Ini Sanksi dan Nomor Pengaduan Pelanggaran Penerimaan Siswa Baru, Saber Pungli Dilibatkan
LINTAS PUBLIK, Sebagai layanan dasar yang wajib diberikan kepada seluruh warga negara, pendidikan merupakan urusan konkruen antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan dalam implementasi kebijakan zonasi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 01 Tahun 2019 dan Nomor 420/2973/SJ.
Edaran yang ditujukan kepada para Kepala Daerah ini bertujuan agar Pemerintah Daerah segera menetapkan kebijakan petunjuk teknis (juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 serta zonasi persekolahan sesuai kewenangan masing-masing.
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 mengatur agar PPDB yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar, maupun Pemerintah Provinsi untuk pendidikan menengah, wajib menggunakan tiga jalur, yakni jalur Zonasi (paling sedikit 90 persen), jalur Prestasi (paling banyak 5 persen), dan jalur Perpindahan Orang tua/Wali (paling banyak 5 persen). Kembali ditegaskan bahwa nilai ujian nasional (UN) tidak dijadikan syarat seleksi jalur zonasi dan perpindahan orang tua, demikian dilansir lintaspublik.com dari wedsite Kemendikbud , Rabu (19/6/2019).
Surat edaran yang ditandatangani tanggal 10 April 2019 tersebut di antaranya mengimbau agar pemerintah daerah (pemda) segera menyusun petunjuk teknis PPDB yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dan menyampaikan informasi petunjuk teknis dimaksud kepada Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Kemudian yang kedua agar Pemda, sesuai kewenangannya menetapkan zonasi paling lama satu bulan sebelum pelaksanaan proses PPDB.
"Saya mohon semua pemerintah daerah, baik itu provinsi, kabupaten, ataupun kota dapat mematuhi peraturan yang sudah disepakati bersama. Toh peraturan itu tidak dari pusat saja, tetapi juga dibahas bersama, kita duduk bersama. Sehingga saya berharap peraturan itu bisa dipatuhi," imbau Mendikbud.
Ketiga, memerintahkan dinas pendidikan berkoordinasi dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) setempat dalam melakukan penetapan zonasi. Keempat, memastikan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah di wilayah kerja masing-masing tidak melakukan tindakan jual beli kursi/titipan peserta didik/pungutan liar yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian yang kelima, agar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat melaksanakan PPDB dengan berpedoman pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dan petunjuk teknis PPDB yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah. Keenam, agar memastikan seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah di wilayah kerja masing-masing tidak melakukan tes membaca, menulis,dan berhitung (calistung) dalam seleksi calon peserta didik baru kelas satu Sekolah Dasar (SD).
Dan yang ketujuh, memastikan seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah tidak menjadikan nilai ujian nasional (UN) sebagai syarat seleksi untuk jalur zonasi dan perpindahan tugas orang tua/wali dan UN hanya menjadi syarat administrasi dalam PPDB. “Penggunaan nilai UN sebagai syarat seleksi masuk sekolah dapat membatasi hak anak mendapatkan layanan dasar pendidikan. Kita harus ubah hal ini untuk menekan angka putus sekolah di masyarakat,” dikatakan Staf Ahli Mendikbud bidang Regulasi, Chatarina M. Girsang.
Pengawasan dan Sanksi
Penerapan PPDB yang menyimpang dari Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tidak dibenarkan. Sanksi akan diberikan sesuai peraturan yang berlaku, seperti teguran tertulis sampai dengan penyesuaian alokasi atau penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, maka pembinaan teknis yang dilakukan oleh Menteri teknis yang membidangi urusan pemerintah pusat yang diserahkan ke pemerintah daerah, meliputi: a. capaian standar pelayanan minimal atas pelayanan dasar; b. ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketaatan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren; c. dampak pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah; dan d. akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren di daerah.
Selain itu, terdapat kesepakatan antara Kemendikbud dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pengendalian penggunaan anggaran pendidikan; khususnya dana yang ditransfer ke daerah.
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2019 menunjukkan sebanyak 62,6 persen anggaran pendidikan ditransfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Saya sudah bicara dengan bu Menteri Keuangan. Semua instrumen yang ada di Kementerian Keuangan bisa digunakan oleh Kemendikbud untuk mengendalikan distribusi dan alokasi anggaran di provinsi maupun kabupaten atau kota. Terutama untuk memberikan penghargaan untuk daerah yang memiliki kepatuhan tinggi, atau sanksi bagi daerah yang tidak mematuhi," jelas Muhadjir.
Untuk menekan potensi pelanggaran dan mengakomodasi pengaduan masyarakat, Dinas Pendidikan provinsi atau kabupaten/kota diwajibkan mengelola kanal pelaporan untuk menerima laporan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB. Kemendikbud juga telah bekerja sama dengan Ombudsman Republik Indonesia serta Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) untuk mencegah terjadinya praktik penyimpangan/pelanggaran PPDB.
Selain kanal yang dikelola pemerintah daerah, masyarakat juga dapat menyampaikan laporan/pengaduan pelanggaran PPDB di antaranya:
Zonasi Untuk Pemerataan Pendidikan
Kebijakan zonasi yang diterapkan sejak tahun 2016 menjadi pendekatan baru yang dipilih pemerintah untuk mewujudkan pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
"Kita menggunakan zonasi mulai dari penerimaan siswa baru, terutama untuk memberikan akses yang setara, akses yang adil, kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi. Karena pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah," dikatakan Mendikbud.
Zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB saja, namun juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. "Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, kemudian kualitas sarana prasarana. Semuanya nanti akan ditangani berbasis zonasi," terangnya.
Dijelaskan Mendikbud, kebijakan zonasi juga mendorong kebijakan redistribusi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di setiap zona untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Setiap sekolah harus mendapatkan guru-guru dengan kualitas yang sama baiknya. Rotasi guru di dalam zona menjadi keniscayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang. "Pemerataan guru diprioritaskan di dalam setiap zona itu. Apabila ternyata masih ada kekurangan, guru akan dirotasi antarzona. Rotasi guru antarkabupaten/kota baru dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang dan tidak ada guru dari dalam kabupaten itu yang tersedia untuk dirotasi," tuturnya.
Mendikbud meminta agar orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB. Ia mengajak para orang tua agar dapat mengubah cara pandang dan pola pikir terkait "sekolah favorit". "Prestasi itu tidak diukur dari asal sekolah, tetapi masing-masing individu anak yang akan menentukan prestasi dan masa depannya. Pada dasarnya setiap anak itu punya keistimewaan dan keunikannya sendiri. Dan kalau itu dikembangkan secara baik itu akan menjadi modal untuk masa depan," ujarnya.
Penulis : tim
Editor : tagor
Edaran yang ditujukan kepada para Kepala Daerah ini bertujuan agar Pemerintah Daerah segera menetapkan kebijakan petunjuk teknis (juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 serta zonasi persekolahan sesuai kewenangan masing-masing.
Salah satu calon siswa di SMA Negeri 4 Pematangsiantar membaca papan Informasi/dok. lintaspublik.com |
Surat edaran yang ditandatangani tanggal 10 April 2019 tersebut di antaranya mengimbau agar pemerintah daerah (pemda) segera menyusun petunjuk teknis PPDB yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dan menyampaikan informasi petunjuk teknis dimaksud kepada Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Kemudian yang kedua agar Pemda, sesuai kewenangannya menetapkan zonasi paling lama satu bulan sebelum pelaksanaan proses PPDB.
"Saya mohon semua pemerintah daerah, baik itu provinsi, kabupaten, ataupun kota dapat mematuhi peraturan yang sudah disepakati bersama. Toh peraturan itu tidak dari pusat saja, tetapi juga dibahas bersama, kita duduk bersama. Sehingga saya berharap peraturan itu bisa dipatuhi," imbau Mendikbud.
Ketiga, memerintahkan dinas pendidikan berkoordinasi dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) setempat dalam melakukan penetapan zonasi. Keempat, memastikan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah di wilayah kerja masing-masing tidak melakukan tindakan jual beli kursi/titipan peserta didik/pungutan liar yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian yang kelima, agar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat melaksanakan PPDB dengan berpedoman pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dan petunjuk teknis PPDB yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah. Keenam, agar memastikan seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah di wilayah kerja masing-masing tidak melakukan tes membaca, menulis,dan berhitung (calistung) dalam seleksi calon peserta didik baru kelas satu Sekolah Dasar (SD).
Dan yang ketujuh, memastikan seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah tidak menjadikan nilai ujian nasional (UN) sebagai syarat seleksi untuk jalur zonasi dan perpindahan tugas orang tua/wali dan UN hanya menjadi syarat administrasi dalam PPDB. “Penggunaan nilai UN sebagai syarat seleksi masuk sekolah dapat membatasi hak anak mendapatkan layanan dasar pendidikan. Kita harus ubah hal ini untuk menekan angka putus sekolah di masyarakat,” dikatakan Staf Ahli Mendikbud bidang Regulasi, Chatarina M. Girsang.
Pengawasan dan Sanksi
Penerapan PPDB yang menyimpang dari Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tidak dibenarkan. Sanksi akan diberikan sesuai peraturan yang berlaku, seperti teguran tertulis sampai dengan penyesuaian alokasi atau penggunaan anggaran pendidikan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, maka pembinaan teknis yang dilakukan oleh Menteri teknis yang membidangi urusan pemerintah pusat yang diserahkan ke pemerintah daerah, meliputi: a. capaian standar pelayanan minimal atas pelayanan dasar; b. ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketaatan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren; c. dampak pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah; dan d. akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren di daerah.
Selain itu, terdapat kesepakatan antara Kemendikbud dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pengendalian penggunaan anggaran pendidikan; khususnya dana yang ditransfer ke daerah.
Nota Keuangan dan APBN Tahun 2019 menunjukkan sebanyak 62,6 persen anggaran pendidikan ditransfer ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Saya sudah bicara dengan bu Menteri Keuangan. Semua instrumen yang ada di Kementerian Keuangan bisa digunakan oleh Kemendikbud untuk mengendalikan distribusi dan alokasi anggaran di provinsi maupun kabupaten atau kota. Terutama untuk memberikan penghargaan untuk daerah yang memiliki kepatuhan tinggi, atau sanksi bagi daerah yang tidak mematuhi," jelas Muhadjir.
Untuk menekan potensi pelanggaran dan mengakomodasi pengaduan masyarakat, Dinas Pendidikan provinsi atau kabupaten/kota diwajibkan mengelola kanal pelaporan untuk menerima laporan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB. Kemendikbud juga telah bekerja sama dengan Ombudsman Republik Indonesia serta Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) untuk mencegah terjadinya praktik penyimpangan/pelanggaran PPDB.
Selain kanal yang dikelola pemerintah daerah, masyarakat juga dapat menyampaikan laporan/pengaduan pelanggaran PPDB di antaranya:
- Unit Layanan Terpadu (ULT) melalui http://ult.kemdikbud.go.id; SMS 0811976929; pengaduan@kemdikbud.go.id
- Posko Pengaduan Itjen melalui http://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id/; SMS/WhatsApp 08119958020
- Saber Pungli melalui hotline 193; SMS 1193; lapor@saberpungli.id
- Ombudsman melalui https://www.ombudsman.go.id/pengaduan; hotline 137.
Zonasi Untuk Pemerataan Pendidikan
Kebijakan zonasi yang diterapkan sejak tahun 2016 menjadi pendekatan baru yang dipilih pemerintah untuk mewujudkan pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
"Kita menggunakan zonasi mulai dari penerimaan siswa baru, terutama untuk memberikan akses yang setara, akses yang adil, kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan ataupun perbedaan status sosial ekonomi. Karena pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah," dikatakan Mendikbud.
Zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB saja, namun juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. "Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, kemudian kualitas sarana prasarana. Semuanya nanti akan ditangani berbasis zonasi," terangnya.
Dijelaskan Mendikbud, kebijakan zonasi juga mendorong kebijakan redistribusi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di setiap zona untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Setiap sekolah harus mendapatkan guru-guru dengan kualitas yang sama baiknya. Rotasi guru di dalam zona menjadi keniscayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang. "Pemerataan guru diprioritaskan di dalam setiap zona itu. Apabila ternyata masih ada kekurangan, guru akan dirotasi antarzona. Rotasi guru antarkabupaten/kota baru dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang dan tidak ada guru dari dalam kabupaten itu yang tersedia untuk dirotasi," tuturnya.
Mendikbud meminta agar orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB. Ia mengajak para orang tua agar dapat mengubah cara pandang dan pola pikir terkait "sekolah favorit". "Prestasi itu tidak diukur dari asal sekolah, tetapi masing-masing individu anak yang akan menentukan prestasi dan masa depannya. Pada dasarnya setiap anak itu punya keistimewaan dan keunikannya sendiri. Dan kalau itu dikembangkan secara baik itu akan menjadi modal untuk masa depan," ujarnya.
Penulis : tim
Editor : tagor
Tidak ada komentar