27 Siswa Dikeluarkan dari SMA NEGERI 1 Pematangsiantar, Ini Penjelasan Kepala Sekolah
SIANTAR, Sekolah adalah wadah menggali ilmu, pembentukan karakter anak, menempah anak untuk membentuk manusia seutuhnya. Sekolah adalah lembaga Pendidikan yang di percaya pemerintah untuk mampu mendidik, membina dan membimbing si anak dari kebodohan dan keterpurukan mental, karena itulah disetiap sekolah di angkat seorang guru khusus Bimbingan dan Penyuluhan(BP) atau guru Bimbingan dan Konseling(BK).Seorang guru BP harus mampu merangkul murid yang nakal melalui pendekatan dengan cara mengenali karakter, sifat, dan watak si Murid.
Guru BP tidak boleh melakukan penekanan, apalagi pengancaman terhadap murid yang dibina karena akan membuat si murid merasa tidak nyaman belajar karena merasa terintimidasi di sekolah. Menuntut Ilmu dan pendidikan di sekolah adalah hak semua anak.
BACA JUGA Pantai Carita Tigaras Ramai Pengunjung, Parkir Penuh
Kepala sekolah dan BP di larang keras memecat siswanya hanya dengan alasan tidak disiplin, sering absen, bolos dan tidak ikut ujian.
Terhitung sejak Juni 2016, Pemerintah menerapkan Program Wajib belajar 12 Tahun, artinya setiap anak berhak mendapatkam jenjang pendidikan minimal tamat SMA, SMK, MA/sederajat,seperti kutipan yang pernah dikatakan Puan Maharani ketika menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, sehingga Negara memperioritaskan Lembaga Pendidikan dengan menambah Anggaran yang begitu besar lewat Dana BOS( Biaya Operasional Sekolah, red).
Namun harapan pemerintah dan masyarakat sangat bertolak belakang dengan SMA Negeri 1 P Siantar, Keputusan kepala sekolah ini melalui guru BP F boru Siahaan dan Koordinator guru BP Nella Samosir adalah keliru dan tidak obyektif dan tidak membangun, karena sudah memecat atau mengeluarkan siswanya sebanyak 40 orang (informasi yang diterima media) dari berbagai jurusan disekolah tersebut.
Pengakuan Murid
Boru Hutabarat Salah seorang orang tua murid yang di keluarkan dari Sekolah SMA Negeri 1 Pematangsiantar menjelaskan, anaknya Pebriani Sitinjak kelas X IPS 2, yang tinggal di jalan Tepian, merasa kecewa terhadap tindakan Kepala Sekolah, karena pada tanggal 12 Januari 2022, boru Hutabarat menerima Surat Panggilan dari guru BP SMA 1 F boru Siahaan, dan pada hari Jumat tanggal 14 Januari 2022 diadakan pertemanan di sekolah dan hasilnya bahwa anaknya sudah di keluarkan dari sekolah.
Menurut pengakuan boru Hutabarat kepada media, bahwa sempat terjadi adu mulut dengan guru BP F boru Siahaan karena di Surat Panggilan tertera nama Pebriani Silalahi karena anaknya adalah bernama Pebriani Sitinjak dan guru BP mengatakan itu salah tulis dan tidak masalah dan tetap tidak merasa bersalah serta tidak mau minta maaf. Guru guru yang lain pun tetap membela guru BP F boru Siahaan, sehingga ibu boru Hutabarat pun membeberkan semuanya kepada media.
"Menurut yang saya tau ito, harus adanya Surat panggilan sama orang tua untuk membicarakan persoalan si anak di sekolah, Surat pernyataan orang tua, Surat Peringatan 1 dan 2, dan kalo anak saya tidak bisa diampuni lagi baru lah di pecat, ini main Pecat saja, heran." Keluh boru Hutabarat, Jumat (21/1/2022).
Klarifikasi dan Program Sekolah
Kepala sekolah SMA Negeri 1 Pematangsiantar Drs. Bona Sihombing melalaui R. Saragih SPd sebagai Humas dan Guru BP disekolah tersebut mengatakan adapun siswa yang dikeluarkan bukan 40 orang melainkan 27 orang, semuanya memiliki permasalahan masing-masing, ada yang absen (Daftar hadirnya) ada mencapai 20 hari tidak hadir, ada yang tidak mengikuti Daring (belajar Online), dan parahnya siswa tidak peduli dan tidak mau belajar atau mengumpulkan tugasnya selama 3 (tiga) bulan pembelajaran.
"Kami sudah beberapa kali menghimbau siswa, agar tetap hadir belajar daring, dan tetap belajar dan mengumpulkan tugas. Tapi himbauhan kami tidak dipedulikan, termasuk belajar daring, dan bahkan tatap muka terbatas juga tidak dihadiri,"kata R.Saragih, bahwa laporan daring sejak September 2021 diabaikan sampai Desember 2021, akhirnya anak-anak tersebut dikeluarkan dari SMA Negeri 1 Pematangsiantar.
Kata R. Saragih lagi, pihak sekolah pun terus berusaha bagaimana agar anak-anak yang bermasalah di sekolah SMA Negeri 1 Pematangsiantar dapat menyelesaikan studinya, tetap belajar dan mengikuti program sekolah.
"Ada program sekolah yang telah kami tetapkan disekolah ini, yaitu Kopetensi Kemampuan Minimum (KKM)/ KKM ditetapkan kepada seluruh siswa, dan disemua jurusan dikelas masing-masing. Jadi guru kelas memiliki peran menilai KKM siswanya, inilah banyak benturan anak-anak kita yang 27 orang itu, KKMnya sangat rendah, kalaupun kami paksakan anak itu dengan KKM yang dimilikinya berarti anak tersebut akan tinggal kelas, bahkan bisa saja tidak lulus dari sekolah ini, karena nilai belajarnya sangat rendah," jelas R.Saragih, bahwa keputusan tentang prestasi (KKM)dan disiplin siswa ada penilaian tersendiri dari guru-guru (setiap mata pelajaran), guru BP, guru BK, serta kepala sekolah.
Masih kata R.Saragih, kalaulah 27 orang siswa tersebut mengikuti saran belajar atau program sekolah yang selama ini diterapkan mungkin saja KKM anak tersebut tidak rendah, dan paling terpenting anak-anak tetap mengikuti prosedur sekolah.
"Setiap guru selama covid selalu belajar daring (zoom), dan ada tugas-tugas yang diberikan agar anak-anak tetap mendapat ilmu. Tapi belajar zoom ini banyak yang alpa (Absen), yang keputusan terakhir adalah ujian, ternyata KKMnya juga sangat rendah, kami tidak mau sistim dan program sekolah rusak karena beberapa anak yang malas belajar, karena ada 1261 anak yang kita bina dan didik disekolah ini,"tambahnya.
Media ini berusaha meminta keterangan persoalan tentang permasalahan siswa yang dikeluarkan dari sekolah di wilayah Sumatera Utara melalui James Siahaan selaku kepala Cabang Dinas Pendidikan tingkat SMA /SMK/MA/sederajat,Provinsi Sumatera Utara wilayah Siantar Simalungun di kantornya di Jalan D.I Panjaitan Pematangsiantar, namun tidak berhasil. tim/tham/t
Tidak ada komentar