Wamenag Sosialisasi Moderasi Beragama di Arab Saudi
LINTAS PUBLIK, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi. Hal ini dilakukan, untuk sosialisasi program Moderasi Beragama di lingkungan guru dan tenaga kependidikan di sekolah Indonesia Makkah (SIM), Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ) dan Sekolah Indonesia Riyadh (SIR).
Kegiatan itu berlangsung dari tanggal 24-27 Desember 2019, dan mendapat sambutan dari para siswa, guru dan tenaga kependidikan setempat.
Zainut yang juga Wakil Ketua Umum MUI ini mengatakan, banyak faktor seseorang atau kelompok masyarakat menjadi radikal. Agama tidak memonopoli menjadi penyebab utama seseorang menjadi radikal.
“Radikalisme juga bisa bersumber dari masalah ekonomi, politik, dan kesenjangan sosial. Radikalisme sendiri bisa bermakna positif dan negatif tergantung pada konteks ruang dan waktu sebagai latar belakang penggunaan istilah tersebut,” kata Zainut dalam siaran pers yang diterima Sabtu (28 /12/2019).
Diantara pandangan radikal, kata dia, misalnya pemahaman yang menganggap paham keagamaanya yang paling benar dan memandang paham dan praktik beragama orang lain salah dan sesat. Sikap mudah mengafirkan orang Islam dan berlebihan dalam beragama termasuk kedalam sikap radikal tersebut.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, lanjut Zainut, menolak konsep final Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika adalah bentuk sikap radikal.
Keempat pilar kebangsaan ini, tegas Wamenag, adalah kesepakatan yang dihasilkan oleh para tokoh pendiri bangsa pada saat awal pembentukan negara bangsa Indonesia yang tidak boleh dingkari dan harus menjadi fondasi hidup bersama.
Karenanya, meskipun paham khilafah diakui oleh kalangan ulama sebagai ajaran Islam dan pernah ada dalam sejarah peradaban umat Islam, namun konsep tersebut tidak dapat diberlakukan di Indonesia. Hal itu karena bangsa Indonesia telah memiliki sebuah kesepakatan menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila.
“Dalam praktiknya, negara Pancasila menjamin semua agama untuk hidup dan menjamin warga negaranya untuk menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya. Khilafah bukanlah satu-satunya konsep politik atau bentuk negara/pemerintahan dalam Islam,” tuturnya.
Zainut menambahkan Indonesia sendiri sudah memiliki konsep sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik, maka secara otomatis konsep khilafah tertolak dengan sendirinya. “Bukan ditolak, tetapi tertolak karena bangsa Indonesia telah memiliki kesepakatan tentang bentuk negara dan dasarnya, Pancasila,” Zainut menandaskan.
sumber : posk
Kegiatan itu berlangsung dari tanggal 24-27 Desember 2019, dan mendapat sambutan dari para siswa, guru dan tenaga kependidikan setempat.
Wamenag, Zainut Tauhid Sa'adi./int |
“Radikalisme juga bisa bersumber dari masalah ekonomi, politik, dan kesenjangan sosial. Radikalisme sendiri bisa bermakna positif dan negatif tergantung pada konteks ruang dan waktu sebagai latar belakang penggunaan istilah tersebut,” kata Zainut dalam siaran pers yang diterima Sabtu (28 /12/2019).
Diantara pandangan radikal, kata dia, misalnya pemahaman yang menganggap paham keagamaanya yang paling benar dan memandang paham dan praktik beragama orang lain salah dan sesat. Sikap mudah mengafirkan orang Islam dan berlebihan dalam beragama termasuk kedalam sikap radikal tersebut.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, lanjut Zainut, menolak konsep final Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika adalah bentuk sikap radikal.
Keempat pilar kebangsaan ini, tegas Wamenag, adalah kesepakatan yang dihasilkan oleh para tokoh pendiri bangsa pada saat awal pembentukan negara bangsa Indonesia yang tidak boleh dingkari dan harus menjadi fondasi hidup bersama.
Karenanya, meskipun paham khilafah diakui oleh kalangan ulama sebagai ajaran Islam dan pernah ada dalam sejarah peradaban umat Islam, namun konsep tersebut tidak dapat diberlakukan di Indonesia. Hal itu karena bangsa Indonesia telah memiliki sebuah kesepakatan menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila.
“Dalam praktiknya, negara Pancasila menjamin semua agama untuk hidup dan menjamin warga negaranya untuk menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya. Khilafah bukanlah satu-satunya konsep politik atau bentuk negara/pemerintahan dalam Islam,” tuturnya.
Zainut menambahkan Indonesia sendiri sudah memiliki konsep sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik, maka secara otomatis konsep khilafah tertolak dengan sendirinya. “Bukan ditolak, tetapi tertolak karena bangsa Indonesia telah memiliki kesepakatan tentang bentuk negara dan dasarnya, Pancasila,” Zainut menandaskan.
sumber : posk
Tidak ada komentar