Duta Peduli Kesehatan Jiwa Sumut 2022 Motivasi Siswa di Siantar, Ini Tujuannya
SIANTAR, Duta Peduli Kesehatan Jiwa Sumut 2022, Maysarah Siregar, S.Psi, C.Couns memberikan motivasi kepada siswa-siswi SMAN 2 Pematang Siantar, Jumat (26/8/2022).
Sekolah ini merupakan lokasi kedua yang dikunjungi Maysarah, dimana sebelumnya seminar juga berlangsung di SMAN 5 Pematang Siantar.
Dipilihnya Kota Pematang Siantar setelah menjadi Duta Peduli Kesehatan Jiwa Sumut 2022, tidak terlepas karena kota kelahirannya.
Maysarah Siregar, S.Psi C.Couns bersama Kepala sekolah SMAN 2 Pematang Siantar, Hasbiansyah Sinaga dan pelajar |
Di SMAN 2 Pematang Siantar, Maysarah memotivasi siswa-siswi agar menjadi pribadi yang percaya diri dalam menjalani proses belajar demi mendapatkan prestasi yang maksimal di masa depan.
Dia mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri sendiri. Namun dalam berinteraksi kerap menimbulkan masalah mental. Itu sebabnya, ia berusaha memulihkan kesehatan jiwa atau mental para siswa lewat seminar seperti yang telah dilakukannya di SMAN 2 dan SMAN 5 Pematangsiantar.
“Kita memberikan motivasi khususnya kepada para pelajar, membangun pengetahuan mereka tentang pengenalan diri sendiri sehingga anak-anak sekolah ini bisa mengenal potensi dirinya sebelum menentukan jurusan dan menentukan planing karirnya dikemudian hari,”jelas Maysara Mahasiswa Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat (26/8/2022).
Dijelaskan, pengenalan potensi diri menjadi modal penting sehingga ekspektasi dan realita hidup bisa sejalan. Sebaliknya, ketika tak mampu mengenal potensi diri, hal ini menimbulkan masyarakat muda lebih banyak stres dan depresi.
Guna membantu pemulihan kesehatan jiwa, Maysarah pun membuka konseling gratis, baik tatap muka atau secara online. Konseling ini ditangani para konselor.
“Apabila anak-anak muda di Siantar memiliki masalah seperti stres, depresi atau pun hal-hal hanya ingin curhat bisa langsung konseling ke kita, dan itu gratis,”ucapnya.
Maysarah Siregar, S.Psi angkat Ulos Batak sebagai kekayaan Budaya bangsa. |
Maysarah sendiri melihat ternyata banyak siswa-siswi ini khususnya Kelas XII mengalami masalah kesehatan jiwa dari interaksi pertemanan. Ini berdampak pada saat penentuan planing karir, banyak yang belum tahu mau mengambil jurusan apa. Idealnya ini disiapkan matang, bahkan ketika planning pertama gagal maka sudah harus ada planning kedua.
“Misalnya ingin jadi dokter, tapi gagal, di sini kemudian mentok. Karena apa? Karena tidak ada persiapan untuk planing kedua. Semestinya, jika gagal di planning A bisa ke planning B sehingga kelak tidak jadi pengangguran,”ujarnya.
Untuk memastikan anak didik tidak salah jurusan, ia mengimbau orang tua murid aktif memperhatikan kemampuan anaknya. Artinya orang tua harus lebih perhatian dan memahami perkembangan zaman.
“Karena sekarang juga banyak psikolog maka kita sarankan tiap orang tua berkonsultasi secara online atau offline. Guru juga harus lebih terbuka dengan menjadikan siswa sebagai sahabat tanpa mengurangi tingkat kehormatan kepada guru,”ucap Maysarah.
Saat sesi tanya jawab, beberapa siswa mempertanyakan perlakuan teman yang mengejek secara fisik. Perlakuan ini, kata siswa tersebut membuat dirinya minder dan membuat murung
Untuk hal ini, Maysarah menyarankan agar siswa tersebut tidak merasa minder. Dalam beberapa kesempatan, acap kali timbul perlawanan, namun hal ini tidak disarankan.
Menghadapi korban ejekan, baiknya kita berbincang kepada orang tua dan tidak memperdulikan ejekan tersebut. Jadikan ejekan tersebut membuat kita semangat untuk berubah.
Cita-cita Jadi Agen Rahasia, Malah “Dimasukkan” ke Psikologi
Dalam kesempatan wawancara, ternyata Maysarah ingin bercita-cita menjadi intelijen atau agen rahasia. Bahkan ia sudah mempersiapkan segala fisik, pengetahuan untuk mengikuti ujian tersebut.
Hanya saja, saat menempuh tes untuk masuk di STIN, Maysarah yang pembicara Internasional ini mengaku tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari orang tua.
Maysarah Siregar, S.Psi Belajar tentang Filosofo Ulos Batak di LPK Anugrah kota Pematangsiantar. |
“Orang tua hanya bilang iya. Saya semangat kali ikuti ujiannya,”kata May.
Sampai ketika beberapa tahapan sudah lulus, keluarga orang tua kemudian menyampaikan jika sudah menang jadi Intelijen, maka anak tersebut diserahkan kepada negara. Komunikasi pun sulit kepada keluarga.
Mendengar itu, ibu saya mengatakan “untuk apalah kerja adek bagus-bagus, tapi gak bisa kumpul sama keluarga,”kata May menirukan.
Berselang beberapa lama, ia mendapat pengumuman bahwa gagal dalam tes kesehatan untuk masuk di sekolah impian tersebut. Mendengarnya lemas, tidak semangat dan tidak ada gairah.
Sempat berapa lama malas mengikuti apapun, kemudian orang tua menyarankan kuliah jurusan Psikologi di UMA. Sebelum kesitu, orang tua mendaftarkan ke universitas lain, namun karena akreditasi C, maka urung diikuti.
Nah, saat sudah masuk kuliah di jurusan Psikologi, ia bergumam kecil dan tidak terima. Namun, May tidak menyampaikan secara langsung kepada orang tua.
“Sewaktu awal-awal kuliah, hati kecil sempat bergumam ini apa. Tidak terima dan masih kepikiran di STIN,”ujar May.
Sembari perkuliahan terus berjalan, May mengaku perlahan menyukai jurusan Psikologi yang diikutinya.
“Kok semakin lama semakin enak. Wah hati sudah terima ni,”kata May.
Ia pun menikmati hingga lulus kuliah dan meraih gelar S.Psi. May tak malu-malu, bahwa orang tuanya pintar memilih jurusan untuk mengembalikan semangat yang telah hilang.
“Semakin lama semakin nyaman, nggak ada lagi kepikiran ke STIN,”kata May didampingi orang tua Rina Iriana Nasution. rel/tag/t
Tidak ada komentar