Tolak Konsep Wisata Halal Kawasan Danau Toba Gubernur Edy Rahmayadi
LINTAS CPUBLIK - MEDAN, Sejumlah elemen yang fokus pada isu yang berkaitan dengan Kawasan Danau Toba (KDT) ramai-ramai menolak pemberlakuan konsep halal yang akan digagas Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi. Salah satu konsep halal itu adalah pelarangan pemotongan babi di sembarang tempat. Hal itu pun ditentang mengingat, wisata di KDT adalah berbasis budaya yang seharusnya dipertahankan sebagai ciri khas.
"Konsep wisata KDT adalah wisata berbasis budaya Batak dan babi itu sebagai simbol adat bagi orang Batak. Justru ciri has ini mesti dipertahankan bahkan dipromosikan sebagai kekayaan kuliner setempat. Harmony dan hospitality di KDT tidak lepas dari babi sebagai objek penting acara adat Batak," ujar Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Maruap Siahaan, Rabu malam (28/8/2019).
Dijelaskannya, tanpa pelarangan itu pun sudah diatur di dalam adat Batak bahwa ada tempat-tempat maupun hidangan yang khusus untuk mereka yang tidak mengkonsumsi babi atau yang disebut parsubang. Parsubang adalah simbol toleransi yang sudah berjalan ratusan tahun. Konsep haram dan halal itu justru akan menimbulkan stigma baru yang membuat kegamangan masyarakat dalam konteks relasi dan interaksi.
Hal sama juga disampaikan Johannes Marbun dari Komunitas Gerakan Cinta Danau Toba. Menurutnya, konsep wisata itu justru harusnya menyediakan kekhasan, keunikan, sehingga wisatawan memiliki pengalaman baru dan menyenangkan.
"Jangan membuat disparitas sehingga merusak kearifan budaya dan menimbulkan perpecahan," katanya.
Penolakan konsep halal-haram itu juga datang dari Aliansi Rakyat Danau Toba (ARDT). Sekretaris Umum ARDT, Efendy Naibaho menolak konsep itu dan menilai apa yang disampaikan Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, hanya buang-buang waktu saja.
Sebelumnya, Edy Rahmayadi mengatakan akan mengembangkan konsep wisata halal di KDT, termasuk melakukan penataan pemotongan hewan berkaki empat (babi). Hal itu untuk mendukung kemajuan pariwisata KDT.
Menurut Edy, tidak perlu dipaksa akan datangnya wisatawan mancanegara dari seantero dunia. Wisman dari Australia misalnya, menurutnya pasti lebih memilih Bali. Tetapi ada wisman terdekat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand. "Yang terjauh pasti masih Cina lah," sebutnya.
Wisman dari negara-negata tetangga itu, harus dipahami soal keinginannya, latar belakang dan adat istiadat, misalnya wisman Malaysia dan Brunei. "Tidak kalian bikin di sana mesjid, tak datang dia (wisman) itu. Sempat potong-potong babi di luar, sekali datang besok tak datang lagi itu," sebut Edy kepada wartawan di kantor gubernur, Jalan Diponegoro, Medan, Kamis (22/8/2019).
sumber : MB
"Konsep wisata KDT adalah wisata berbasis budaya Batak dan babi itu sebagai simbol adat bagi orang Batak. Justru ciri has ini mesti dipertahankan bahkan dipromosikan sebagai kekayaan kuliner setempat. Harmony dan hospitality di KDT tidak lepas dari babi sebagai objek penting acara adat Batak," ujar Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Maruap Siahaan, Rabu malam (28/8/2019).
Danau Toba/dok. danautobacenter.com |
Hal sama juga disampaikan Johannes Marbun dari Komunitas Gerakan Cinta Danau Toba. Menurutnya, konsep wisata itu justru harusnya menyediakan kekhasan, keunikan, sehingga wisatawan memiliki pengalaman baru dan menyenangkan.
"Jangan membuat disparitas sehingga merusak kearifan budaya dan menimbulkan perpecahan," katanya.
Penolakan konsep halal-haram itu juga datang dari Aliansi Rakyat Danau Toba (ARDT). Sekretaris Umum ARDT, Efendy Naibaho menolak konsep itu dan menilai apa yang disampaikan Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi, hanya buang-buang waktu saja.
Sebelumnya, Edy Rahmayadi mengatakan akan mengembangkan konsep wisata halal di KDT, termasuk melakukan penataan pemotongan hewan berkaki empat (babi). Hal itu untuk mendukung kemajuan pariwisata KDT.
Menurut Edy, tidak perlu dipaksa akan datangnya wisatawan mancanegara dari seantero dunia. Wisman dari Australia misalnya, menurutnya pasti lebih memilih Bali. Tetapi ada wisman terdekat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand. "Yang terjauh pasti masih Cina lah," sebutnya.
Wisman dari negara-negata tetangga itu, harus dipahami soal keinginannya, latar belakang dan adat istiadat, misalnya wisman Malaysia dan Brunei. "Tidak kalian bikin di sana mesjid, tak datang dia (wisman) itu. Sempat potong-potong babi di luar, sekali datang besok tak datang lagi itu," sebut Edy kepada wartawan di kantor gubernur, Jalan Diponegoro, Medan, Kamis (22/8/2019).
sumber : MB
Tidak ada komentar