KBRI Riyadh Berhasil Bebaskan 210 WNI di Saudi dari Denda Rp 23 M
LINTAS PUBLIK - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh berhasil memperjuangkan pemutihan denda melebihi izin tinggal (overstay) bagi 210 warga negara Indonesia (WNI). Bila diakumulasikan, denda bagi 210 orang itu sebesar RP 23 miliar.
Berdasarkan keterangan pers dari KBRI Riyadh, Sabtu (9/11/2019), denda untuk satu orang berkisar SAR 15 ribu hingga SAR 30 ribu atau sekitar Rp 110 juta. Berkat keberhasilan KBRI Riyadh meyakinkan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, maka 210 WNI bebas dari denda tersebut.
"Jika ditotal denda 210 WNI tersebut mencapai sekitar 23 Milyar rupiah. Dengan pertimbangan kemanusiaan dan latar belakang ekonomi, Pemerintah Arab Saudi bersedia memutihkan denda tersebut dan memberikan izin keluar (exit permit) untuk para WNI," tegas Duta Besar RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel.
Pemutihan denda akan dilakukan pemerintah Arab Saudi terhadap para WNI itu. Selanjutnya, KBRI akan memulangkan mereka ke Tanah Air.
Selain itu, Agus juga menjelaskan rumah singgah RUHAMA KBRI Riyadh makin sesak melebihi daya tampung. Ada 203 orang per 30 Oktober 2019 di rumah singgah. Mayoritas penghuni adalah WNI yang datang dengan visa syarikah/perusahaan atau ziarah/kunjungan. Mereka semua menjadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dengan berbagai modus.
"Saya mendapatkan kafalah/sponsor dari syarikah/perusahaan dengan visa kerja sebagai cleaning service ," ujar AA, WNI asal Jabar. Sebagai petugas kebersihan, menurutnya, ia akan dipekerjakan di gedung-gedung pemerintah atau swasta dengan jam kerja tertentu," kata Kordinator Perlindungan Warga KBRI Riyadh, Raden Ahmad Arief.
Kenyataannya, WNI tersebut dipekerjaan kepada perorangan di Saudi, bukan bekerja di perkantoran. Salah seorang WNI, AA, mengeluh bekerja tanpa hari libur dan tak memiliki jam kerja yang tetap. Ada pula SH, WNI asal Sukabumi, yang kesulitan menagih upah dari majikannya.
"Saya memang sulit untuk menuntut karena tidak memiliki landasan hukum," kata SH.
Banyak dari WNI yang bernasib malang itu kemudian melarikan diri dari tempat kerjanya dan meminta perlindungannya ke KBRI Riyadh. Agus menginstruksikan agar semua staf KBRI menempuh segala cara untuk melindungi para WNI yang terlunta-lunta itu. Agus sendiri kaget dan sedih ketika menjumpai para penghuni rumah singgah KBRI ternyata ada beberapa yang merupakan alumni PTN dan PTAIN ternama.
"Sebagai orang yang pernah menjadi staf pengajar di kampus selama 27 tahun, saya merasa terenyuh melihat para pemegang ijazah S1 bernasib kurang beruntung di Arab Saudi," kata Agus.
sumber : det
Berdasarkan keterangan pers dari KBRI Riyadh, Sabtu (9/11/2019), denda untuk satu orang berkisar SAR 15 ribu hingga SAR 30 ribu atau sekitar Rp 110 juta. Berkat keberhasilan KBRI Riyadh meyakinkan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, maka 210 WNI bebas dari denda tersebut.
"Jika ditotal denda 210 WNI tersebut mencapai sekitar 23 Milyar rupiah. Dengan pertimbangan kemanusiaan dan latar belakang ekonomi, Pemerintah Arab Saudi bersedia memutihkan denda tersebut dan memberikan izin keluar (exit permit) untuk para WNI," tegas Duta Besar RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel.
KBR Riyadh (Dok KBRI Riyadh) |
Selain itu, Agus juga menjelaskan rumah singgah RUHAMA KBRI Riyadh makin sesak melebihi daya tampung. Ada 203 orang per 30 Oktober 2019 di rumah singgah. Mayoritas penghuni adalah WNI yang datang dengan visa syarikah/perusahaan atau ziarah/kunjungan. Mereka semua menjadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dengan berbagai modus.
"Saya mendapatkan kafalah/sponsor dari syarikah/perusahaan dengan visa kerja sebagai cleaning service ," ujar AA, WNI asal Jabar. Sebagai petugas kebersihan, menurutnya, ia akan dipekerjakan di gedung-gedung pemerintah atau swasta dengan jam kerja tertentu," kata Kordinator Perlindungan Warga KBRI Riyadh, Raden Ahmad Arief.
Kenyataannya, WNI tersebut dipekerjaan kepada perorangan di Saudi, bukan bekerja di perkantoran. Salah seorang WNI, AA, mengeluh bekerja tanpa hari libur dan tak memiliki jam kerja yang tetap. Ada pula SH, WNI asal Sukabumi, yang kesulitan menagih upah dari majikannya.
"Saya memang sulit untuk menuntut karena tidak memiliki landasan hukum," kata SH.
Banyak dari WNI yang bernasib malang itu kemudian melarikan diri dari tempat kerjanya dan meminta perlindungannya ke KBRI Riyadh. Agus menginstruksikan agar semua staf KBRI menempuh segala cara untuk melindungi para WNI yang terlunta-lunta itu. Agus sendiri kaget dan sedih ketika menjumpai para penghuni rumah singgah KBRI ternyata ada beberapa yang merupakan alumni PTN dan PTAIN ternama.
"Sebagai orang yang pernah menjadi staf pengajar di kampus selama 27 tahun, saya merasa terenyuh melihat para pemegang ijazah S1 bernasib kurang beruntung di Arab Saudi," kata Agus.
sumber : det
Tidak ada komentar