Mantan Bupati Labuhanbatu Pasrah Divonis 7 Tahun
LINTAS PUBLIK - MEDAN, Bupati Labuhanbatu nonaktif, Pangonal Harahap dijatuhi hukuman 7 tahun penjara denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi menyatakan, Pangonal terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah menerima suap sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 dari pengusaha.
Majelis Hakim berpendapat, Pangonal terbukti melanggar Pasal Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Terdakwa secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” tegas Irwan Effendi di ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (4/4/2019).
Tidak hanya hukuman penjara dan denda, Pangonal juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000.
“Dengan ketentuan jika tidak dibayar dalam satu bulan, maka harta bendanya, apabila tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, diganti dengan satu tahun penjara,” sebut hakim.
Bahkan, majelis hakim memberikan terdakwa hukuman tambahan yaitu pencabutan hak politik terdakwa berupa hak dipilih selama 3 tahun.
“Memberi hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak dipilih selama 3 tahun setelah terdakwa menjalani hukuman pokok,” tegas hakim.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa antara lain; terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas KKN.
Baca juga: Sidang Kasus Suap Eks Bupati Labuhanbatu: Pangonal Dituntut 8 Tahun, Hak Dipilih Dicabut
“Sedangkan hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya,” terangnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut Pangonal dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.
KPK juga menuntut agar terdakwa dikenakan hukuman pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000. Dengan ketentuan jika tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan satu tahun penjara.
Penuntut umum KPK juga meminta agar terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa dicabut hak pilihnya selama 3,5 tahun.
Menyikapi putusan ini, Ketua Tim Kuasa Hukum Pangonal, Herman Kadir menyebutkan bahwa putusan ini hampir sama dengan apa yang menjadi tuntutan Jaksa KPK.
“Putusan ini hampir sama dengan tuntutan jaksa. Cuma bedanya kalau jaksa kan menuntut 8 tahun, hukuman dikurangi 1 tahun, yah kurang 1 tahun saja,” katanya.
Ia menyebutkan, atas putusan tersebut, pihaknya bersama terdakwa sudah sepakat untuk menerima putusan tanpa harus banding.
“Sikap kita ya tadi sudah pikir-pikir dan berunding kita menerima putusan itu. Kita menerima putusan ini, itu saja. Tidak ajukan banding,” tandasnya.
Dalam dakwaannya, penuntut memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhanbatu telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp42.28 miliar serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong.
Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan.
Uang Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya.
sumber : fase
Majelis Hakim berpendapat, Pangonal terbukti melanggar Pasal Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Pangonal Harahap |
Tidak hanya hukuman penjara dan denda, Pangonal juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000.
“Dengan ketentuan jika tidak dibayar dalam satu bulan, maka harta bendanya, apabila tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, diganti dengan satu tahun penjara,” sebut hakim.
Bahkan, majelis hakim memberikan terdakwa hukuman tambahan yaitu pencabutan hak politik terdakwa berupa hak dipilih selama 3 tahun.
“Memberi hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak dipilih selama 3 tahun setelah terdakwa menjalani hukuman pokok,” tegas hakim.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan terdakwa antara lain; terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas KKN.
Baca juga: Sidang Kasus Suap Eks Bupati Labuhanbatu: Pangonal Dituntut 8 Tahun, Hak Dipilih Dicabut
“Sedangkan hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya,” terangnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut Pangonal dengan pidana 8 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.
KPK juga menuntut agar terdakwa dikenakan hukuman pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000. Dengan ketentuan jika tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan satu tahun penjara.
Penuntut umum KPK juga meminta agar terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa dicabut hak pilihnya selama 3,5 tahun.
Menyikapi putusan ini, Ketua Tim Kuasa Hukum Pangonal, Herman Kadir menyebutkan bahwa putusan ini hampir sama dengan apa yang menjadi tuntutan Jaksa KPK.
“Putusan ini hampir sama dengan tuntutan jaksa. Cuma bedanya kalau jaksa kan menuntut 8 tahun, hukuman dikurangi 1 tahun, yah kurang 1 tahun saja,” katanya.
Ia menyebutkan, atas putusan tersebut, pihaknya bersama terdakwa sudah sepakat untuk menerima putusan tanpa harus banding.
“Sikap kita ya tadi sudah pikir-pikir dan berunding kita menerima putusan itu. Kita menerima putusan ini, itu saja. Tidak ajukan banding,” tandasnya.
Dalam dakwaannya, penuntut memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhanbatu telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp42.28 miliar serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong.
Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan.
Uang Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya.
sumber : fase
Tidak ada komentar