Kata Istana soal Hasil Riset Gabungan Kasus Positif Corona DKI Capai 32 Ribu
LINTAS PUBLIK, Istana merespons hasil riset gabungan ilmuwan yang memperkirakan sudah ada 32 ribu kasus positif virus Corona di Jakarta. Istana meminta riset ini didiskusikan bersama Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
"Agar tidak gaduh opini publik, research yang bertujuan membangun kolaborasi data ini agar dapat dipaparkan detail di dalam Tim Gugus Tugas dan Kementrian Kesehatan," kata Tenaga Ahli Utama Kepresidenan KSP Dany Amrul Ichdan saat dihubungi, Jumat (10/4/2020).
Dany mengatakan KSP akan memfasilitasi para ilmuwan untuk menyampaikan hasil riset-risetnya kepada pemerintah. KSP juga meminta seluruh elemen masyarakat bersinergi mencegah penularan Corona.
"KSP akan membantu fasilitasi (jika diperlukan), dengan semangat saling membantu program prioritas negara, bergotong royong mencari solusi percepatan terbaik, dan bersinergi mencegah penularan yang lebih besar lagi," ucapnya.
Dany meyakini riset yang tepat itu berasal dari metedologi yang sudah teruji. Dia juga mempertanyakan mengenai indikator kesehatan tingkat daerah dalam riset ini sudah terukur secara benar atau belum.
"Research yang accountable tentu terdiri atas metodologi ilmiah yang bisa diuji secara empiris, baik teknik pengambilan sampel, alat analisis dan pengolahan data statistik yang harus diadakan 'peer review' dalam scope akademis, dan best practice-nya, dalam hal ini adalah framework-nya public health, apakah indikator variabelnya sudah mendalami trend public health DKI khususnya, daerah episentrum atau belum," katanya.
Menurutnya, dalam menganalisis kasus positif masyarakat Jakarta saat ini seharusnya disesuaikan dengan keputusan PSBB. Hal itu menurutnya akan membuat kesimpulan riset lebih terukur.
"Angka reproduksi kasus positif dalam menganalisa jumlah kelahiran kasus baru yang positif, saat ada orang yang terinfeksi dalam masyarakat, sebaiknya disesuaikan dengan keputusan PSBB yang dijalankan pemerintah sehingga bisa terukur kesimpulannya. Research modelling-nya harus dijelaskan detail operasional variabelnya, skala likert ataupun ukuran lainnya dalam model SERQD yang digunakan untuk membuktikan memang secara empiris adanya kasus yang tidak terdeteksi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, ilmuwan lintas universitas memperkirakan sudah ada 32 ribu kasus positif COVID-19 di Jakarta. Data yang selama ini diketahui diperkirakan hanya 2,3 persen dari jumlah yang sebenarnya.
Perkiraan jumlah kasus virus Corona ini adalah bagian dari permodelan terkait wabah COVID-19 di Indonesia, dibuat oleh pakar dari berbagai universitas dan tim SimcovID. Ilmuwan yang terlibat mengerjakan penelitian ini berasal dari ITB, Unpad, UGM, Essex and Khalifa University, University of Southern Denmark, Oxford University, ITS, Universitas Brawijaya, dan Universitas Nusa Cendana.
Penelitian ini menggunakan data 31 Maret 2020. Saat itu, data pemerintah menyebut ada 747 kasus positif COVID-19 di Jakarta. Namun, menurut penelitian ini, data yang tercatat hanyalah 2,3 persen dari yang sebenarnya, yakni 32 ribu kasus positif COVID-19.
"Jakarta memiliki kepadatan kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia, dengan 315 kasus untuk setiap 100 ribu populasi," demikian kesimpulan yang tertera dalam 'Modelling Update' SimcovID Team, draf diterima media pada Kamis (9/4/2020) dari Nuning Nuraini, peneliti matematika epidemiologi ITB yang ikut serta dalam riset ini.
sumber : det
"Agar tidak gaduh opini publik, research yang bertujuan membangun kolaborasi data ini agar dapat dipaparkan detail di dalam Tim Gugus Tugas dan Kementrian Kesehatan," kata Tenaga Ahli Utama Kepresidenan KSP Dany Amrul Ichdan saat dihubungi, Jumat (10/4/2020).
ilustrasi |
"KSP akan membantu fasilitasi (jika diperlukan), dengan semangat saling membantu program prioritas negara, bergotong royong mencari solusi percepatan terbaik, dan bersinergi mencegah penularan yang lebih besar lagi," ucapnya.
Dany meyakini riset yang tepat itu berasal dari metedologi yang sudah teruji. Dia juga mempertanyakan mengenai indikator kesehatan tingkat daerah dalam riset ini sudah terukur secara benar atau belum.
"Research yang accountable tentu terdiri atas metodologi ilmiah yang bisa diuji secara empiris, baik teknik pengambilan sampel, alat analisis dan pengolahan data statistik yang harus diadakan 'peer review' dalam scope akademis, dan best practice-nya, dalam hal ini adalah framework-nya public health, apakah indikator variabelnya sudah mendalami trend public health DKI khususnya, daerah episentrum atau belum," katanya.
Menurutnya, dalam menganalisis kasus positif masyarakat Jakarta saat ini seharusnya disesuaikan dengan keputusan PSBB. Hal itu menurutnya akan membuat kesimpulan riset lebih terukur.
"Angka reproduksi kasus positif dalam menganalisa jumlah kelahiran kasus baru yang positif, saat ada orang yang terinfeksi dalam masyarakat, sebaiknya disesuaikan dengan keputusan PSBB yang dijalankan pemerintah sehingga bisa terukur kesimpulannya. Research modelling-nya harus dijelaskan detail operasional variabelnya, skala likert ataupun ukuran lainnya dalam model SERQD yang digunakan untuk membuktikan memang secara empiris adanya kasus yang tidak terdeteksi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, ilmuwan lintas universitas memperkirakan sudah ada 32 ribu kasus positif COVID-19 di Jakarta. Data yang selama ini diketahui diperkirakan hanya 2,3 persen dari jumlah yang sebenarnya.
Perkiraan jumlah kasus virus Corona ini adalah bagian dari permodelan terkait wabah COVID-19 di Indonesia, dibuat oleh pakar dari berbagai universitas dan tim SimcovID. Ilmuwan yang terlibat mengerjakan penelitian ini berasal dari ITB, Unpad, UGM, Essex and Khalifa University, University of Southern Denmark, Oxford University, ITS, Universitas Brawijaya, dan Universitas Nusa Cendana.
Penelitian ini menggunakan data 31 Maret 2020. Saat itu, data pemerintah menyebut ada 747 kasus positif COVID-19 di Jakarta. Namun, menurut penelitian ini, data yang tercatat hanyalah 2,3 persen dari yang sebenarnya, yakni 32 ribu kasus positif COVID-19.
"Jakarta memiliki kepadatan kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia, dengan 315 kasus untuk setiap 100 ribu populasi," demikian kesimpulan yang tertera dalam 'Modelling Update' SimcovID Team, draf diterima media pada Kamis (9/4/2020) dari Nuning Nuraini, peneliti matematika epidemiologi ITB yang ikut serta dalam riset ini.
sumber : det
Tidak ada komentar