Jaksa KPK: Isa Ansyari Suap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin Rp 530 Juta
LINTAS PUBLIK, Di antaranya sebesar Rp 20 juta sebanyak 4 kali hingga seluruhnya berjumlah Rp 80 juta lalu sebesar Rp 200 juta, sebesar Rp 200 juta dan sebesar Rp 50 jufa hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp 530 juta kepada Dzulmi Eldin.
"Terdakwa melakukan aksinya bersama-sama Samsul Fitri selaku Kepala Sub Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan," tutur Jaksa KPK lainnya Iskandar Marwanto.
Menurut jaksa, maksud penyuapan tersebut agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu selaku Wali Kota Medan mempertahankan jabatan terdakwa selaku Kadis PU Kota Medan dengan menerima imbalan uang yang tidak sah dari terdakwa untuk kepentingan Walikota.
Awalnya kasus bermula pada, 6 Februari 2019 di mana selaku Kadis PU mengelola anggaran fisik senilai sekira Rp 420.000.000.000 dalam mengelola anggaran Dinas PU tersebut, sejak bulan Maret 2019 terdakwa mulai mendapatkan pemasukan uang di luar penghasilan yang sah.
"Selanjutnya terdakwa Isa agar dianggap loyal kepada Wali kota kemudian ikut membiayai kegiatan operasional Dzulmi Eldin dengan menggunakan uang yang diperolehnya tersebut," tutur Jaksa.
Lalu pada, Maret 2019 Samsul Fitri (orang kepercayaan Dzulmi Eldin) menemui terdakwa di Hotel Aston Medan dan meminta bantuan uang kepada terdakwa apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional Walikota Medan yang tidak ditanggung oleh APBD (dana non budgeter).
Sebagai bentuk loyalitas terdakwa Isa kepada walikota maka terdakwa menyanggupinya, sehingga ketika Samsul Fitri menyampaikan adanya kebutuhan operasional Walikota Medan, terdakwa lalu menyerahkan uang kepada, Dzulmi Eldin melalui Samsul Fitri di bulan Maret, April, Mei dan Juni 2019 masing-masing sebesar Rp20 juta.
"Demikian pula ketika ada kebutuhan operasional Dzulmi terkait rencana menghadiri undangan acara perayaan ulang tahun ke-30 “Program Sister City” antara Kota Medan dengan Kota Ichikawa yang akan dilaksanakan pada, 15 sampai dengan 18 Juli 2019 di Jepang," beber Jaksa.
Diketahui rombongan terdiri dari, Dzulmi Eldin, Rita Maharani, Samsul Fitri, Andika Suhartono, Fitra Azmayanti Nasution, Musaddad, Iswar S, Suherman, T. Edriansyah Rendy, Rania Kamila, Hafni Hanum, Tandeanus, Vincent dan Amanda Syaputra Batubara, yang akan difasilitasi oleh ERNI Tour &Travel.
Saat itu Samsul Fitri meminta kepada terdakwa untuk menyediakan sejumlah uang dan terdakwa Isa menyanggupinya.
Lalu pada Juni 2019 Samsul Fitri melakukan penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang tersebut dan ternyata dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp1.5 miliar.
"Sedangkan APBD kota Medan mengalokasikan dana hanya sebesar Rp 500.000.000,00 padahal saat itu harus segera membayar uang muka sebesar Rp 800.000.000,00 kepada ERNI Tour & Travel," tuturnya.
Lalu Samsul Fitri kemudian melaporkan permasalahan tersebut kepada Walikota yang selanjutnya memerintahkan Samsul Fitri untuk meminta bantuan dana kepada Iswar selaku Kadishub dan Suherman selaku Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan sebagai Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ikut dalam rombongan ke Jepang tersebut, serta kepada terdakwa Isa selaku Kadis PU Kota Medan.
Setelah itu Samsul bersama Andika (Staf Samsul Fitri) pada Juli 2019 menemui terdakwa di ruang kerja Kadis PU Kota Medan Jalan Pinang Baris Nomor 114-C Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan, menyampaikan kebutuhan dana operasional Walikota Medan untuk kunjungan ke Jepang sebesar Rp 200 juta dan terdakwa menyanggupinya.
"Keesokan harinya bertempat di rumah terdakwa, Isa menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta untuk Dzulmi Eldin melalui Andika Suhartono, lalu Andika menukarkan uang tersebut menjadi mata uang Yen di Money Changer Gembira Kampung Keling dekat SUN Plaza Medan," jelas Jaksa KPK ini lagi.
Setelah itu, pada 14 Juli 2019 uang tersebut diserahkan kepada Samsul Fitri di ruang kerjanya. Lalu Samsul Fitri lalu melaporkan kepada Dzulmi Eldin di rumah Dinas Walikota perihal penerimaan uang dari terdakwa sejumlah Rp 200 juta dalam bentuk mata uang Yen dan penerimaan uang dari Kepala OPD lainnya berjumlah sebesar Rp 800 juta.
"Atas laporan tersebut, Dzulmi Eldin meminta kepada Samsul Fitri untuk menyimpan dan mempergunakan uang tersebut selama kunjungan di Jepang yang berlangsung pada tanggal 15 sampai dengan 18 Juli 2019," tutur Jaksa.
Setelah pelaksanaan kunjungan ke Jepang selesai, lalu pada Oktober 2019, Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri mendapat informasi dari Tandeanus selaku pemilik ERNI Tour& Travel bahwa masih ada hutang sejumlah Rp 900 juta.
Atas informasi tersebut, Dzulmi Eldin memerintahkan Samsul untuk meminta tambahan dana kepada Iswar dan Suherman serta Kepala OPD lainnya termasuk kepada terdakwa, dengan rencana permintaan dana yang disetujui oleh Dzulmi Eldin.
"Suherman selaku Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan sejumlah Rp 200 juta, Iswar Lubis selaku Kepala Dinas Perhubungan sejumlah Rp 200 juta dan terdakwa Isa sejumlah Rp250 juta," jelas Jaksa.
Lalu Benny Iskandar selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang sejumlah Rp 250 juta dan Johan selaku Sekretaris Dinas Pendidikan sejumlah Rp100 juta dan Edwin Effendi selaku Kepala Dinas Kesehatan sejumlah Rp 100 juta.
Menindaklanjuti rencana permintaan dana tersebut, Samsul Fitri pada, Minggu, 13 Oktober 2019 sekira pukul 13.00 WIB menemui terdakwa di rumahnya menyampaikan bahwa, Dzulmi Eldin memerlukan dana dengan mengatakan “pak, ada keperluan, mohon bantuan dua ratus lima puluh juta rupiah”, dan terdakwa Isa menyanggupinya.
Terdakwa pada, Senin, 14 Oktober 2019 kembali dihubungi Samsul yang menanyakan perihal realisasi uang yang dijanjikannya dan terdakwa menyampaikan akan memberikan uang tersebut esok harinya.
"Atas penyampaian terdakwa tersebut, Samsul Fitri meminta terdakwa untuk menyerahkannya melalui rekening Bank BCA milik Mahyudi yang merupakan ayah kandung M. Aidil Putra Pratama yang menjabat sebagai ajudan Walikota Medan," jelas Jaksa KPK Zainal Abidin.
Setelah itu, terdakwa Isa pada Selasa, 15 Oktober 2019 menyerahkan uang kepada Dzulmi Eldin dengan cara datang ke Bank Sumut Cabang Kampung Baru Kota Medan dan mentransfer uang sebesar Rp 200 juta dari rekening Bank Sumut Cabang Kampung Baru Kota Medan nomor 10202090015236 milik terdakwa ke rekening BCA nomor 8430228359 atas nama Mahyudi.
Lalu Samsul Fitri kemudian memerintahkan M. Aidil Putra untuk menarik tunai uang sebesar Rp 200 juta dan menyerahkannya kepada Sultan untuk disimpan dalam brankas protokoler sebagai dana non budgeter operasional Walikota di Kantor Pemerintah Kota Medan.
"Terdakwa Isa sekitar pukul 15.50 WIB berada di Café Coffeebox dihubungi oleh Andika Suhartono menanyakan kekurangan uang sebesar Rp50 juta. Terdakwa kemudian meminta Andika untuk datang ke rumahnya guna mengambil kekurangan uang tersebut," jelasnya.
Atas penyampaian terdakwa, Andika pada sekitar 20.30 WIB datang ke rumah terdakwa dengan mengendarai mobil Avanza Silver BK 102 BL, lalu terdakwa menyerahkan kekurangan uang sebesar Rp 50 juta kepada Andika untuk Dzulmi Eldin yang dimasukkan ke dalam 1 kantong kresek warna hitam dengan mengatakan “ini titip sama Samsul”.
Beberapa waktu kemudian terdakwa, Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri ditangkap oleh Petugas KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bahwa perbuatan terdakwa memberi sesuatu berupa uang seluruhnya berjumlah Rp530 juta kepada Dzulmi Eldin selaku Walikota Medan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
sumber. : MB
"Terdakwa melakukan aksinya bersama-sama Samsul Fitri selaku Kepala Sub Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan," tutur Jaksa KPK lainnya Iskandar Marwanto.
Menurut jaksa, maksud penyuapan tersebut agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu selaku Wali Kota Medan mempertahankan jabatan terdakwa selaku Kadis PU Kota Medan dengan menerima imbalan uang yang tidak sah dari terdakwa untuk kepentingan Walikota.
Ilustrasi |
"Selanjutnya terdakwa Isa agar dianggap loyal kepada Wali kota kemudian ikut membiayai kegiatan operasional Dzulmi Eldin dengan menggunakan uang yang diperolehnya tersebut," tutur Jaksa.
Lalu pada, Maret 2019 Samsul Fitri (orang kepercayaan Dzulmi Eldin) menemui terdakwa di Hotel Aston Medan dan meminta bantuan uang kepada terdakwa apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional Walikota Medan yang tidak ditanggung oleh APBD (dana non budgeter).
Sebagai bentuk loyalitas terdakwa Isa kepada walikota maka terdakwa menyanggupinya, sehingga ketika Samsul Fitri menyampaikan adanya kebutuhan operasional Walikota Medan, terdakwa lalu menyerahkan uang kepada, Dzulmi Eldin melalui Samsul Fitri di bulan Maret, April, Mei dan Juni 2019 masing-masing sebesar Rp20 juta.
"Demikian pula ketika ada kebutuhan operasional Dzulmi terkait rencana menghadiri undangan acara perayaan ulang tahun ke-30 “Program Sister City” antara Kota Medan dengan Kota Ichikawa yang akan dilaksanakan pada, 15 sampai dengan 18 Juli 2019 di Jepang," beber Jaksa.
Diketahui rombongan terdiri dari, Dzulmi Eldin, Rita Maharani, Samsul Fitri, Andika Suhartono, Fitra Azmayanti Nasution, Musaddad, Iswar S, Suherman, T. Edriansyah Rendy, Rania Kamila, Hafni Hanum, Tandeanus, Vincent dan Amanda Syaputra Batubara, yang akan difasilitasi oleh ERNI Tour &Travel.
Saat itu Samsul Fitri meminta kepada terdakwa untuk menyediakan sejumlah uang dan terdakwa Isa menyanggupinya.
Lalu pada Juni 2019 Samsul Fitri melakukan penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang tersebut dan ternyata dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp1.5 miliar.
"Sedangkan APBD kota Medan mengalokasikan dana hanya sebesar Rp 500.000.000,00 padahal saat itu harus segera membayar uang muka sebesar Rp 800.000.000,00 kepada ERNI Tour & Travel," tuturnya.
Lalu Samsul Fitri kemudian melaporkan permasalahan tersebut kepada Walikota yang selanjutnya memerintahkan Samsul Fitri untuk meminta bantuan dana kepada Iswar selaku Kadishub dan Suherman selaku Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan sebagai Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ikut dalam rombongan ke Jepang tersebut, serta kepada terdakwa Isa selaku Kadis PU Kota Medan.
Setelah itu Samsul bersama Andika (Staf Samsul Fitri) pada Juli 2019 menemui terdakwa di ruang kerja Kadis PU Kota Medan Jalan Pinang Baris Nomor 114-C Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan, menyampaikan kebutuhan dana operasional Walikota Medan untuk kunjungan ke Jepang sebesar Rp 200 juta dan terdakwa menyanggupinya.
"Keesokan harinya bertempat di rumah terdakwa, Isa menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta untuk Dzulmi Eldin melalui Andika Suhartono, lalu Andika menukarkan uang tersebut menjadi mata uang Yen di Money Changer Gembira Kampung Keling dekat SUN Plaza Medan," jelas Jaksa KPK ini lagi.
Setelah itu, pada 14 Juli 2019 uang tersebut diserahkan kepada Samsul Fitri di ruang kerjanya. Lalu Samsul Fitri lalu melaporkan kepada Dzulmi Eldin di rumah Dinas Walikota perihal penerimaan uang dari terdakwa sejumlah Rp 200 juta dalam bentuk mata uang Yen dan penerimaan uang dari Kepala OPD lainnya berjumlah sebesar Rp 800 juta.
"Atas laporan tersebut, Dzulmi Eldin meminta kepada Samsul Fitri untuk menyimpan dan mempergunakan uang tersebut selama kunjungan di Jepang yang berlangsung pada tanggal 15 sampai dengan 18 Juli 2019," tutur Jaksa.
Setelah pelaksanaan kunjungan ke Jepang selesai, lalu pada Oktober 2019, Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri mendapat informasi dari Tandeanus selaku pemilik ERNI Tour& Travel bahwa masih ada hutang sejumlah Rp 900 juta.
Atas informasi tersebut, Dzulmi Eldin memerintahkan Samsul untuk meminta tambahan dana kepada Iswar dan Suherman serta Kepala OPD lainnya termasuk kepada terdakwa, dengan rencana permintaan dana yang disetujui oleh Dzulmi Eldin.
"Suherman selaku Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan sejumlah Rp 200 juta, Iswar Lubis selaku Kepala Dinas Perhubungan sejumlah Rp 200 juta dan terdakwa Isa sejumlah Rp250 juta," jelas Jaksa.
Lalu Benny Iskandar selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang sejumlah Rp 250 juta dan Johan selaku Sekretaris Dinas Pendidikan sejumlah Rp100 juta dan Edwin Effendi selaku Kepala Dinas Kesehatan sejumlah Rp 100 juta.
Menindaklanjuti rencana permintaan dana tersebut, Samsul Fitri pada, Minggu, 13 Oktober 2019 sekira pukul 13.00 WIB menemui terdakwa di rumahnya menyampaikan bahwa, Dzulmi Eldin memerlukan dana dengan mengatakan “pak, ada keperluan, mohon bantuan dua ratus lima puluh juta rupiah”, dan terdakwa Isa menyanggupinya.
Terdakwa pada, Senin, 14 Oktober 2019 kembali dihubungi Samsul yang menanyakan perihal realisasi uang yang dijanjikannya dan terdakwa menyampaikan akan memberikan uang tersebut esok harinya.
"Atas penyampaian terdakwa tersebut, Samsul Fitri meminta terdakwa untuk menyerahkannya melalui rekening Bank BCA milik Mahyudi yang merupakan ayah kandung M. Aidil Putra Pratama yang menjabat sebagai ajudan Walikota Medan," jelas Jaksa KPK Zainal Abidin.
Setelah itu, terdakwa Isa pada Selasa, 15 Oktober 2019 menyerahkan uang kepada Dzulmi Eldin dengan cara datang ke Bank Sumut Cabang Kampung Baru Kota Medan dan mentransfer uang sebesar Rp 200 juta dari rekening Bank Sumut Cabang Kampung Baru Kota Medan nomor 10202090015236 milik terdakwa ke rekening BCA nomor 8430228359 atas nama Mahyudi.
Lalu Samsul Fitri kemudian memerintahkan M. Aidil Putra untuk menarik tunai uang sebesar Rp 200 juta dan menyerahkannya kepada Sultan untuk disimpan dalam brankas protokoler sebagai dana non budgeter operasional Walikota di Kantor Pemerintah Kota Medan.
"Terdakwa Isa sekitar pukul 15.50 WIB berada di Café Coffeebox dihubungi oleh Andika Suhartono menanyakan kekurangan uang sebesar Rp50 juta. Terdakwa kemudian meminta Andika untuk datang ke rumahnya guna mengambil kekurangan uang tersebut," jelasnya.
Atas penyampaian terdakwa, Andika pada sekitar 20.30 WIB datang ke rumah terdakwa dengan mengendarai mobil Avanza Silver BK 102 BL, lalu terdakwa menyerahkan kekurangan uang sebesar Rp 50 juta kepada Andika untuk Dzulmi Eldin yang dimasukkan ke dalam 1 kantong kresek warna hitam dengan mengatakan “ini titip sama Samsul”.
Beberapa waktu kemudian terdakwa, Dzulmi Eldin dan Samsul Fitri ditangkap oleh Petugas KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bahwa perbuatan terdakwa memberi sesuatu berupa uang seluruhnya berjumlah Rp530 juta kepada Dzulmi Eldin selaku Walikota Medan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
sumber. : MB
Tidak ada komentar