Header Ads

Keluarga Brigadir J Kecewa Pencabulan tanpa Bukti, Tuduhan Komnas HAM – Komnas Perempuan Bikin Kacau

LINTAS PUBLIK,  Putri Candrawathi sudah dilaporkan keluarga Brigadir J ke Bareskrim Polri karena diduga membuat laporan palsu.

Putri menuduh Brigadir J melakukan pelecehan seksual. Polri pun sudah menghentikan laporan Putri karena dianggap tidak ada bukti.

Keluarga Brigadir J

Teranyar muncul lagi tuduinagn pelecehan seksual dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

Roslin Simanjuntak, bibi almarhum Brigadir J, menyesali laporan yang disebut temuan Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

Sebab, laporan yang dianggapnya tak jelas itu, justru bikin kacau pengusutan kasus almarhum Brigadir J yang sudah on the track.

Berkat laporan Komnas HAM, kini Bareskrim Polri mulai lagi mengarahkan pengusutan kasus dengan didasari pada motif dugaan pelecehan seksual.

Diketahui Komnas HAM minta Polri menyelidiki dugaan pelecehan seksual Putri Candrawathi oleh Brigadir J di Magelang, lewat laporannya.

Komnas Perempuan juga menyampaikan bentuk dugaan pelecehan seksual yang diterima Putri Candrawathi adalah rudapaksa.

Roslin pun menantang Komnas HAM untuk membuktikan dugaan pelecehan itu.

 

Kuasa hukum Brigadir J menambahkan dugaan pelecehan seksual Putri Candrawathi masih prematur.

“Kami minta ke Komnas HAM tunjukan bukti-bukti akurat. Di rumah Magelang tidak mungkin tidak ada CCTV, tolong dong ditunjukan kebenarannya,” kata Roslin Simanjuntak, Senin (5/9/2022).

Dia meminta Komnas HAM tak hanya bicara saja, dan jangan hanya mendengarkan dan mengungkap pernyataan Putri Candrawathi dan Kuat Maruf.

“Jangan hanya omongan, tapi bukti yang paling utama, bukti itu yang jadi pedoman kita,” tegasnya.

Menurut Roslin, seharusnya Komnas HAM bisa cermat dalam melihat rentetan peristiwa pembunuhan berencana itu.

Jika memang menemukan bukti, baru disampaikan kepada publik, tak hanya dugaan yang tak disertai bukti yang bisa dihadirkan kepada masyarakat dan penyidik kepolisian.

Kata Roslin, seharusnya juga ada bukti visum jika memang ada kekerasan seksual.

“Harusnya divisum ibu PC untuk membuktikan,” ujarnya.

Dugaan Prematur

Kuasa hukum keluarga Brigadir J alias Brigadir Yosua menilai rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan terkait dugaan kekerasan seksual istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi prematur dan tak memiliki bukti kuat.

“Kami nyatakan dengan tegas rekomendasi tersebut tidak penting dan sangat menyesatkan! Bagaimana bisa institusi yang kredibel justru mengambil kesimpulan yang teramat prematur tanpa adanya alat bukti yang kuat,” kata pengacara Brigadir J, Yonathan Baskoro.

Rekomendasi itu dianggap menyesatkan karena tidak pro justitia (demi keadilan).

 

Selain itu, laporan polisi terkait pelecehan seksual sebelumnya yang dibuat sama Putri Candrawathi juga sudah dibantah oleh pihak Kepolisian dengan mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3).

Bahkan, saat itu Polri tegas menyatakan itu bahwa hal tersebut bukan peristiwa pidana.

“Ini upaya-upaya mengacaukan konstruksi hukum! Harus hati-hati kita semua, jangan sampai ujungnya jadi peradilan sesat,” imbuh dia.

Pernyataan Komnas HAM

Pernyataan Komnas HAM terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap PC direspons negatif oleh banyak pihak, terutama keluarga Brigadir Yosua.

Pada saat menyampaikan pernyataan kepada publik berisi rekomendasi, Komnas HAM tidak menyampaikan secara detil di ruangan mana dugaan kekerasan seksual itu terjadi.

Demikian juga soal waktu lebih detailnya jam berapa, hanya menyebut terjadi pada 7 Juli 2022.

Secara tersirat, Komnas HAM menilai peristiwa dugaan kekerasan seksual itu dilakukan di ruangan yang sifatnya terbuka, bukan di dalam kamar.

“Pada tanggal yang sama (7 Juli 2022) dugaan kekerasan seksual dilakukan Brigadir J terhadap PC, dimana saudara FS (Ferdy Sambo) tidak di Magelang,” ucap Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM.

Dia melanjutkan, terjadi ancaman terhadap Brigadir Yosua Hutabarat setelah peristiwa tersebut.

“Berikutnya adalah ancaman terhadap Brigadir J (Yosua Hutabarat) setelah saudari S (Susi) dan saudara KM (Kuat Maruf) membantu saudari PC masuk ke dalam kamar pasca peristiwa dugaan kekerasan seksual,” ungkap Anam.

 

Kesimpulan Komnas HAM ini berbeda dengan peristiwa sejenis yang biasanya terjadi. Umumnya, pelaku pelecehan melakukan tindakan tidak terpuji di dalam ruangan yang tidak mudah di jangkau orang lain, semisal di dalam kamar.

Komnas HAM juga mengungkapkan temuan pihaknya terkait dugaan adanya pelecehan seksual pada Putri Candrawathi.

Komnas HAM bahkan meminta polisi untuk menindaklanjuti temuan mereka tersebut.

“Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022,” ungkap Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Kamis (1/9/2022), dikutip dari WartaKota.

“Rekomendasinya (pada polisi), menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap PC di Magelang, dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan.”

“Artinya dugaan kekerasan seksual harus ditindaklanjuti penyelidikannya oleh teman-teman kepolisian,” imbuhnya.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, juga merekomendasikan hal serupa pada polisi.

Taufan menyarankan polisi mendatangkan ahli-ahli tertentu untuk mendalami kebenaran dan keterangan para saksi dan tersangka dalam kasus Brigadir J.

“Kalau perlu pakai lie detector segala macam. Justru rekomendasi kami itu (menelusuri isu pelecehan seks) ingin mencari kebenaran sesungguhnya,” kata Taufan, Jumat (2/9/2022), dikutip dari Kompas.com.

Usai didalami, ujar Taufan, maka baru ketahuan apakah isu pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi itu gugur atau tidak.

Komnas Perempuan

Dalam keterangan terbarunya, Komnas Perempuan menyebut bentuk pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J pada Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah, adalah rudapaksa.

“Yang disampaikan kepada kami yang terjadi di Magelang adalah rudapaksa,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi dalam program acara News Update Live Kompas.com, Jumat (2/9/2022).

Siti Aminah mengungkapkan, kondisi Putri Candrawathi saat berada di Magelang kurang sehat.

Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo diketahui sudah berada di Magelang sejak 2 Juli 2022.

Pada 7 Juli 2022 dini hari, mereka merayakan ulang tahun pernikahan.

Kemudian, pada pagi harinya, Ferdy Sambo terbang lebih dulu ke Jakarta, meninggalkan Putri Candrawathi di Magelang bersama ajudannya yang lain.

Sejak ditinggal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk istirahat karena kondisinya tidak fit.

Saat itulah, kata Siti Aminah, Brigadir J merudapaksa Putri Candrawathi.

“Nah kekerasan seksualnya berbentuk persetubuhan itu terjadi di sore hari,” ungkapnya.

 

Ketika insiden itu terjadi, di rumah Magelang hanya ada Brigadir J, Kuat Maruf, Putri Candrawathi, dan asisten rumah tangga bernama Susi.

“Di dalam rumah memang tidak ada yang lain selain almarhum J, Kuat, S, dan Ibu P,” imbuh Siti Aminah.

Lebih lanjut, Siti Aminah mengatakan pihaknya juga menemukan Brigadir J sempat mengancam akan menyakiti anak-anak Putri Candrawathi jika menceritakan aksi rudapaksa tersebut.

Setelahnya, Putri Candrawathi menelepon Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dan Brigadir Ricky Rizal (Brigadir RR) untuk segera pulang.

“Setelah itu barulah di malam hari setelah ada dua ajudannya yang lain, ia menyampaikan informasi ini ke Sambo.”

“Tapi, tidak detil, hanya menyampaikan bahwa ada perilaku tanda kutip ya kurang ajar dari J, tapi detilnya nanti diceritakan di Jakarta,” tutur Siti.

Kejanggalan Temuan LPSK

LPSK menemukan adanya sejumlah kejanggalan dari hasil temuan dan rekomendasi Komnas HAM tersebut.

Berikut ini sejumlah kejanggalan dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi dirangkum dari Tribunnews dan Kompas.com:

1.TKP rudapaksa di Magelang

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, menyebut kejanggalan pertama yakni soal tempat kejadian perkara dugaan pelecehan seksual yang terjadi di rumah Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Lokasi dugaan pelecehan seksual berada dalam penguasaan Putri bukan Brigadir J.

“Itu kan yang dibilang TKP di Magelang itu kan rumahnya PC, rumahnya FS, artinya tempat dugaan kekerasan seksual itu kan dalam penguasaan Ibu PC, bukan dalam penguasaannya Yoshua,” ujar Edwin saat dihubungi melalui telepon, Senin (5/9/2022), dikutip Kompasdotcom.

2.Ada saksi

Edwin juga menyebut bahwa sudah semestinya pelaku kekerasan seksual memastikan minimnya saksi mata dalam melancarkan aksinya.

Dalam kasus tersebut, ada Kuat Maruf dan pembantu Putri bernama Susi yang berada di dalam rumah.

“Kan waktu peristiwa itu, yang diduga ada perbuatan asusila itu, itu kan masih ada Kuat Ma’ruf dan Susi, yang tentu dari sisi itu kecil kemungkinan terjadi peristiwa, kalaupun terjadi peristiwa kan si ibu PC masih bisa teriak,” kata Edwin, Minggu (4/9/2022), seperti diberitakan Tribunnews sebelumnya.

 

3.Relasi kuasa

Edwin mengatakan, dalam konteks kekerasan seksual, relasi kuasa pelaku akan dominan dibandingan korban.

Namun dalam kasus Putri Candrawathi, tak tergambar relasi kuasa karena Brigadir J merupakan anak buah dari Ferdy ambo dan Putri.

“Relasi kuasa tidak terpenuhi karena J adalah anak buah dari FS (Ferdy Sambo, red). PC adalah istri Jenderal,” kata Edwin.

4.Putri cari keberadaan Brigadir J

Korban kekerasan seksual biasanya akan mengalami trauma berat.

Namun, pasca-peristiwa tersebut, Putri sempat menanyakan keberadaan Brigadir J kepada Bripka RR.

Putri lalu bertemu Brigadir J di kamar pribadinya.

Edwin menilai, kondisi tersebut tak semestinya terjadi.

Setelah peristiwa dugaan pelecehan seksual tersebut, Brigadir J dan Putri Candrawathi kerap bertemu.

Bahkan, keduanya terekam CCTV datang bersamaan dan memasuki rumah yang sama di Saguling.

“Korban yang punya lebih kuasa masih bisa tinggal satu rumah dengan terduga pelaku.”

“Ini juga ganjil janggal.’

“Lain lagi J masih dibawa oleh Ibu PC ke rumah Saguling.”

“Kan dari Magelang ke rumah Saguling,” tambah Edwin Partogi. tribunnews.com/wartaKotalive.com/t


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.