Soal BPJS, Mufida: Pemerintah Tak Punya Itikad Baik Kepada Rakyat Kecil
LINTAS PUBLIK, Anggota Komisi IX Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Kurniasih Mufidayati mengeluarkan pernyataan keras terkait ngototnya pemerintah menaikkan iuran BPJS atas Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III mandiri. Pemerintah disebut Mufida, tidak punya itikad baik kepada rakyat kecil.
Pernyataan keras ini disampaikan Mufida saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Kesehatan, Direktur BPJS dan Dewan Pengawas, Senin (20/1/2020). Pernyataan ini disebut Mufida untuk menunjukkan betapa kecewanya para wakil rakyat atas tidak dilaksanakannya hasil rapat tanggal 12 Desember 2019 lalu .
“Untuk mengingatkan, pada tanggal 12 Desember 2019 tersebut, dalam rapat komisi IX dan pemerintah terkait, telah menghasilkan kesepakatan bersama tentang jaminan pemerintah bahwa tertanggal 1 Januari 2020 untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III mandiri, tidak ada kenaikan, dengan kata lain tetap membayar Rp25.500. Akan tetapi pada kenyataannya, kenaikan tarif tersebut tetap terjadi dan kesepakatan tidak dilaksanakan oleh Pemerintah dan BPJS,” ungkap Mufida, Selasa (21/1/2020).
Mufida melanjutkan, tentu saja hal ini menimbulkan kekecewaan yang sangat besar. Kenaikan iuran BPJS saat ini akan sangat memberatkan bagi rakyat. Beberapa fakta terungkap juga, misalnya migrasi (perpindahan/penurunan kelas) kepesertaan yang sudah menembus 800 ribu orang, banyaknya kepala daerah yang merasa terbebani karena APBD harus menanggung cukup besar alokasi untuk Iuran BPJS Kesehatan.
“Banyak yang migrasi dari kelas 1 ke kelas 2, kelas 2 ke kelas 3, bahkan ada dari kelas 1 ke kelas 3, yang saat ini jumlahnya sudah menembus di atas 800 ribu orang. Hal ini tentu menunjukkan bahwa masyarakat merasa terbebani dengan kenaikan yang sangat besar atas iuran BPJS kesehatan. Jika tidak, tentu saja mereka tidak akan menurunkan kelas kepesertannya di BPJS,” tandas Mufida.
Dalam RDP juga ternyata pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dan BPJS tidak dapat memberikan usulan solusi yang implementatif, yang dapat dilaksanakan segera dan efektif. Tidak adanya koordinasi dan kesan saling melemparkan tanggung jawab atas kenaikan ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen BPJS kesehatan.
“Kalau apa yang akan dipaparkan hari ini oleh pemerintah yang hadir di forum komisi IX, di Rapat Dengar Pendapat Umum mengenai iuran BPJS dengan materi yang sama persis dengan apa yang sudah dibagikan ke kita, maka tutup saja sekarang,” tegas Mufida.
Mufida menambahkan, anggota dewan sudah bolak-balik menerima bahan presentasi dari pemerintah. Tetapi, tidak ada solusi untuk rakyat kecil yang dapat dilaksanakan segera.
“Kami tidak mau lagi dibohongi, diberikan pilihan seperti anak kecil yang ditawari permen, tapi nyatanya permen itu tidak ada yang manis satu pun. Kami nggak mau lagi,” tegas Mufida.
Ditambahkan, pemerintah bisa mengganggarkan ratusan triliun dana untuk membayar utang tapi mengapa tidak bisa mengalokasikan dana untuk membantu rakyat kecil yang susah.
“Alasan tidak ada alokasi dana APBN, tidak adanya payung hukum, apapun itu, alasan apapun yang diajukan oleh pemerintah dan BPJS, pada dasarnya kami sekarang bisa melihat fakta, saat ini pemerintah tidak punya itikad baik kepada rakyat kecil,” ucap Mufida.
sumber : posk
Pernyataan keras ini disampaikan Mufida saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Kesehatan, Direktur BPJS dan Dewan Pengawas, Senin (20/1/2020). Pernyataan ini disebut Mufida untuk menunjukkan betapa kecewanya para wakil rakyat atas tidak dilaksanakannya hasil rapat tanggal 12 Desember 2019 lalu .
ilustrasi pelaynanan BPJS. |
Mufida melanjutkan, tentu saja hal ini menimbulkan kekecewaan yang sangat besar. Kenaikan iuran BPJS saat ini akan sangat memberatkan bagi rakyat. Beberapa fakta terungkap juga, misalnya migrasi (perpindahan/penurunan kelas) kepesertaan yang sudah menembus 800 ribu orang, banyaknya kepala daerah yang merasa terbebani karena APBD harus menanggung cukup besar alokasi untuk Iuran BPJS Kesehatan.
“Banyak yang migrasi dari kelas 1 ke kelas 2, kelas 2 ke kelas 3, bahkan ada dari kelas 1 ke kelas 3, yang saat ini jumlahnya sudah menembus di atas 800 ribu orang. Hal ini tentu menunjukkan bahwa masyarakat merasa terbebani dengan kenaikan yang sangat besar atas iuran BPJS kesehatan. Jika tidak, tentu saja mereka tidak akan menurunkan kelas kepesertannya di BPJS,” tandas Mufida.
Dalam RDP juga ternyata pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan dan BPJS tidak dapat memberikan usulan solusi yang implementatif, yang dapat dilaksanakan segera dan efektif. Tidak adanya koordinasi dan kesan saling melemparkan tanggung jawab atas kenaikan ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam manajemen BPJS kesehatan.
“Kalau apa yang akan dipaparkan hari ini oleh pemerintah yang hadir di forum komisi IX, di Rapat Dengar Pendapat Umum mengenai iuran BPJS dengan materi yang sama persis dengan apa yang sudah dibagikan ke kita, maka tutup saja sekarang,” tegas Mufida.
Mufida menambahkan, anggota dewan sudah bolak-balik menerima bahan presentasi dari pemerintah. Tetapi, tidak ada solusi untuk rakyat kecil yang dapat dilaksanakan segera.
“Kami tidak mau lagi dibohongi, diberikan pilihan seperti anak kecil yang ditawari permen, tapi nyatanya permen itu tidak ada yang manis satu pun. Kami nggak mau lagi,” tegas Mufida.
Ditambahkan, pemerintah bisa mengganggarkan ratusan triliun dana untuk membayar utang tapi mengapa tidak bisa mengalokasikan dana untuk membantu rakyat kecil yang susah.
“Alasan tidak ada alokasi dana APBN, tidak adanya payung hukum, apapun itu, alasan apapun yang diajukan oleh pemerintah dan BPJS, pada dasarnya kami sekarang bisa melihat fakta, saat ini pemerintah tidak punya itikad baik kepada rakyat kecil,” ucap Mufida.
sumber : posk
Tidak ada komentar