Capek Punya Istri Suka Ngirian Memilih Ambil Janda Cem-ceman
JIKA istri Tohiran, 45, tidak suka ngirian pada aset tetangga, mungkin rumahtangganya bisa dipertahankan. Tapi 20 tahun berumahtangga, ternyata Minarsih, 40, malah ngajak melarat saja gaya hidupnya. Kebetulan Tohiran kenal janda Martini, 41, yang terasa lebih anget. Ya sudah, akhirnya dia pilih ceraikan Minarsih.
Penyesalan itu datangnya memang selalu belakangan. Memilih istripun banyak yang merasa keliru setelah beberapa tahun berjalan. Kalau mobil, tak nyaman dikendaraai atau boros di bensin, bisa langsung dijual. Kalau istri, mana bisa begitu. Banyak yang bertahan dalam derita, demi menyelamatkan perkawinan. Tapi banyak pula yang bersemboyan #2019 ganti bini.
Dulu Tohiran bangga betul punya bini Minarsih. Dia yang hanya orang partikeliran, berhasil mempersunting gadis kembang desa yang tergolong cantik di kelasnya. Minarsih mantap melabuhkan cintanya pada Tohiran yang hanya pemilik toko kelontong kecil belum kelasnya minimarket. Sampai-sampai ada yang bertanya, apa resepnya kok bisa menggaet Minarsih yang banyak peminatnya.
“Kita harus rajin kampanye, dan alhamdulillah satu puteran kena.” Jawab Tohiran mengibaratkan dengan pilkada. Dan di awal perkawinan dia merasa benar dengan pilihannya. Sebab Minarsih bisa memahami akan penghasilan suami. Jadi berapapun uang belanja yang diberikan Tohiran, Minarsih selalu menerima dengan baik.
Tapi setelah tinggal di komplek perumahan, mulailah karakter Minarsih berubah. Setiap ada tetangga beli perabotan rumahtangga, dari lemari es, meubeler dan barang elektronik, Minarsih selalu meniru ingin memilikinya. Sekali dua kali Tohiran masih bisa melaksanakan amanat istri. Tapi lama-lama capek juga di kantong.
Celakanya, karena Minarsih kecewa dengan alasan suami capek di kantong, akhirnya berimbas ke urusan “si entong”. Istri yang marah, tak mau melayani Tohiran yang minta “jatah” sebagai kepala rumahtangga. Jika dipaksakan juga, melayani dengan setengah hati, gelem ora-ora kata orang Jawa. Ibarat main badminton, Tohiran memberi smash tajam menukik, eh….Minarsih mengembalikan bola dengan back hand.
Karena sering dimarahi istri, lama-lama Tohiran lebih betah main ke rumah teman-teman, sampai kemudian kenal dengan Martini. Ternyata janda beranak tiga ini bisa memahami kondisi Tohiran dan siap jadi cem-cemannya. Malah ketika diajak berkoalisi dalam ikatan rumahtangga, juga tak menolak. Ya sudah, akhirnya Tohiran menceraikan Minarsih untuk bisa menikahi Martini,
Ternyata janda Martini memang bisa memabokkan kayak minuman keras.
sumber : posk
Penyesalan itu datangnya memang selalu belakangan. Memilih istripun banyak yang merasa keliru setelah beberapa tahun berjalan. Kalau mobil, tak nyaman dikendaraai atau boros di bensin, bisa langsung dijual. Kalau istri, mana bisa begitu. Banyak yang bertahan dalam derita, demi menyelamatkan perkawinan. Tapi banyak pula yang bersemboyan #2019 ganti bini.
Dulu Tohiran bangga betul punya bini Minarsih. Dia yang hanya orang partikeliran, berhasil mempersunting gadis kembang desa yang tergolong cantik di kelasnya. Minarsih mantap melabuhkan cintanya pada Tohiran yang hanya pemilik toko kelontong kecil belum kelasnya minimarket. Sampai-sampai ada yang bertanya, apa resepnya kok bisa menggaet Minarsih yang banyak peminatnya.
“Kita harus rajin kampanye, dan alhamdulillah satu puteran kena.” Jawab Tohiran mengibaratkan dengan pilkada. Dan di awal perkawinan dia merasa benar dengan pilihannya. Sebab Minarsih bisa memahami akan penghasilan suami. Jadi berapapun uang belanja yang diberikan Tohiran, Minarsih selalu menerima dengan baik.
Tapi setelah tinggal di komplek perumahan, mulailah karakter Minarsih berubah. Setiap ada tetangga beli perabotan rumahtangga, dari lemari es, meubeler dan barang elektronik, Minarsih selalu meniru ingin memilikinya. Sekali dua kali Tohiran masih bisa melaksanakan amanat istri. Tapi lama-lama capek juga di kantong.
Celakanya, karena Minarsih kecewa dengan alasan suami capek di kantong, akhirnya berimbas ke urusan “si entong”. Istri yang marah, tak mau melayani Tohiran yang minta “jatah” sebagai kepala rumahtangga. Jika dipaksakan juga, melayani dengan setengah hati, gelem ora-ora kata orang Jawa. Ibarat main badminton, Tohiran memberi smash tajam menukik, eh….Minarsih mengembalikan bola dengan back hand.
Karena sering dimarahi istri, lama-lama Tohiran lebih betah main ke rumah teman-teman, sampai kemudian kenal dengan Martini. Ternyata janda beranak tiga ini bisa memahami kondisi Tohiran dan siap jadi cem-cemannya. Malah ketika diajak berkoalisi dalam ikatan rumahtangga, juga tak menolak. Ya sudah, akhirnya Tohiran menceraikan Minarsih untuk bisa menikahi Martini,
Ternyata janda Martini memang bisa memabokkan kayak minuman keras.
sumber : posk
Tidak ada komentar