Header Ads

Kontroversi RUU Keamanan Siber : Internet RI Mau Diawasi Seperti di China? Nggak Bisa!

LINTAS PUBLIK, Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) dinilai para pegiat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan kekuasaan besar pada salah satu lembaga negara, dalam hal ini Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN). Indonesia mau seperti China?

Menurut praktisi dan pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya, ada hal yang dilupakan dalam upaya pengesahan RUU Keamanan Siber ini, dimana kewenangan juga harus diikuti oleh sumber daya dan kemampuan untuk menjalankannya.

ilustrasi
"Kalau melihat kondisi Indonesia, struktur internetnya sudah terlanjur bebas dan jalur internetnya juga sangat beragam, mirip dengan negara-negara barat," kata Alfons, dihubungi, Jumat (27/9/2019).

Namun menurutnya, pengawasan dan pembatasan yang ingin dilakukan kelihatannya lebih mengacu pada struktur internet seperti di China. Perlu menjadi catatan, di Negeri Tirai Bambu tersebut, semua jalur internet bisa diawasi dengan baik dan layanan internet untuk rakyat China tidak akan terlalu terganggu, sekalipun diputuskan dari akses internet dunia. Sebabnya, mereka memiliki pengganti untuk hampir semua layanan yang diperlukan.

"Untuk layanan seperti Facebook, Twitter, Google, YouTube dan WhatsApp sekalipun, China punya penggantinya di dalam Negeri Tirai Bambu. Jadi mereka mudah saja melakukan pengawasan atas semua koneksi dan memonitor hal ini. Mereka juga memang sudah sangat mengerti dan mempersiapkan diri dengan sumber daya yang cukup untuk menerapkan ini," urainya.


Mimpi di Siang Bolong

Kembali ke masalah rencana pengesahan RUU KKS, disebutkan Alfons bahwa Indonesia tidak memungkinkan kontrol pengawasan terpusat untuk lalu lintas trafik internet dan komunikasi seluruh rakyatnya.

Tidak seperti China yang struktur internetnya terpusat pada satu pipa, internet Indonesia sudah tergabung dengan jaringan internet dunia. Selain itu, layanan aplikasi populer semuanya menggunakan layanan yang terpusat di negara lain. Sebut saja WhatsApp, Telegram, Instagram, Facebook, Google, Twitter dan layanan populer lainnya.

"Jadi kalau mau menetapkan pembatasan seperti di China rasanya ini seperti mimpi di siang bolong," ketus Alfons.

Andai RUU KKS jadi diterapkan, yang terjadi menurut Alfons adalah badan yang mendapatkan mandat malah tidak akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik, karena aplikasi-aplikasi penting dan produktif yang dibutuhkan para pengguna internet Indonesia belum ada penggantinya.

"Kalau dipaksakan untuk diterapkan, yang ada adalah chaos dan inefisiensi. Kemunduran total bagi dunia internet Indonesia," tegasnya.

Kembali ditegaskan Alfons, pembatasan, pengawasan, dan pengendalian internet untuk jangka panjang di Indonesia tidak akan dapat berjalan dengan baik karena tidak ada layanan pengganti yang bisa diandalkan seperti yang dimiliki China.

"China dapat dikatakan sebagai satu-satunya negara di dunia yang memiliki kemampuan dan struktur internet yang memungkinkan kontrol dan pengawasan seperti yang diinginkan dalam RUU KKS," tutupnya.

sumber  : det 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.