Prabowo Tuding Pers Tidak Obyektif, Kubu Jokowi Bandingkan Era Soeharto
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo – Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding merasa heran dengan sikap Prabowo Subianto yang emosional terhadap pers.
Prabowo geram dengan media yang dianggap tidak melakukan peliputan secara proporsional, khusunya dalam acara Reuni 212.
Sikap calon presiden nomor urut 02 itu mengundang rasa curiga Karding. Dia curiga Prabowo berada di balik acara tersebut.
“Kalau dia marah-marah tidak mendapatkan peliputan yang cukup, berarti sesungguhnya panitia utamanya Pak Prabowo,” ujarnya di Posko Cemara, Jalan Cemara No 19, Rabu (5/12/2018).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menambahkan pernyataan Prabowo yang menyebut media pers mengkhianati demokrasi , tidak pantas disampaikan. Karding kemudian membandingkan kebebasan pers era Soeharto yang dinilai tidak sebebas sekarang.
“Saya kira Pak Prabowo besar dan Gerindra besar itu karena Pers. Oleh karena itu tidak sepatutnya pers diperlakukan seperti itu. Dan menurut saya Pers ini adalah satu pilar tersendiri dalam membangun demokrasi,” tandasnya.
“Jika dibandingkan jaman Soeharto di mana Pak Prabowo itu menikmati hidup bersama keluarga besar Soeharto itu jauh dan sangat jauh berbeda dengan hari ini. Hari ini sangat demokratis, orang meliput tanpa tekanan, orang memberitakan tanpa bredel, orang diberikan independensi kepada temen-teman wartawan dan pers. Menurut saya ini tidak betul dan tidak pantas disebutkan oleh Pak Prabowo,” imbuh Karding.
Lebih lanjut, Karding melihat, terkait polemik jumlah peserta 212 yang dipersoalkan Prabowo menandakan acara tersebut berlatarbelakang politik.
“Nah kalau di Monas ini ada yang kebakaran jenggot lalu merasa tidak terpublikasi dengan masif itu patut dipertanyakan bahwa itu ada unsur-unsur yang sangat kuat dan politis. Menurut saya apa yang terjadi Pak Prabowo harus dijadikan indikasi dugaan awal salah satu bukti oleh bawaslu bahwa 212 mengandung unsur-unsur kampanye,” pungkas Karding.
sumber : posk
Prabowo geram dengan media yang dianggap tidak melakukan peliputan secara proporsional, khusunya dalam acara Reuni 212.
Sikap calon presiden nomor urut 02 itu mengundang rasa curiga Karding. Dia curiga Prabowo berada di balik acara tersebut.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding (kanan). |
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menambahkan pernyataan Prabowo yang menyebut media pers mengkhianati demokrasi , tidak pantas disampaikan. Karding kemudian membandingkan kebebasan pers era Soeharto yang dinilai tidak sebebas sekarang.
“Saya kira Pak Prabowo besar dan Gerindra besar itu karena Pers. Oleh karena itu tidak sepatutnya pers diperlakukan seperti itu. Dan menurut saya Pers ini adalah satu pilar tersendiri dalam membangun demokrasi,” tandasnya.
“Jika dibandingkan jaman Soeharto di mana Pak Prabowo itu menikmati hidup bersama keluarga besar Soeharto itu jauh dan sangat jauh berbeda dengan hari ini. Hari ini sangat demokratis, orang meliput tanpa tekanan, orang memberitakan tanpa bredel, orang diberikan independensi kepada temen-teman wartawan dan pers. Menurut saya ini tidak betul dan tidak pantas disebutkan oleh Pak Prabowo,” imbuh Karding.
Lebih lanjut, Karding melihat, terkait polemik jumlah peserta 212 yang dipersoalkan Prabowo menandakan acara tersebut berlatarbelakang politik.
“Nah kalau di Monas ini ada yang kebakaran jenggot lalu merasa tidak terpublikasi dengan masif itu patut dipertanyakan bahwa itu ada unsur-unsur yang sangat kuat dan politis. Menurut saya apa yang terjadi Pak Prabowo harus dijadikan indikasi dugaan awal salah satu bukti oleh bawaslu bahwa 212 mengandung unsur-unsur kampanye,” pungkas Karding.
sumber : posk
Tidak ada komentar