Komplotan Penipu Sasar Pemilik Rumah Mewah Ditangkap Polisi
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Subdit II Harta Benda dan Bangunan Tanah (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya berhasil menangkap komplotan penipuan yang menyasar korban yang hendak menjual rumah mewah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, komplotan tersebut dapat terungkap setelah pihaknya menerima laporan polisi sebanyak tiga laporan selama Maret hingga Juli 2019. Polisi pun bertindak cepat dan meringkus empat tersangka atas kasus tersebut, yakni D, R, S dan A.
Ia mengungkap, komplotan ini berpura-pura membeli rumah korban dengan harga tinggi. Adapun korban yang menjadi sasarannya ialah yang memiliki properti senilai Rp. 15 Miliar bahkan lebih.
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Suyudi menjelaskan, komplotan tersebut memiliki peran masing-masing. Ada yang bertugas mencari korban, menjadi notaris gadungan hingga menyiapkan sertifikat palsu.
“Tersangka D berperan mencari korban yang ingin menjual rumah dan berpura-pura ingin membeli, tersangka R menjadi notaris palsu, tersangka S yang menyediakan sarana dan tempat serta terangka A yang berperan memalsukan sertifikat rumah korban,” kata Suyudi.
“Setelah tersangka bertemu korban terjadi nego dan ada notaris dan deal disitu disepakati harga Rp 87 M. Kemudian mereka sepakat melakukan langkah selanjutnya, mengecek sertifikat korban,” sambungnya.
Dengan tipu dayanya, mereka pun meminta sertifikat rumah korban. Para tersangka beralasan, sertifikat itu digunakan untuk dicek keasliannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sehingga korban pun mempercayai omongan para tersangka.
Padahal, sertifikat asli rumah itu digunakan untuk diagunkan atau digadaikan agar komplotan itu mendapat keuntungan.
“Sertifikat asli dibawa ke fander (bank). Fander mengecek walaupun akhirnya mengeluarkan dana anggaran sebesar Rp 5 miliar. Sertifikat akhirnya diserahkan kembali (ke korban) sertifikatnya dengan keadaan palsu,” jelas Suyudi.
Lebih lanjut ia mengatakan kalau komplotan tersebut bukan kali pertama melancarkan aksinya. Melainkan sudah tiga kali beraksi, yakni di Jalan Raden Patah, Jakarta Selatan, Rp. 87 Miliar, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Rp. 42 Miliar dan Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan, Rp. 15 Miliar.
Namun bukan hanya tiga korban yang telah melapor ke Polda Metro Jaya terkait kasus tersebut, ada sekitar enam perusahaan yang turut melapor perihal transaksi fiktif.
“Ada perusahaan founder datang ke kami ada enam yang lakukan transaksi fiktif dan founder dirugikan hampir Rp 25 M,” jelas Suyudi.
Atas perbuatannya, para tersangka akan dikenakan Pasal 378 KUHP atau 372 KUHP atau 263 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara.
sumber : posk
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, komplotan tersebut dapat terungkap setelah pihaknya menerima laporan polisi sebanyak tiga laporan selama Maret hingga Juli 2019. Polisi pun bertindak cepat dan meringkus empat tersangka atas kasus tersebut, yakni D, R, S dan A.
Ia mengungkap, komplotan ini berpura-pura membeli rumah korban dengan harga tinggi. Adapun korban yang menjadi sasarannya ialah yang memiliki properti senilai Rp. 15 Miliar bahkan lebih.
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Suyudi menjelaskan, komplotan tersebut memiliki peran masing-masing. Ada yang bertugas mencari korban, menjadi notaris gadungan hingga menyiapkan sertifikat palsu.
“Tersangka D berperan mencari korban yang ingin menjual rumah dan berpura-pura ingin membeli, tersangka R menjadi notaris palsu, tersangka S yang menyediakan sarana dan tempat serta terangka A yang berperan memalsukan sertifikat rumah korban,” kata Suyudi.
“Setelah tersangka bertemu korban terjadi nego dan ada notaris dan deal disitu disepakati harga Rp 87 M. Kemudian mereka sepakat melakukan langkah selanjutnya, mengecek sertifikat korban,” sambungnya.
Dengan tipu dayanya, mereka pun meminta sertifikat rumah korban. Para tersangka beralasan, sertifikat itu digunakan untuk dicek keasliannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sehingga korban pun mempercayai omongan para tersangka.
Padahal, sertifikat asli rumah itu digunakan untuk diagunkan atau digadaikan agar komplotan itu mendapat keuntungan.
“Sertifikat asli dibawa ke fander (bank). Fander mengecek walaupun akhirnya mengeluarkan dana anggaran sebesar Rp 5 miliar. Sertifikat akhirnya diserahkan kembali (ke korban) sertifikatnya dengan keadaan palsu,” jelas Suyudi.
Lebih lanjut ia mengatakan kalau komplotan tersebut bukan kali pertama melancarkan aksinya. Melainkan sudah tiga kali beraksi, yakni di Jalan Raden Patah, Jakarta Selatan, Rp. 87 Miliar, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Rp. 42 Miliar dan Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan, Rp. 15 Miliar.
Namun bukan hanya tiga korban yang telah melapor ke Polda Metro Jaya terkait kasus tersebut, ada sekitar enam perusahaan yang turut melapor perihal transaksi fiktif.
“Ada perusahaan founder datang ke kami ada enam yang lakukan transaksi fiktif dan founder dirugikan hampir Rp 25 M,” jelas Suyudi.
Atas perbuatannya, para tersangka akan dikenakan Pasal 378 KUHP atau 372 KUHP atau 263 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara.
sumber : posk
Tidak ada komentar