20 Anggota DPRD Ajukan Hak Angket kepada Walikota Siantar Hefriansyah
LINTAS PUBLIK-SIANTAR, 20 anggota DPRD Kota Pematangsiantar mengajukan Hak Angket kepada Walikota. Sebelumnya, anggota DPRD Kota Pematangsiantar juga telah mengajukan hak Interpelasi tepatnya pekan lalu.
Wakil Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Mangatas Silalahi yang juga salah satu penggagas Hak Angket mengutarakan alasan kenapa pihaknya mengajukan hak tersebut.
"Hak Interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Walikota mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting, dan strategis serta berdampak luas kepada masyarakat dan negara. Kemudian kita ubah menjadi Hak Angket yang juga merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan kepada kebijakan pemerintah daerah yang penting, strategis dan berdampak luas kepada masyarakat dan negara. Ini kan hampir sama, cuma kita langsung melakukan penyelidikan,"terang Mangatas yang juga Ketua DPD Partai Golkar Pematangsiantar ini, Rabu (15/1/2020).
Mangatas menceritakan proses lahirnya Hak Angket tersebut. Diawali dengan diskusi pengajuan hak angket yang ternyata direspon sejumlah anggota DPRD dari sejumlah Fraksi.
"Setelah kita pelajari Hak Interpelasi bahwa setelah paripurna nanti, pimpinan hanya menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang terungkap di Paripurna, dan Walikota bisa diwakilkan jadi bisa hadir atau tidak. Makanya kita buat Hak Angket biar Walikota langsung hadir,"ujarnya.
Ia menerangkan soal mekanisme pengajuan hampir sama dengan pengajuan Hak Interpelasi dengan menyampaikan kepada Ketua DPRD Siantar Timbul Lingga.
"Lalu setelah itu, diajukan Banmus. Lalu di Banmus ditentukan kapan paripurna. Kalau untuk point di Hak Angket sama dengan Hak Interpelasi,"terangnya.
Disinggung soal pengajuan Hak Angket ini bersamaan dengan tahun Pilkada yang akan berlangsung pada September nanti, Mangatas serahkan hal tersebut kepada masyarakat untuk menilai.
"Biarkan masyarakat yang menilai, yang pasti kita berjalan sesuai koridor. Pastinya ini berawal dari sejumlah persoalan yang ada di Siantar. Mulai dari pelantikan 176 orang pejabat yang terkesan suka-suka, belum lagi soal pelantikan lurah, pergantian Sekda, dan yang lainnya. Jadi kalau dikaitkan pada Pilkada, biar masyarakat yang menilai, tapi kita anggota DPRD Siantar menggunakan hak kontrol kita dengan memakai Hak Angket,"kata Mangatas.
Ditambahkan Wakil Ketua DPRD Ronald Tampubolon dari Fraksi Hanura mengutarakan dan menjabarkan 20 orang yang mengusulkan Hak Interpelasi, yakni Fraksi Golkar berjumlah 5 orang. Fraksi Hanura 4 orang, Fraksi NasDem 4 orang, Fraksi Demokrat 2 orang, Fraksi PAN 1 orang, dan Fraksi PKPI 1 orang, Fraksi Gerindra 3 orang.
" Sehingga tinggal 10 anggota DPRD Siantar yang belum mengajukan hak Angket,"ucap Ronald.
Ada 6 poin alasan diajukan Hak Interpelasi yakni pertama mengenai pengangkatan Lurah yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu, proses pencopotan Budi Utari Siregar sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Siantar dan adanya Pelaksana Tugas (Plt) di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Siantar dan sejumlah hal lainnya. Gagalnya penetapan Perda P-APBD tahun 2018. Penghapusan Prasati Merah Putih pertama kali dikibarkan di Lapangan Parkir Pariwisata Jalan Sutomo.
Selanjutnya, keberadaan Tugu Sangnaualuh yang tidak ada tindak lanjutnya dan adanya temuan BPK Perwakilan Sumut sebesar Rp 46 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Serta penggunaan Lapangan Adam Malik dan lokasi Gelanggang Olahraga (GOR) yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 1989.
Penulis : franki
Editor : tagor
20 Anggota DPRD Ajukan Hak Angket kepada Walikota Siantar Hefriansyah |
"Hak Interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Walikota mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting, dan strategis serta berdampak luas kepada masyarakat dan negara. Kemudian kita ubah menjadi Hak Angket yang juga merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan kepada kebijakan pemerintah daerah yang penting, strategis dan berdampak luas kepada masyarakat dan negara. Ini kan hampir sama, cuma kita langsung melakukan penyelidikan,"terang Mangatas yang juga Ketua DPD Partai Golkar Pematangsiantar ini, Rabu (15/1/2020).
Mangatas menceritakan proses lahirnya Hak Angket tersebut. Diawali dengan diskusi pengajuan hak angket yang ternyata direspon sejumlah anggota DPRD dari sejumlah Fraksi.
"Setelah kita pelajari Hak Interpelasi bahwa setelah paripurna nanti, pimpinan hanya menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang terungkap di Paripurna, dan Walikota bisa diwakilkan jadi bisa hadir atau tidak. Makanya kita buat Hak Angket biar Walikota langsung hadir,"ujarnya.
Ia menerangkan soal mekanisme pengajuan hampir sama dengan pengajuan Hak Interpelasi dengan menyampaikan kepada Ketua DPRD Siantar Timbul Lingga.
"Lalu setelah itu, diajukan Banmus. Lalu di Banmus ditentukan kapan paripurna. Kalau untuk point di Hak Angket sama dengan Hak Interpelasi,"terangnya.
Disinggung soal pengajuan Hak Angket ini bersamaan dengan tahun Pilkada yang akan berlangsung pada September nanti, Mangatas serahkan hal tersebut kepada masyarakat untuk menilai.
"Biarkan masyarakat yang menilai, yang pasti kita berjalan sesuai koridor. Pastinya ini berawal dari sejumlah persoalan yang ada di Siantar. Mulai dari pelantikan 176 orang pejabat yang terkesan suka-suka, belum lagi soal pelantikan lurah, pergantian Sekda, dan yang lainnya. Jadi kalau dikaitkan pada Pilkada, biar masyarakat yang menilai, tapi kita anggota DPRD Siantar menggunakan hak kontrol kita dengan memakai Hak Angket,"kata Mangatas.
Ditambahkan Wakil Ketua DPRD Ronald Tampubolon dari Fraksi Hanura mengutarakan dan menjabarkan 20 orang yang mengusulkan Hak Interpelasi, yakni Fraksi Golkar berjumlah 5 orang. Fraksi Hanura 4 orang, Fraksi NasDem 4 orang, Fraksi Demokrat 2 orang, Fraksi PAN 1 orang, dan Fraksi PKPI 1 orang, Fraksi Gerindra 3 orang.
" Sehingga tinggal 10 anggota DPRD Siantar yang belum mengajukan hak Angket,"ucap Ronald.
Ada 6 poin alasan diajukan Hak Interpelasi yakni pertama mengenai pengangkatan Lurah yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu, proses pencopotan Budi Utari Siregar sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Siantar dan adanya Pelaksana Tugas (Plt) di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Siantar dan sejumlah hal lainnya. Gagalnya penetapan Perda P-APBD tahun 2018. Penghapusan Prasati Merah Putih pertama kali dikibarkan di Lapangan Parkir Pariwisata Jalan Sutomo.
Selanjutnya, keberadaan Tugu Sangnaualuh yang tidak ada tindak lanjutnya dan adanya temuan BPK Perwakilan Sumut sebesar Rp 46 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Serta penggunaan Lapangan Adam Malik dan lokasi Gelanggang Olahraga (GOR) yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 1989.
Penulis : franki
Editor : tagor
Tidak ada komentar