Retas 1.309 Situs, Tersangka ADC Belajar Otodidak di Internet dan Buku
LINTAS PUBLIK, Tersangka peretas 1309 situs Lembaga Pemerintah, Pendidikan dan Jurnal Ilmiah ternyata belajar otodidak.
Tersangka ADC alias Adhacker, 24 belajar dari melihat internet dan buku-buku untuk menjadi seorang hacker sejak duduk dibangku SMP.
Dalam menjalankan aksinya, ADC meretas situs-situs Lembaga Negara, Pendidikan dan Jurnal Ilmiah dalam maupun luar negeri dengan mengubah tampilan situs, melakukan ransomeware dengan meminta tebusan uang untuk dapat diberikan kembali Decription Key dari situs tersebut.
"Kalau mau akunnya di hack, pada prinsipnya pelaku mengubah tampilan di akun tersebut. Tampilan itu tidak bisa diakses, semuanya bisa diambilalih pelaku. Pelaku ini mau membuat apa, bisa. Tapi pemilik akun tidak bisa apa-apa. Setelah dikirimkan imbalan uang Rp 2-5 juta, dia akan mengirimkan desc key, membuka kembali," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Selasa (7/7/2020).
Dikatakan, tidak hanya meretas situs di Indonesia, tapi juga ia lakukan di Portugal, Inggris dan Amerika. "Kami masih dalami termasuk jumlah situs yang diretas-nya karena, pelaku melakukannya di Amerika, Inggris hingga Portugal. Bisa saja jumlah bertambah," tukasnya.
Argo menjelaskan, motif tersangka melakukan peretasan adalah ekonomi. Tersangka juga ingin mengecek kekuatan akun-akun tersebut, ternyata mudah untuk dihack.
"Setelah kami lakukan pemeriksaan kembli, uang hasilnya digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi, foya-foya dan mabuk.
Kami juga cek apakah membeli barang-barang lain, barang bergerak araupun tidak bergerak, sedang kita dalami," tukasnya.
Sebelumnya, tersangka ADC alias Adhacker diamankan petugas dirumahnya, Palgading, Desa Sinduharjo, Kec. Ngaglik, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Kamis (2/7/2020). Penangkapan ini berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0218/IV/2020/Bareskrim, tanggal 27 April 2020.
Kepada tersangka polisi menjerat Pasak 27 ayat (4) Jo pasal 45 ayat (4) dan/atau Pasal 46 ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 30 ayat (1), (2) dan (3) dan/atau Pasal 48 ayat (1), (2), dan (3) Jo Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3) dan/atau Pasal 49 Jo Pasal 33 UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 362 KUHP dan/atau Pasal 363 KUHP. Ancaman pidana,
paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
sumber : posk
Tersangka ADC alias Adhacker, 24 belajar dari melihat internet dan buku-buku untuk menjadi seorang hacker sejak duduk dibangku SMP.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat menggelar keterangan pers penangakatan peretas ribuan situs. |
"Kalau mau akunnya di hack, pada prinsipnya pelaku mengubah tampilan di akun tersebut. Tampilan itu tidak bisa diakses, semuanya bisa diambilalih pelaku. Pelaku ini mau membuat apa, bisa. Tapi pemilik akun tidak bisa apa-apa. Setelah dikirimkan imbalan uang Rp 2-5 juta, dia akan mengirimkan desc key, membuka kembali," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Selasa (7/7/2020).
Dikatakan, tidak hanya meretas situs di Indonesia, tapi juga ia lakukan di Portugal, Inggris dan Amerika. "Kami masih dalami termasuk jumlah situs yang diretas-nya karena, pelaku melakukannya di Amerika, Inggris hingga Portugal. Bisa saja jumlah bertambah," tukasnya.
Argo menjelaskan, motif tersangka melakukan peretasan adalah ekonomi. Tersangka juga ingin mengecek kekuatan akun-akun tersebut, ternyata mudah untuk dihack.
"Setelah kami lakukan pemeriksaan kembli, uang hasilnya digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi, foya-foya dan mabuk.
Kami juga cek apakah membeli barang-barang lain, barang bergerak araupun tidak bergerak, sedang kita dalami," tukasnya.
Sebelumnya, tersangka ADC alias Adhacker diamankan petugas dirumahnya, Palgading, Desa Sinduharjo, Kec. Ngaglik, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Kamis (2/7/2020). Penangkapan ini berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0218/IV/2020/Bareskrim, tanggal 27 April 2020.
Kepada tersangka polisi menjerat Pasak 27 ayat (4) Jo pasal 45 ayat (4) dan/atau Pasal 46 ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 30 ayat (1), (2) dan (3) dan/atau Pasal 48 ayat (1), (2), dan (3) Jo Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3) dan/atau Pasal 49 Jo Pasal 33 UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 362 KUHP dan/atau Pasal 363 KUHP. Ancaman pidana,
paling lama 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
sumber : posk
Tidak ada komentar