Rupiah jadi Juru Kunci di Asia, Ini Penyebabnya
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah hari ini mengalami penguatan ke level Rp 14.500an. Padahal seminggu sebelumnya nilai tukar dolar AS turun konstan ke angka Rp 14.200.
Rupiah bahkan tercatat menjadi mata uang negara utama yang paling dalam jatuhnya di hadapan dolar AS dibanding negara lainnya. Rupiah tak melemah sendirian, melainkan bersama dengan sejumlah mata uang negara utama Asia lainnya. Lantas, apa penyebabnya?
Menurut Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih ada dua hal yang memengaruhi penguatan dolar, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal sendiri dipengaruhi oleh data ketenagakerjaan Amerika yang tak sesuai ekspektasi.
Data ketenagakerjaan tersebut membuat investor menilai Amerika akan menghadapi resesi atau penurunan PDB suatu negara. Sehingga dari kekhawatiran tersebut investor memilih untuk memegang dolar AS sebagai aset.
"Data ketenagakerjaan mulai agak tidak sesuai dengan ekspektasi. Jadi kemarin job claims kalau nggak salah 230 padahal harapannya turun ke 250. Jadi ini utama ekspektasi ekonomi Amerika yang melambat ada resesi," jelas dia, Senin (10/12/2018).
"Saat ada kekhawatiran (resesi) investor akhirnya cari aman. Dia pegang dolar AS sebagai aset yang paling aman akhirnya dolar AS menguat," jelas dia.
Kemudian, faktor internal dipengaruhi oleh permintaan dolar oleh pemerintah. Pasalnya, bulan Desember merupakan waktu pembayaran utang dan obligasi pemerintah.
"Faktor dalam negeri bulan Desember permintaan dolar meningkat itu untuk bayar utang pemerintah dan obligasi itu di Juni dan Desember. Itu biasanya di minggu 1, 2, dan 3 ya," papar dia.
Lana melanjutkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa membaik setelah pengumuman bank sentral Amerika Serikat The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan.
Pasalnya, menaikkan suku bunga acuan artinya mengkonfirmasi adanya kekhawatiran resesi yang telah diprediksi banyak pihak. Sehingga dolar AS justru akan melemah dan rupiah menguat.
"Jadi kita lihat setelah The Fed tanggal 19 November itu naikin atau nggak. Kalau nggak berarti bakal ada semacam resesi tapi kalau naikin justru bagus (untuk rupiah) karena mengkonfirmasi resesi itu," ungkapnya.
"Karena itu nanti dolar melemah dan rupiah yang menguat karena menaikkan suku bunga acuan itu sudah diperkirakan semua orang," papar dia.
sumber : det
Rupiah bahkan tercatat menjadi mata uang negara utama yang paling dalam jatuhnya di hadapan dolar AS dibanding negara lainnya. Rupiah tak melemah sendirian, melainkan bersama dengan sejumlah mata uang negara utama Asia lainnya. Lantas, apa penyebabnya?
Menurut Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih ada dua hal yang memengaruhi penguatan dolar, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal sendiri dipengaruhi oleh data ketenagakerjaan Amerika yang tak sesuai ekspektasi.
Data ketenagakerjaan tersebut membuat investor menilai Amerika akan menghadapi resesi atau penurunan PDB suatu negara. Sehingga dari kekhawatiran tersebut investor memilih untuk memegang dolar AS sebagai aset.
"Data ketenagakerjaan mulai agak tidak sesuai dengan ekspektasi. Jadi kemarin job claims kalau nggak salah 230 padahal harapannya turun ke 250. Jadi ini utama ekspektasi ekonomi Amerika yang melambat ada resesi," jelas dia, Senin (10/12/2018).
ilustrasi |
Kemudian, faktor internal dipengaruhi oleh permintaan dolar oleh pemerintah. Pasalnya, bulan Desember merupakan waktu pembayaran utang dan obligasi pemerintah.
"Faktor dalam negeri bulan Desember permintaan dolar meningkat itu untuk bayar utang pemerintah dan obligasi itu di Juni dan Desember. Itu biasanya di minggu 1, 2, dan 3 ya," papar dia.
Lana melanjutkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa membaik setelah pengumuman bank sentral Amerika Serikat The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan.
Pasalnya, menaikkan suku bunga acuan artinya mengkonfirmasi adanya kekhawatiran resesi yang telah diprediksi banyak pihak. Sehingga dolar AS justru akan melemah dan rupiah menguat.
"Jadi kita lihat setelah The Fed tanggal 19 November itu naikin atau nggak. Kalau nggak berarti bakal ada semacam resesi tapi kalau naikin justru bagus (untuk rupiah) karena mengkonfirmasi resesi itu," ungkapnya.
"Karena itu nanti dolar melemah dan rupiah yang menguat karena menaikkan suku bunga acuan itu sudah diperkirakan semua orang," papar dia.
sumber : det
Tidak ada komentar