Mantan Mensos Idrus Marham Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp300 Juta
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Idrus Marham akhirnya dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan oleh Jaksa KPK Lie Putra Setiawan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Jaksa dalam pembacaan tuntutannya mengatakan mantan Menteri Sosial tersebut diyakini bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
“Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Idrus Marham terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata jaksa.
Jaksa mengatakan Idrus bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Uang suap tersebut disebut jaksa diterima Idrus bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek di PLN. Kotjo sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) ingin mendapatkan proyek di PLN.
Dalam proyek tersebut, Kotjo disebut menggandeng perusahaan asal China yaitu China Huadian Engineering Company Ltd (CHEC) sebagai investor. Namun Kotjo sempat kesulitan berkomunikasi dengan pihak PLN sehingga meminta bantuan Setya Novanto sebagai kawan lamanya.
Novanto pun mempertemukan Kotjo dengan Eni sebagai anggota DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup.
Eni pun membantu Kotjo tetapi dalam perjalanannya Novanto dijerat KPK sebagai tersangka kasus korupsi terkait proyek e-KTP.
Eni yang memang sebelumnya melaporkan perkembangan proyek PLTU pada Novanto beralih ke Idrus selaku Plt Ketua Umum Partai Golkar. Jaksa menyebut tujuan Eni melapor ke Idrus agar tetap diperhatikan Kotjo.
“Maka terdakwa sebagai Plt Ketum saat itu, Eni menyampaikan kepada terdakwa akan menerima fee dari Kotjo 2,5% berasal dari proyek akan diterima dari Kotjo,” jelas jaksa.
Idrus kemudian mengarahkan Eni untuk meminta uang 2,5 juta dolar AS kepada Kotjo untuk keperluan Munaslub Golkar, di mana Eni menjabat sebagai Bendahara Munaslub.
sumber : posk
Jaksa dalam pembacaan tuntutannya mengatakan mantan Menteri Sosial tersebut diyakini bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham mendengarkan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/3/2019)/ant. |
Jaksa mengatakan Idrus bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Uang suap tersebut disebut jaksa diterima Idrus bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek di PLN. Kotjo sebagai pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) ingin mendapatkan proyek di PLN.
Dalam proyek tersebut, Kotjo disebut menggandeng perusahaan asal China yaitu China Huadian Engineering Company Ltd (CHEC) sebagai investor. Namun Kotjo sempat kesulitan berkomunikasi dengan pihak PLN sehingga meminta bantuan Setya Novanto sebagai kawan lamanya.
Novanto pun mempertemukan Kotjo dengan Eni sebagai anggota DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup.
Eni pun membantu Kotjo tetapi dalam perjalanannya Novanto dijerat KPK sebagai tersangka kasus korupsi terkait proyek e-KTP.
Eni yang memang sebelumnya melaporkan perkembangan proyek PLTU pada Novanto beralih ke Idrus selaku Plt Ketua Umum Partai Golkar. Jaksa menyebut tujuan Eni melapor ke Idrus agar tetap diperhatikan Kotjo.
“Maka terdakwa sebagai Plt Ketum saat itu, Eni menyampaikan kepada terdakwa akan menerima fee dari Kotjo 2,5% berasal dari proyek akan diterima dari Kotjo,” jelas jaksa.
Idrus kemudian mengarahkan Eni untuk meminta uang 2,5 juta dolar AS kepada Kotjo untuk keperluan Munaslub Golkar, di mana Eni menjabat sebagai Bendahara Munaslub.
sumber : posk
Tidak ada komentar