Tak Terima Tuntutan Jaksa, Idrus: Malah Uang Saya Dipinjam Eni
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Eks Menteri Sosial, Idrus Marham merasa keberatan dengan tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dituntut 5 tahun karena dinilai terbukti menerima suap terkait proyek PLTU Riau 1.
Idrus membantah jika ia menerima suap seperti yang Jaksa KPK sebut dalam tuntutan. Idrus pun enggan disebut menerima uang suap Rp2,25 miliar bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
“Kalau memperhatikan fakta-fakta tadi, sangat jauh, contohnya saya bersama-sama menerima, malah uang saya dipinjam Eni kok,” ucapnya usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Tak hanya itu, menurut Idrus, surat tuntutan Jaksa KPK tak sesuai dengan fakta persidangan. Bahkan, kata Idrus, isi surat tuntutan tersebut tak jauh beda seperti surat dakwaan.
“Nah kalau tuntutannya adalah copy paste dari dakwaan, itu nanti pakar-pakar hukum di Indonesia bisa menjelaskan, civitas akademika bisa membahas masalah ini,” tandasnya.
Jaksa KPK menuntut Idrus 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa KPK menilai Idrus bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, menerima suap terkait proyek tersebut dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp2,25 miliar.
Suap tersebut diberikan agar Idrus dan Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Uang itu sendiri diberikan dalam dua tahap yaitu tahap pertama Rp2 miliar dan tahap kedua Rp250 juta.
Uang Rp2 miliar diberikan Kotjo pada 25 September 2017. Saat itu Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang sebesar USD 2,5 juta kepada Kotjo. Uang itu dipakai untuk keperluan Munaslub Golkar.
Sementara itu, uang Rp250 juta diberikan Kotjo kepada Eni dan Idrus pada bulan Juni 2018. Uang itu diberikan setelah Idrus menghubungi Kotjo.
Menurut jaksa, semua uang tersebut diberikan Kotjo kepada Eni dan Idrus melalui stafnya, yang kemudian diberikan kepada staf Eni bernama Tahta Maharaya.
Karena itu, Idrus dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
sumber : posk
Idrus membantah jika ia menerima suap seperti yang Jaksa KPK sebut dalam tuntutan. Idrus pun enggan disebut menerima uang suap Rp2,25 miliar bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham menjalani sidang terkait proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor Jakarta. |
Tak hanya itu, menurut Idrus, surat tuntutan Jaksa KPK tak sesuai dengan fakta persidangan. Bahkan, kata Idrus, isi surat tuntutan tersebut tak jauh beda seperti surat dakwaan.
“Nah kalau tuntutannya adalah copy paste dari dakwaan, itu nanti pakar-pakar hukum di Indonesia bisa menjelaskan, civitas akademika bisa membahas masalah ini,” tandasnya.
Jaksa KPK menuntut Idrus 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa KPK menilai Idrus bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, menerima suap terkait proyek tersebut dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp2,25 miliar.
Suap tersebut diberikan agar Idrus dan Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Uang itu sendiri diberikan dalam dua tahap yaitu tahap pertama Rp2 miliar dan tahap kedua Rp250 juta.
Uang Rp2 miliar diberikan Kotjo pada 25 September 2017. Saat itu Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang sebesar USD 2,5 juta kepada Kotjo. Uang itu dipakai untuk keperluan Munaslub Golkar.
Sementara itu, uang Rp250 juta diberikan Kotjo kepada Eni dan Idrus pada bulan Juni 2018. Uang itu diberikan setelah Idrus menghubungi Kotjo.
Menurut jaksa, semua uang tersebut diberikan Kotjo kepada Eni dan Idrus melalui stafnya, yang kemudian diberikan kepada staf Eni bernama Tahta Maharaya.
Karena itu, Idrus dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
sumber : posk
Tidak ada komentar