23 Pegawai Positif Corona, Ketua KPK: Pemberantasan Korupsi Tetap Berjalan
LINTAS PUBLIK, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menegaskan, meski sejumlah pegawai lembaga antirasuah terpapar virus corona atau Covid-19, semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaga antirasuah tidak pernah surut.
Mantan Kabaharkam Mabes Polri itu pun memastikan tugas dan kewajiban KPK sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, tetap berjalan, dan tidak akan berhenti hanya karena pandemi corona.
“Kami pimpinan dan sejumlah pegawai khususnya dari Kedeputian Penindakan, akan tetap bekerja di kantor karena ada sejumlah pekerjaan yang memang tidak bisa dilakukan dari rumah. Rekan-rekan yang bertugas di penindakan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, eksekusi) saat ini tetap bekerja walau harus menghadapi risiko Covid-19,” paparnya.
Para penindak korupsi ini bakal tetap melakukan kegiatan di beberapa daerah provinsi, mencari dan menemukan peristiwa korupsi, meminta keterangan para saksi dan melakukan penggeledahan untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti.
Kinerja Bidang Pencegahan juga tidak terpengaruh oleh pandemi ini, sejumlah program untuk mencegah terjadinya kejahatan korupsi tetap berjalan seperti biasa, salah satunya upaya pencegahan korupsi anggaran penanggulangan pandemi corona.
KPK telah mengidentifikasi 4 potensi korupsi pada penanganan corona, sekaligus membuat 4 langkah antisipasi yang dilihat dari aduannya. Yakni, pertama, Potensi Korupsi Pengadaan Barang/Jasa mulai dari kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan & kecurangan.
Kedua, potensi korupsi filantropi/sumbangan pihak ketiga. Ketiga, potensi korupsi pada proses refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD. Keempat, potensi korupsi penyelenggaraan bantuan sosial (Social Safety Net) oleh pemerintah pusat dan daerah.
KPK mengidentifikasi titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasan.
“Kembali saya ingatkan, jangan pernah berpikir, coba-coba atau berani korupsi dana bansos. KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati seperti tertuang pada ayat 2 pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” tegasnya.
Filri menambahkan, KPK akan menerapkan sistem work form home (WFH) atau bekerja dari rumah selama 3 hari kerja, terhitung Senin (31/8/2020) hingga Rabu (2/9/2020).
“Keputusan ini diambil dalam rapat pimpinan bersama jajaran eselon I dan II KPK, setelah Jumat 28 Agustus kemarin, jumlah pegawai yang positif Covid-19 bertambah menjadi 23 orang dan 1 orang tahanan KPK juga terpapar virus tersebut,” kata Firli dalam keterangannya, Minggu (30/8/2020).
sumber : posk
Mantan Kabaharkam Mabes Polri itu pun memastikan tugas dan kewajiban KPK sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, tetap berjalan, dan tidak akan berhenti hanya karena pandemi corona.
“Kami pimpinan dan sejumlah pegawai khususnya dari Kedeputian Penindakan, akan tetap bekerja di kantor karena ada sejumlah pekerjaan yang memang tidak bisa dilakukan dari rumah. Rekan-rekan yang bertugas di penindakan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, eksekusi) saat ini tetap bekerja walau harus menghadapi risiko Covid-19,” paparnya.
Para penindak korupsi ini bakal tetap melakukan kegiatan di beberapa daerah provinsi, mencari dan menemukan peristiwa korupsi, meminta keterangan para saksi dan melakukan penggeledahan untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti.
Kinerja Bidang Pencegahan juga tidak terpengaruh oleh pandemi ini, sejumlah program untuk mencegah terjadinya kejahatan korupsi tetap berjalan seperti biasa, salah satunya upaya pencegahan korupsi anggaran penanggulangan pandemi corona.
KPK telah mengidentifikasi 4 potensi korupsi pada penanganan corona, sekaligus membuat 4 langkah antisipasi yang dilihat dari aduannya. Yakni, pertama, Potensi Korupsi Pengadaan Barang/Jasa mulai dari kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan & kecurangan.
Kedua, potensi korupsi filantropi/sumbangan pihak ketiga. Ketiga, potensi korupsi pada proses refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD. Keempat, potensi korupsi penyelenggaraan bantuan sosial (Social Safety Net) oleh pemerintah pusat dan daerah.
KPK mengidentifikasi titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, serta pengawasan.
“Kembali saya ingatkan, jangan pernah berpikir, coba-coba atau berani korupsi dana bansos. KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati seperti tertuang pada ayat 2 pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” tegasnya.
Filri menambahkan, KPK akan menerapkan sistem work form home (WFH) atau bekerja dari rumah selama 3 hari kerja, terhitung Senin (31/8/2020) hingga Rabu (2/9/2020).
“Keputusan ini diambil dalam rapat pimpinan bersama jajaran eselon I dan II KPK, setelah Jumat 28 Agustus kemarin, jumlah pegawai yang positif Covid-19 bertambah menjadi 23 orang dan 1 orang tahanan KPK juga terpapar virus tersebut,” kata Firli dalam keterangannya, Minggu (30/8/2020).
sumber : posk
Tidak ada komentar