Hadiah Pegawai Lapas, WBP Nasrani Natal Pertama di Gereja, Porman Siregar : Saya Tidak Setuju Salib Dipindah-pindahkan
LINTAS PUBLIK-SIMALUNGUN, Lapas Kelas IIA Pematangsiantar merayakan Natal dengan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) beragama Kristen, Sabtu (28/12/2019).
Natal tersebut sangat spesial karena dirayakan untuk pertama kalinya di Gereja. Di mana sebelumnya, Natal dirayakan di lapangan terbuka.
Dalam kata sambutannya, Kalapas kelas 2A Pematangsiantar, Porman Siregar mengatakan gedung gereja tersebut merupakan hadiah dalam perayaan Natal bagi WBP.
"Kalau Natal sebelumnya diadakan di lapangan terbuka, sekarang berbeda, diadakan di dalam gereja," katanya dihadapkan ratusan WBP dan tamu undangan sembari mengutarakan rasa haru yang membuat diri menangis mengenai sejarah berdirinya gedung gereja di dalam Lapas.
Kalapas menjelaskan bahwa jumlah WBP di Lapas Kelas IIA Pematangsiantar berkisar 2.083 orang. Dan, sekitar 700 orang merupakan Kristen. Jumlah ini tidak sebanding dengan gedung gereja lama, yang layaknya ruang doa hanya berkapasitas sekitar 35 orang.
Kalapas mengisahkan awal berdirinya Gereja karena tidak sepakat salib kerap dibongkar pasang kala ibadah.
Porman Siregar mengakui, saat ibadah digelar di Lapas, dalam bentuk pembinaan rohani secara rutin kepada WBP, gedung Aula dijadikan sarana alternatif sehingga di ruangan ini salib harus dibongkar pasang.
"Nah, kalau ada kegiatan ibadah baru di tempel salib, sesudah itu salib dicopot lagi. Secara pribadi saya tidak setuju salib dipindah-pindahkan, kemudian disimpan secara berulangkali hanya karena gedung gereja tidak ada," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Porman Siregar sendiri beragama Islam, tapi selaku Kalapas mengambil kebijakan mendirikan bangunan gereja dengan dana yang dikumpulkan melalui sukarela pegawai. "Awalnya saya merenung, kemudian saya kumpulkan semua pegawai untuk sama-sama menyumbangkan uang membangun gereja," jelasnya.
Porman Siregar tak lupa menegaskan agar WBP mentaati aturan. Pada setiap pengarahan yang disampaikan ke WBP, ditegaskan bahwa jika masih melanggar aturan, undang-undang maka Kalapas akan mencabut segala hak-hak warga binaan. Walau terbatas dengan alat penunjang, upaya menekan masuknya barang-barang yang dilarang dipergunakan di Lapas terus ditingkatkan.
"Saya tidak pernah membiarkan pelanggaran, menggunakan HP di dalam Lapas, apalagi menggunakan atau mengedarkan narkoba. Secara pribadi, saya tidak pernah bawa HP ke blok Lapas karena saya tahu peraturan,"katanya.
Sementara Hiras Silalahi, humas Lapas mejelaskan gedung gereja dibangun murni dana pegawai, tidak ada bantuan Pemerintah daerah. Gedung gereja itu dibangun bernila Rp 300 juta lebih.
Bangunan Gereja bisa berdiri kokoh atas respon positif dari seluruh pegawai, dimana dengan rasa kebersamaan seluruh pegawai menyumbangkan sebagian dari gaji, bahkan ada dari hasil usaha pribadi beberapa pegawai. Total pegawai di Lapas ada 135 orang dan mereka menyumbangkan gaji mulai bulan April hingga Desember 2019
"Kami tidak pernah membuat proposal ke Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun untuk mendanai bangunan gereja,"ucapnya sembari mendorong peran serta pihak gereja atau pendeta yang melayani selama terus mampu memotivasi WBP hidup dengan karakter baru karena WBP ibarat orang yang sedang dalam gua kegelapan, butuh lampu penerang.
Ditambahkan Hiras, selain gedung gereja, Mesjid juga dibangun dengan pola yang sama. Pembangunan tempat beribadah menjadi bagian penting sebagai wadah untuk membawa WBP pada karakter yang taat hukum Indonesia dan taat ajaran agama masing-masing WBP.
Secara tidak langsung, pihaknya juga ingin membangun karakter untuk saling menghormati antar warga binaan yang berbeda agama, cara yang dilakukan adalah pembangunan Gereja, Mesjid dan Vihara saling berdekatan. Setiap hari ia mendorong setiap WBP beribadah sesuai agama masing-masing.
"Kita berusaha melayani sebaik mungkin agar tercipta rasa nyaman, aman dan damai bagi semua WBP. Dan saya selalu sampaikan ke warga binaan agar beribadah sungguh-sungguh, yang Kristen ke Gereja, muslim ke Mesjid" jelasnya.
Sebelumnya, Ketua panitia Natal Lapas Klas II Pematangsiantar, Toni Nainggolan mengatakan bahwa rangkaian natal telah dilakukan dalam berbagai kegiatan, mulai dari Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) dan melibatkan WBP mengisi acara natal Oikumene yaitu membawakan lagu koor.
Sebagaimana tema yang diangkat pada natal ini adalah hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang, ini bentuk kebersamaan yang dibangun sebagai karakter buat setiap WBP ajar saling menghargai, menghormati perbedaan guna membawa kemajuan.
"Sebelum tema ini kita angkat, kita sudah terlebih dahulu membuktikan bahwa kita adalah sahabat yakni gedung gereja dan mesjid serta vihara dibangun berdampingan. Melalui natal kali ini kita tingkatkan persahahatan diantara kita demi terwujudnya kinerja yang baik," jelasnya.
Penulis. : franky
Editor. : tagor
Natal tersebut sangat spesial karena dirayakan untuk pertama kalinya di Gereja. Di mana sebelumnya, Natal dirayakan di lapangan terbuka.
Bangunan Gereja yang dibangun dari partisipasi Pegawai Lapas Kelas IIA Pematangsiantar baik yang beragama Islam dan Kristen. Partisipasi pegawai tersebut adalah sukarela |
"Kalau Natal sebelumnya diadakan di lapangan terbuka, sekarang berbeda, diadakan di dalam gereja," katanya dihadapkan ratusan WBP dan tamu undangan sembari mengutarakan rasa haru yang membuat diri menangis mengenai sejarah berdirinya gedung gereja di dalam Lapas.
Kalapas menjelaskan bahwa jumlah WBP di Lapas Kelas IIA Pematangsiantar berkisar 2.083 orang. Dan, sekitar 700 orang merupakan Kristen. Jumlah ini tidak sebanding dengan gedung gereja lama, yang layaknya ruang doa hanya berkapasitas sekitar 35 orang.
Kalapas mengisahkan awal berdirinya Gereja karena tidak sepakat salib kerap dibongkar pasang kala ibadah.
Porman Siregar mengakui, saat ibadah digelar di Lapas, dalam bentuk pembinaan rohani secara rutin kepada WBP, gedung Aula dijadikan sarana alternatif sehingga di ruangan ini salib harus dibongkar pasang.
Perayaan Natal WBP Nasrani pertama kali dilakukan di Gereja |
Sebagaimana diketahui, Porman Siregar sendiri beragama Islam, tapi selaku Kalapas mengambil kebijakan mendirikan bangunan gereja dengan dana yang dikumpulkan melalui sukarela pegawai. "Awalnya saya merenung, kemudian saya kumpulkan semua pegawai untuk sama-sama menyumbangkan uang membangun gereja," jelasnya.
Porman Siregar tak lupa menegaskan agar WBP mentaati aturan. Pada setiap pengarahan yang disampaikan ke WBP, ditegaskan bahwa jika masih melanggar aturan, undang-undang maka Kalapas akan mencabut segala hak-hak warga binaan. Walau terbatas dengan alat penunjang, upaya menekan masuknya barang-barang yang dilarang dipergunakan di Lapas terus ditingkatkan.
"Saya tidak pernah membiarkan pelanggaran, menggunakan HP di dalam Lapas, apalagi menggunakan atau mengedarkan narkoba. Secara pribadi, saya tidak pernah bawa HP ke blok Lapas karena saya tahu peraturan,"katanya.
Sementara Hiras Silalahi, humas Lapas mejelaskan gedung gereja dibangun murni dana pegawai, tidak ada bantuan Pemerintah daerah. Gedung gereja itu dibangun bernila Rp 300 juta lebih.
Bangunan Gereja bisa berdiri kokoh atas respon positif dari seluruh pegawai, dimana dengan rasa kebersamaan seluruh pegawai menyumbangkan sebagian dari gaji, bahkan ada dari hasil usaha pribadi beberapa pegawai. Total pegawai di Lapas ada 135 orang dan mereka menyumbangkan gaji mulai bulan April hingga Desember 2019
"Kami tidak pernah membuat proposal ke Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun untuk mendanai bangunan gereja,"ucapnya sembari mendorong peran serta pihak gereja atau pendeta yang melayani selama terus mampu memotivasi WBP hidup dengan karakter baru karena WBP ibarat orang yang sedang dalam gua kegelapan, butuh lampu penerang.
Ditambahkan Hiras, selain gedung gereja, Mesjid juga dibangun dengan pola yang sama. Pembangunan tempat beribadah menjadi bagian penting sebagai wadah untuk membawa WBP pada karakter yang taat hukum Indonesia dan taat ajaran agama masing-masing WBP.
Secara tidak langsung, pihaknya juga ingin membangun karakter untuk saling menghormati antar warga binaan yang berbeda agama, cara yang dilakukan adalah pembangunan Gereja, Mesjid dan Vihara saling berdekatan. Setiap hari ia mendorong setiap WBP beribadah sesuai agama masing-masing.
"Kita berusaha melayani sebaik mungkin agar tercipta rasa nyaman, aman dan damai bagi semua WBP. Dan saya selalu sampaikan ke warga binaan agar beribadah sungguh-sungguh, yang Kristen ke Gereja, muslim ke Mesjid" jelasnya.
Sebelumnya, Ketua panitia Natal Lapas Klas II Pematangsiantar, Toni Nainggolan mengatakan bahwa rangkaian natal telah dilakukan dalam berbagai kegiatan, mulai dari Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) dan melibatkan WBP mengisi acara natal Oikumene yaitu membawakan lagu koor.
Sebagaimana tema yang diangkat pada natal ini adalah hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang, ini bentuk kebersamaan yang dibangun sebagai karakter buat setiap WBP ajar saling menghargai, menghormati perbedaan guna membawa kemajuan.
"Sebelum tema ini kita angkat, kita sudah terlebih dahulu membuktikan bahwa kita adalah sahabat yakni gedung gereja dan mesjid serta vihara dibangun berdampingan. Melalui natal kali ini kita tingkatkan persahahatan diantara kita demi terwujudnya kinerja yang baik," jelasnya.
Penulis. : franky
Editor. : tagor
Tidak ada komentar