Ini Modus Operandi Sindikat Penyedia Video Call Sex
JAKARTA – Dengan menggunakan foto dan video perempuan yang diambil secara acak di jejaring sosial maupun internet, sindikat Sextortion atau pemerasan melalui penyediaan jasa video call sex menipu para korbannya.
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni mengungkapkan, sebelum menjalankan aksinya tersangka akan mencari mangsanya secara acak di jejaring media sosial facebook. Begitu sudah mendapatkan mangsanya, mereka tersangka akan mengirim pesan kepada calon korban dengan menggunakan akun facebook palsu.
“Jadi isi facebook itu foto-foto yang dia ambil dari platform lain yaitu instagram kemudian digunakan sebagai akun palsunya. Setelah ada kesepakatan (dengan korban) untuk diminta vcall sex dan sebagainya, baru nanti digunakan melalui whatsapp,” ujar Dani di Bareskrim Polri, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Jumat (15/2/2019).
Begitu kesepakatan didapat dan mulai bertukar nomor WhatsApp, tersangka akan mulai menawarkan jasa video call sex tersebut. Tersangka SF pun mematok harga Rp100 ribu untuk melihat setengah badan dan Rp300 ribu untuk melihat seluruh tubuh (full body). Jika korban setuju, SF akan meminta korban segera mengirimkan uang tersebut dan melampirkan bukti transfer itu.
Usai bertransaksi, tersangka SF langsung menghubungi korban melalui video call di WhatsApp. Namun bukan SF yang akan menunjukkan tubuh telanjangnya di hadapan korban, melainkan video perempuan bugil yang diambil secara acak di internet. Dengan menggunakan dua HP, aksi video call sex ini pun dapat berjalan dengan mulus.
“Itu lah dia pakai handphone satu lagi. Setelah uang tersebut dikirim langsung ditunjuk video call. Nah ini dalam kondisi sudah dua handphone ditempel (pada handphone lainnya terdapat video porno yang sedang dimainkan),” kata Dani.
“Jadi dia sudah melihat dalam kondisi yang telanjang dari pihak si tersangka otomatis si korban pun itu melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya pornografi. Pada saat itu korban mendapat perekaman. Selanjutnya, perekaman dikirim sendiri ini loh rekaman saudara, rekaman anda sudah saya pegang mau saya sebarkan ke facebook, di instagram dan media sosial lainnya atau kirim uang. Akhirnya dikirim lah (uang tersebut),” jelasnya.
Diketahui tersangka SF merupakan seorang laki-laki, begitu pun dengan dua tersangka lainnya yang masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia mengungkapkan, agar identitas tersangka tidak terbongkar korbannya, tersangka hanya berkomunikasi melalui pesan singkat di massanger dan di WhatsApp saja. Sementara ketika melakukan videocall tersangka tidak mengeluarkan suara, sehingga identitas asli tersangka pun tidak terbongkar.
Belum lagi foto-foto di akun facebook palsu yang digunakan pun berisi foto perempuan cantik, hasil curian dari beragam foto di instagram. Oleh karena itu Dani menegaskan kalau semua kroban dari sindikat ini adalah kaum laki-laki.
“Betul laki-laki semua, yang punya uang, jabatan dan di situ identitasnya mudah (dilacak) menggunakan handphone,” pungkasnya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka akan disangkakan dengan Pasal 29 Jo 30 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pasal 45 ayat (1) dan (4) Jo Pasal 27 ayat (1) dan (4) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 369 KUHP, dan Pasal 3, 4 dan 5 UU Nom 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tersangka terancam dipidana maksimal 20 tahun penjara.
sumber : posk
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni mengungkapkan, sebelum menjalankan aksinya tersangka akan mencari mangsanya secara acak di jejaring media sosial facebook. Begitu sudah mendapatkan mangsanya, mereka tersangka akan mengirim pesan kepada calon korban dengan menggunakan akun facebook palsu.
ilustrasi |
Begitu kesepakatan didapat dan mulai bertukar nomor WhatsApp, tersangka akan mulai menawarkan jasa video call sex tersebut. Tersangka SF pun mematok harga Rp100 ribu untuk melihat setengah badan dan Rp300 ribu untuk melihat seluruh tubuh (full body). Jika korban setuju, SF akan meminta korban segera mengirimkan uang tersebut dan melampirkan bukti transfer itu.
Usai bertransaksi, tersangka SF langsung menghubungi korban melalui video call di WhatsApp. Namun bukan SF yang akan menunjukkan tubuh telanjangnya di hadapan korban, melainkan video perempuan bugil yang diambil secara acak di internet. Dengan menggunakan dua HP, aksi video call sex ini pun dapat berjalan dengan mulus.
“Itu lah dia pakai handphone satu lagi. Setelah uang tersebut dikirim langsung ditunjuk video call. Nah ini dalam kondisi sudah dua handphone ditempel (pada handphone lainnya terdapat video porno yang sedang dimainkan),” kata Dani.
“Jadi dia sudah melihat dalam kondisi yang telanjang dari pihak si tersangka otomatis si korban pun itu melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya pornografi. Pada saat itu korban mendapat perekaman. Selanjutnya, perekaman dikirim sendiri ini loh rekaman saudara, rekaman anda sudah saya pegang mau saya sebarkan ke facebook, di instagram dan media sosial lainnya atau kirim uang. Akhirnya dikirim lah (uang tersebut),” jelasnya.
Diketahui tersangka SF merupakan seorang laki-laki, begitu pun dengan dua tersangka lainnya yang masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia mengungkapkan, agar identitas tersangka tidak terbongkar korbannya, tersangka hanya berkomunikasi melalui pesan singkat di massanger dan di WhatsApp saja. Sementara ketika melakukan videocall tersangka tidak mengeluarkan suara, sehingga identitas asli tersangka pun tidak terbongkar.
Belum lagi foto-foto di akun facebook palsu yang digunakan pun berisi foto perempuan cantik, hasil curian dari beragam foto di instagram. Oleh karena itu Dani menegaskan kalau semua kroban dari sindikat ini adalah kaum laki-laki.
“Betul laki-laki semua, yang punya uang, jabatan dan di situ identitasnya mudah (dilacak) menggunakan handphone,” pungkasnya.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka akan disangkakan dengan Pasal 29 Jo 30 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pasal 45 ayat (1) dan (4) Jo Pasal 27 ayat (1) dan (4) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 369 KUHP, dan Pasal 3, 4 dan 5 UU Nom 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tersangka terancam dipidana maksimal 20 tahun penjara.
sumber : posk
Tidak ada komentar