Mendikbud Wajib Baca Putusan MK yang Diketok Mahfud Md Soal Tujuan Pendidikan
LINTAS PUBLIK - JAKARTA, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dipilih Presiden Jokowi guna menyiapkan SDM-SDM yang siap kerja. Di sisi lain, tujuan pendidikan sudah ditorehkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) hingga putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita akan membuat terobosan-terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, yang menyiapkan SDM-SDM yang siap kerja, siap berusaha, yang me-link and match antara pendidikan dan industri nanti di wilayah Mas Nadiem," ucap Jokowi saat menunjuk Nadiem, Rabu (23/10) kemarin.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tujuan pendidikan diulas tuntas oleh Ketua MK kala itu, Mahfud Md. Yaitu pendidikan Indonesia diarahkan untuk memperkuat jati diri nasional.
"Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Mahfud Md sebagaimana dikutip detikcom dari putusan Nomor 5/PUU-X/2012, Minggu (27/10/2019).
Menurut Mahfud Md, ada 4 tujuan pendidikan di Indonesia:
1. Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Melalui pendidikan dan pembudayaan, bangsa Indonesia senantiasa harus berjuang untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia Indonesia berdasarkan pandangan hidup bangsa Indonesia. Setiap perjuangan bangsa harus dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraannya.
3. Pendidikan nasional Indonesia harus berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila yang harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua jenis dan jenjang pendidikan
4. Nilai-nilai tersebut tidak hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan yang ditanamkan tidak hanya pada penguasaan kognitif tetapi yang lebih penting pencapaian afektif.
Pendapat Mahfud Md juga diamini oleh 7 hakim konstitusi lainnya yaitu Anwar Usman, Harjono, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Akil Mochtar, dan Ahmad Fadlil Sumadi. Mereka mengadili soal status Sekolah Berstandar Internasional/Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (SBI/RSBI), apakah sesuai UUD 1945 atau tidak.
Menurut 8 Hakim konstitusi itu, mereka tidak menafikan pentingnya penguasaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris bagi peserta didik agar memiliki daya saing dan kemampuan global. Tetapi menurut Mahkamah istilah 'berstandar Internasional' dalam Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas, dengan pemahaman dan praktik yang menekankan pada penguasaan bahasa asing dalam setiap jenjang dan satuan pendidikan sangat berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia.
"Kehebatan peserta didik yang penekanan tolok ukurnya dengan kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris adalah tidak tepat. Hal demikian bertentangan dengan hakikat pendidikan nasional yang harus menanamkan jiwa nasional dan kepribadian Indonesia kepada anak didik Indonesia. Menurut Mahkamah output pendidikan yang harus menghasilkan siswa-siswa yang memiliki kemampuan untuk bersaing dalam dunia global dan memiliki kemampuan berbahasa asing, tidak harus diberi lebel berstandar internasional," papar Mahfud Md yang kini jadi Menko Polhukam.
Dengan pertimbangan di atas, maka 8 hakim konstitusi--termasuk Mahfud Md-- menghapus SBI/RSBI. Adapun hakim konstitusi Achmad Sodiki lainnya menilai sebaliknya.
"Tujuan pendidikan nasional yang harus membangun kesadaran nasional yang melahirkan manusia Indonesia yang beriman, berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," pungkas Mahfud Md kala itu.
sumber : det
"Kita akan membuat terobosan-terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, yang menyiapkan SDM-SDM yang siap kerja, siap berusaha, yang me-link and match antara pendidikan dan industri nanti di wilayah Mas Nadiem," ucap Jokowi saat menunjuk Nadiem, Rabu (23/10) kemarin.
Nadiem Makarim dan |
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tujuan pendidikan diulas tuntas oleh Ketua MK kala itu, Mahfud Md. Yaitu pendidikan Indonesia diarahkan untuk memperkuat jati diri nasional.
"Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," ujar Mahfud Md sebagaimana dikutip detikcom dari putusan Nomor 5/PUU-X/2012, Minggu (27/10/2019).
Menurut Mahfud Md, ada 4 tujuan pendidikan di Indonesia:
1. Pendidikan harus diarahkan dalam rangka memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa serta tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Melalui pendidikan dan pembudayaan, bangsa Indonesia senantiasa harus berjuang untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia Indonesia berdasarkan pandangan hidup bangsa Indonesia. Setiap perjuangan bangsa harus dijiwai dan dilandasi oleh nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraannya.
3. Pendidikan nasional Indonesia harus berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila yang harus ditanamkan pada peserta didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua jenis dan jenjang pendidikan
4. Nilai-nilai tersebut tidak hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan yang ditanamkan tidak hanya pada penguasaan kognitif tetapi yang lebih penting pencapaian afektif.
Pendapat Mahfud Md juga diamini oleh 7 hakim konstitusi lainnya yaitu Anwar Usman, Harjono, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Akil Mochtar, dan Ahmad Fadlil Sumadi. Mereka mengadili soal status Sekolah Berstandar Internasional/Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (SBI/RSBI), apakah sesuai UUD 1945 atau tidak.
Menurut 8 Hakim konstitusi itu, mereka tidak menafikan pentingnya penguasaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris bagi peserta didik agar memiliki daya saing dan kemampuan global. Tetapi menurut Mahkamah istilah 'berstandar Internasional' dalam Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas, dengan pemahaman dan praktik yang menekankan pada penguasaan bahasa asing dalam setiap jenjang dan satuan pendidikan sangat berpotensi mengikis kebanggaan terhadap bahasa dan budaya nasional Indonesia.
"Kehebatan peserta didik yang penekanan tolok ukurnya dengan kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris adalah tidak tepat. Hal demikian bertentangan dengan hakikat pendidikan nasional yang harus menanamkan jiwa nasional dan kepribadian Indonesia kepada anak didik Indonesia. Menurut Mahkamah output pendidikan yang harus menghasilkan siswa-siswa yang memiliki kemampuan untuk bersaing dalam dunia global dan memiliki kemampuan berbahasa asing, tidak harus diberi lebel berstandar internasional," papar Mahfud Md yang kini jadi Menko Polhukam.
Dengan pertimbangan di atas, maka 8 hakim konstitusi--termasuk Mahfud Md-- menghapus SBI/RSBI. Adapun hakim konstitusi Achmad Sodiki lainnya menilai sebaliknya.
"Tujuan pendidikan nasional yang harus membangun kesadaran nasional yang melahirkan manusia Indonesia yang beriman, berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," pungkas Mahfud Md kala itu.
sumber : det
Tidak ada komentar