Serikat Pekerja Industri (FSPI) Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) Sumut, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Organisasi Perjuangan Penguatan untuk Kerakyatan (OPPUK) dan Lembaga Batuan Hukum (LBH) Medan.
sumber : MB
Demikian disampaikan Koordinator APDB SU, Natal Sidabutar dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo), Jalan Garu VI Ujung, No 70, Medan Amplas, Kota Medan, Sabtu (3/11/2018).
ilustrasi |
Natal menambahkan, masalah upah buruh tidak akan pernah tuntas karena memang ada tekanan dari kartel upah buruh.
"Kami meminta agar masalah kartel ini diselidiki. Juga berharap pemerintah mencabut PP No 78 tahun 2015 tentang format penetapan upah," kata Natal.
Dijelaskannya, format pengupahan harus kembali berdasarkan kebutuhan hidup layak, bukan berdasarkan rumusan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Format pengupahan berdasarkan inflasi itu melanggar UUD 1945 dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh," kata Natal.
Serikat buruh yang tergabung dalam APBD SU ini, antara lain Serbundo Federasi Serikat Pekerja Industri (FSPI) Serikat Buruh Medan Independen (SBMI) Sumut, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Organisasi Perjuangan Penguatan untuk Kerakyatan (OPPUK) dan Lembaga Batuan Hukum (LBH) Medan.
sumber : MB
Tidak ada komentar