Prabowo Ditinggalkan Pendukung, Tapi Dipuji Lawan Politik
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Langkah Prabowo Subianto yang bersedia bertemu dan mengucapkan selamat kepada Jokowi, mengundang pro dan kontra. Banyak pendukung Prabowo kecewa dan bahkan mengucapkan sayonara atau selamat tinggal. Di medsos bertebaran ucapan selamat berpisah. Namun, di pihak lain, lawan politik malah memberikan apresiasi yang tinggi.
Ferry (50) yang merupakan pendukung Probowo di Pilpres, meluapkan kekecewaanya dalam akun Facebook. “Prabowo akhirnya memilih bertemu Jokowi. Dia mengabaikan sikap pendukungnya yang menentang pertemuan itu. Mengapa Prabowo sangat cepat melupakan janjinya untuk timbul dan tenggelam bersama rakyat? Bagaimana sejarah akan mencatat Prabowo?,” tulis Ferry, 6 jam lalu.
Ia lantas mengunggah tulisan blogger ternama Hersubeno Arif yang membuat catatan bertajuk: Sayonara Pak Prabowo. Sebelumnya, Hersubeno yang juga wartawan senior itu selalu membuat tulisan bernada dukungan buat Prabowo-Sandi, dan banyak dibaca penggemarnya.
Hersubeno mengungkapkan banyak pendukung Prabowo kecewa. Menurut dia, dalam tulisan tersebut , kubu pendukung paslon 02 menyambut pertemuan tersebut dengan penuh duka dan kecewa. Emak-emak militan banyak yang mewek, kecewa, marah-marah. Patah hati.
Hersu bahkan mengaitkan langkah Prabowo itu dengan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda yang dilakukan dengan tipu daya. Menurut di, lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya pelukis legendaris Indonesia Raden Saleh beredar luas di berbagai platform media sosial.
Netizen menilai kesediaan Prabowo bertemu dengan Jokowi sama dengan peristiwa ketika Pangeran Diponegoro bersedia bertemu penjajah Belanda.
Pertemuan di Magelang yang semula dijanjikan sebagai silaturahmi, berakhir dengan penangkapan Pangeran Diponegoro. Dia dijebak. Berakhirlah Perang Jawa selama lima tahun (1825-1830). Sebuah perang yang menguras sumber daya Belanda. Banyak nyawa pasukan Belanda melayang dan kas VOC terkuras habis. “Entah secara kebetulan setting peristiwanya kok mirip-mirip,” tulisanya.
Penangkapan Pangeran Diponegoro terjadi saat umat Islam merayakan hari raya Idul Fitri. Tanggal 2 Syawal 1245 Hijriah atau 2 Maret 1830. Sementara Prabowo bertemu pada tanggal 10 Dzulkaidah 1440 Hijriah, lebih kurang 40 hari setelah 1 Syawal 1440 Hijriah.
Di satu akun Facebook seorang yang jejak didgitalnya terlihat selalu mendukung Prabowo, setelah pertemuan tersebut, langsung berbelok haluan. Akun Yayat C, menulisakan status singkat tapi sangat jelas maknanya. “Selamat bekerja rakyat Indonesia, selamat tinggal Prabowo, selamat tinggal Gerindra….”
Ternyata, postingan singkat ini menorehkan dua pihak yang perlu ditinggalkan, yakni Prabowo Subianto dan Partai Gerindra. Hal seperti ini, menggambarkan bahwa Prabowo telah dianggap sudah menjadi satu barisan Jokowi, demikian juga Gerindra. Penulis akun sendiri masih belum bisa kalau satu barisan dengan Jokowi.
Ada status-status lain yang menggambarkan hal yang sama. Aa yang menilai, seharusnya Prabowo tidak usah menemui Jokowi, itu tidak perlu. Seperti halnya Megawati dului, setelah kalah di Pilpres tidak pernah menemui SBY yang terpilih jadi Presiden. Pertemuan Prabowo – Jokowi dianggap merugikan Prabowo dan Gerindra.
Konstituen akan kabur ketika Prabowo merapat ke Jokowi, apa pun alassannya. Soal alasan ada yang meraba, telah terjadai hal-hal tertentu di bawah tangan, dan tiada lagi menghiraukan soal pendukung. Ada yang mengingatkan dengan kardus, ini yang menyedihkan.
Analisis di medsos menyatakan, Prabowo rupanya kurang pandai merawat konstituen, dalam hal politik dia selalu kalah dari dulu. Prabowo lebih terlihat sebagai prajurit TNI yang politiknya, politik negara, untuk keutuhan NKRI.
Merawat konstituen tampaknya dilalaikan Prabowo, dan dia tidak seperti Megawati yang mendengarkan konstituen. Soal rekonsiliasi, ada yang bilang, itu urusan pemenang, urusan Jokowi, jadi kenapa Prabowo harus repot-repot mau diajak bertemu. Ini merupakan penaklhukan, dan kekalahan kedua setelah Pilpres 2019.
Dipuji Lawan Politik
Namun, di pihak lain, kubu lawan, menilai bahwa langkah Prabowo dianggap hal yang sangat baik untuk bangsa ini. Politikus Partai Golkar Rizal Mallarangeng. Diamenyebut pertemuan kedua tokoh itu menunjukkan demokrasi Indonesia yang matang.
” Bagus, itu kan sebuah cara untuk menunjukkan demokrasi Indonesia itu demokrasi yang matang dengan segala kelemahan kita yang harus kita perbaiki,” kata Rizal di d’Consulate Resto & Lounge, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/7).
PDIP juga mengapresiasi pertemuan ini. Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira mengatakan mengatakan, ini adalah momen penting yang ditunggu-tunggu rakyat.
“Apa artinya pertemuan ini? Pertama, pertemuan ini menunjukkan sikap negarawan demokratis dua belah pihak, sekaligus pendidikan politik yang baik untuk bangsa Indonesia, bahwa setelah kompetisi yang ‘panas’ sekalipun, baik Jokowi maupun Prabowo rela bertemu, berjabat tangan, ngobrol, dan makan bersama merupakan sarana untuk kembali mengeratkan tali silaturahim anak bangsa,” kata Andreas dalam keterangannya, Sabtu (13/7.
Kedua, lanjut Andreas, tempat pertemuan keduanya terbilang unik dan netral. Stasiun MRT adalah sarana publik yang menunjukkan jiwa egaliter yang merakyat dari Jokowi ataupun Prabowo. “Ketiga, pertemuan di tempat umum seperti ini sekaligus menepis semua isu yang berkembang selama ini, seolah-olah pilpres ini harus diakhiri dengan rekonsiliasi bagi-bagi kursi di pemerintahan,” ucapnya.
Keempat, menurut Andreas, pertemuan ini akan berdampak besar di masyarakat bahwa urusan pilpres sudah selesai. Semua harus kembali hidup rukun sebagai anak bangsa karena Jokowi dan Prabowo sama-sama sepakat agar seluruh warga bersatu serta tidak ada lagi istilah ’01-02′ atau ‘cebong-kampret’.
“Tidak ada lagi ‘cebong’ dan ‘kampret’, yang ada adalah Garuda Pancasila. Sehingga akan jelas kelihatan, siapa yang bermain di air keruh, yang masih mau memanfaatkan agenda pilpres ini untuk memecah belah bangsa Indonesia,” tegasnya.
sumber : posk
Ferry (50) yang merupakan pendukung Probowo di Pilpres, meluapkan kekecewaanya dalam akun Facebook. “Prabowo akhirnya memilih bertemu Jokowi. Dia mengabaikan sikap pendukungnya yang menentang pertemuan itu. Mengapa Prabowo sangat cepat melupakan janjinya untuk timbul dan tenggelam bersama rakyat? Bagaimana sejarah akan mencatat Prabowo?,” tulis Ferry, 6 jam lalu.
Presiden Joko Widodo bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat makan siang bersama di Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7). |
Hersubeno mengungkapkan banyak pendukung Prabowo kecewa. Menurut dia, dalam tulisan tersebut , kubu pendukung paslon 02 menyambut pertemuan tersebut dengan penuh duka dan kecewa. Emak-emak militan banyak yang mewek, kecewa, marah-marah. Patah hati.
Hersu bahkan mengaitkan langkah Prabowo itu dengan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Belanda yang dilakukan dengan tipu daya. Menurut di, lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya pelukis legendaris Indonesia Raden Saleh beredar luas di berbagai platform media sosial.
Netizen menilai kesediaan Prabowo bertemu dengan Jokowi sama dengan peristiwa ketika Pangeran Diponegoro bersedia bertemu penjajah Belanda.
Pertemuan di Magelang yang semula dijanjikan sebagai silaturahmi, berakhir dengan penangkapan Pangeran Diponegoro. Dia dijebak. Berakhirlah Perang Jawa selama lima tahun (1825-1830). Sebuah perang yang menguras sumber daya Belanda. Banyak nyawa pasukan Belanda melayang dan kas VOC terkuras habis. “Entah secara kebetulan setting peristiwanya kok mirip-mirip,” tulisanya.
Penangkapan Pangeran Diponegoro terjadi saat umat Islam merayakan hari raya Idul Fitri. Tanggal 2 Syawal 1245 Hijriah atau 2 Maret 1830. Sementara Prabowo bertemu pada tanggal 10 Dzulkaidah 1440 Hijriah, lebih kurang 40 hari setelah 1 Syawal 1440 Hijriah.
Di satu akun Facebook seorang yang jejak didgitalnya terlihat selalu mendukung Prabowo, setelah pertemuan tersebut, langsung berbelok haluan. Akun Yayat C, menulisakan status singkat tapi sangat jelas maknanya. “Selamat bekerja rakyat Indonesia, selamat tinggal Prabowo, selamat tinggal Gerindra….”
Ternyata, postingan singkat ini menorehkan dua pihak yang perlu ditinggalkan, yakni Prabowo Subianto dan Partai Gerindra. Hal seperti ini, menggambarkan bahwa Prabowo telah dianggap sudah menjadi satu barisan Jokowi, demikian juga Gerindra. Penulis akun sendiri masih belum bisa kalau satu barisan dengan Jokowi.
Ada status-status lain yang menggambarkan hal yang sama. Aa yang menilai, seharusnya Prabowo tidak usah menemui Jokowi, itu tidak perlu. Seperti halnya Megawati dului, setelah kalah di Pilpres tidak pernah menemui SBY yang terpilih jadi Presiden. Pertemuan Prabowo – Jokowi dianggap merugikan Prabowo dan Gerindra.
Konstituen akan kabur ketika Prabowo merapat ke Jokowi, apa pun alassannya. Soal alasan ada yang meraba, telah terjadai hal-hal tertentu di bawah tangan, dan tiada lagi menghiraukan soal pendukung. Ada yang mengingatkan dengan kardus, ini yang menyedihkan.
Analisis di medsos menyatakan, Prabowo rupanya kurang pandai merawat konstituen, dalam hal politik dia selalu kalah dari dulu. Prabowo lebih terlihat sebagai prajurit TNI yang politiknya, politik negara, untuk keutuhan NKRI.
Merawat konstituen tampaknya dilalaikan Prabowo, dan dia tidak seperti Megawati yang mendengarkan konstituen. Soal rekonsiliasi, ada yang bilang, itu urusan pemenang, urusan Jokowi, jadi kenapa Prabowo harus repot-repot mau diajak bertemu. Ini merupakan penaklhukan, dan kekalahan kedua setelah Pilpres 2019.
Dipuji Lawan Politik
Namun, di pihak lain, kubu lawan, menilai bahwa langkah Prabowo dianggap hal yang sangat baik untuk bangsa ini. Politikus Partai Golkar Rizal Mallarangeng. Diamenyebut pertemuan kedua tokoh itu menunjukkan demokrasi Indonesia yang matang.
” Bagus, itu kan sebuah cara untuk menunjukkan demokrasi Indonesia itu demokrasi yang matang dengan segala kelemahan kita yang harus kita perbaiki,” kata Rizal di d’Consulate Resto & Lounge, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/7).
PDIP juga mengapresiasi pertemuan ini. Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira mengatakan mengatakan, ini adalah momen penting yang ditunggu-tunggu rakyat.
“Apa artinya pertemuan ini? Pertama, pertemuan ini menunjukkan sikap negarawan demokratis dua belah pihak, sekaligus pendidikan politik yang baik untuk bangsa Indonesia, bahwa setelah kompetisi yang ‘panas’ sekalipun, baik Jokowi maupun Prabowo rela bertemu, berjabat tangan, ngobrol, dan makan bersama merupakan sarana untuk kembali mengeratkan tali silaturahim anak bangsa,” kata Andreas dalam keterangannya, Sabtu (13/7.
Kedua, lanjut Andreas, tempat pertemuan keduanya terbilang unik dan netral. Stasiun MRT adalah sarana publik yang menunjukkan jiwa egaliter yang merakyat dari Jokowi ataupun Prabowo. “Ketiga, pertemuan di tempat umum seperti ini sekaligus menepis semua isu yang berkembang selama ini, seolah-olah pilpres ini harus diakhiri dengan rekonsiliasi bagi-bagi kursi di pemerintahan,” ucapnya.
Keempat, menurut Andreas, pertemuan ini akan berdampak besar di masyarakat bahwa urusan pilpres sudah selesai. Semua harus kembali hidup rukun sebagai anak bangsa karena Jokowi dan Prabowo sama-sama sepakat agar seluruh warga bersatu serta tidak ada lagi istilah ’01-02′ atau ‘cebong-kampret’.
“Tidak ada lagi ‘cebong’ dan ‘kampret’, yang ada adalah Garuda Pancasila. Sehingga akan jelas kelihatan, siapa yang bermain di air keruh, yang masih mau memanfaatkan agenda pilpres ini untuk memecah belah bangsa Indonesia,” tegasnya.
sumber : posk
Tidak ada komentar