Dua Oknum Perangkat Desa Kesandung Perangkat Lunak
SOAL “perangkat lunak” memang sensitip, apa lagi jika praktisinya perangkat desa. Di Sragen, perangkat desa Ngatmin, 36 dan Ngatimi, 23, dipaksa mundur gara-gara kesandung soal “perangkat lunak”. Yang bikin keduanya tambah pusing, sudah minta maaf, tetapi kok proses hukum jalan terus? Direken Ahok, apa?
Di mana-mana skandal asmara karena profesi banyak terjadi. Guru mesum dengan murid, dalang ngeloni sindennya, pak dokter nyuntik perawat, pilot mesum dengan pramugari. Maka kuncinya hanya satu, tergantung kuat mana antara iman dan “si imin”? Jika kuat di iman, selamatlah. Tapi jika “si imin” yang jadi panglima, ya kelar hidup elo.
Di Sumberlawang Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, kisah serupa baru saja terjadi. Perangkat desa Ngatmin dan Ngatimi dipaksa mundur dari jabatannya, karena sudah berulangkali berbuat tidak senonoh. Penduduk tak mau, pamong desa yang mestinya jadi panutan, kok tertangkap basah sedang dua-duaan.
Kisahnya dimulai ketika pamong Ngatmin mulai terkena penyakit mata keranjang beberapa bulan lalu. Sudah diperiksakan ke spesialis mata, pakai fasilitas BPJS pula, tapi dari hasil foto tak ditemukan juga mata keranjang itu.
Lalu bagaimana gejala mata keranjang pamong Ngatmin? Setiap melihat janda Ngatimi sesama perangkat desa, mata jadi jelalatan, lalu ingin selalu bersamanya. Kebetulan profesinya sangat memungkinkan, maka Ngatmin makin sering saja ketemu Ngatimi.
Lama-lama Ngatimi tahu aspirasi urusan bawah Ngatmin. Dasar dia wanita bebas merdeka, dan sejak menjanda setiap malam kedinginan, langsung saja membuka sinyal-sinyal asmaranya sampai 5-6 digit. Tahu dapat lampu hijau, di luar jam tugas di kelurahan, Ngatmin diam bertandang ke rumah Ngatimi.
Namanya orang berkoalisi, ya harus dilanjutkan dengan eksekusi. Dan keduanya melakukan itu tanpa beban, tanpa takut digerebek warga. Alasan kan bisa dibuat, sedang kordinasi pekerjaan desa, kan baru dapat Dana Desa Rp750 juta.
Tapi lama-lama makin nekat. Masak kordinasi urusan pekerjaan kok sampai pukul 24.00, apakah proyek yang mau digarap banyak sekali, pakai pasir Rp52 miliar sebagaimana di Jakarta? Dan ternyata warga sudah mencurigai ke sana. Sejak itu gerak-gerik dua perangkat desa itu selalu diawasi.
Benar saja, beberapa hari lalu tengah malan Ngatmin keluar dari rumah Ngatimi. Langsung saja keduanya digerebek dan kemudian disidangkan di balai desa. Keduanya mengakui perbuatan itu, karenanya minta maaf dan berjanji takkan berbuat lagi. Teryata warga sudah patah arang. Minta maaf bisa diterima, tapi proses hukum jalan terus. Artinya, Ngatmin-Ngatimi harus mundur dari jabatannya.
Tentu saja Ngatmin- Ngatimi pusing 7 keliling. Mereka pikir setelah minta maaf terbuka pada warga, kasusnya di-SP3? Ya nggak lelalu begitu, demi penegakan hukum, permintaan maaf tak menggugurkan proses hukumnya.
Penegakan hukum dengan penegakan burung, ya nggak nyambung.
sumber : posk
Di mana-mana skandal asmara karena profesi banyak terjadi. Guru mesum dengan murid, dalang ngeloni sindennya, pak dokter nyuntik perawat, pilot mesum dengan pramugari. Maka kuncinya hanya satu, tergantung kuat mana antara iman dan “si imin”? Jika kuat di iman, selamatlah. Tapi jika “si imin” yang jadi panglima, ya kelar hidup elo.
Di Sumberlawang Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, kisah serupa baru saja terjadi. Perangkat desa Ngatmin dan Ngatimi dipaksa mundur dari jabatannya, karena sudah berulangkali berbuat tidak senonoh. Penduduk tak mau, pamong desa yang mestinya jadi panutan, kok tertangkap basah sedang dua-duaan.
Kisahnya dimulai ketika pamong Ngatmin mulai terkena penyakit mata keranjang beberapa bulan lalu. Sudah diperiksakan ke spesialis mata, pakai fasilitas BPJS pula, tapi dari hasil foto tak ditemukan juga mata keranjang itu.
Lalu bagaimana gejala mata keranjang pamong Ngatmin? Setiap melihat janda Ngatimi sesama perangkat desa, mata jadi jelalatan, lalu ingin selalu bersamanya. Kebetulan profesinya sangat memungkinkan, maka Ngatmin makin sering saja ketemu Ngatimi.
Lama-lama Ngatimi tahu aspirasi urusan bawah Ngatmin. Dasar dia wanita bebas merdeka, dan sejak menjanda setiap malam kedinginan, langsung saja membuka sinyal-sinyal asmaranya sampai 5-6 digit. Tahu dapat lampu hijau, di luar jam tugas di kelurahan, Ngatmin diam bertandang ke rumah Ngatimi.
Namanya orang berkoalisi, ya harus dilanjutkan dengan eksekusi. Dan keduanya melakukan itu tanpa beban, tanpa takut digerebek warga. Alasan kan bisa dibuat, sedang kordinasi pekerjaan desa, kan baru dapat Dana Desa Rp750 juta.
Tapi lama-lama makin nekat. Masak kordinasi urusan pekerjaan kok sampai pukul 24.00, apakah proyek yang mau digarap banyak sekali, pakai pasir Rp52 miliar sebagaimana di Jakarta? Dan ternyata warga sudah mencurigai ke sana. Sejak itu gerak-gerik dua perangkat desa itu selalu diawasi.
Benar saja, beberapa hari lalu tengah malan Ngatmin keluar dari rumah Ngatimi. Langsung saja keduanya digerebek dan kemudian disidangkan di balai desa. Keduanya mengakui perbuatan itu, karenanya minta maaf dan berjanji takkan berbuat lagi. Teryata warga sudah patah arang. Minta maaf bisa diterima, tapi proses hukum jalan terus. Artinya, Ngatmin-Ngatimi harus mundur dari jabatannya.
Tentu saja Ngatmin- Ngatimi pusing 7 keliling. Mereka pikir setelah minta maaf terbuka pada warga, kasusnya di-SP3? Ya nggak lelalu begitu, demi penegakan hukum, permintaan maaf tak menggugurkan proses hukumnya.
Penegakan hukum dengan penegakan burung, ya nggak nyambung.
sumber : posk
Tidak ada komentar