Prof. Dr. F.J Nainggolan Kepala Rumah Sakit Siantar yang Anti Belanda, Penemu Nyamuk Malaria
Prof. Dr. F.J Nainggolan pada tahun 1913-1918 menjadi mahasiswa STOVIA di Jakarta. Pada 28 Mei 1918 beliau disumpah sebagai dokter pemerintah dan menjadi asisten dari Prof Dr. De Lanen di Jakarta untuk bagian penyakit dalam dan penyakit kanak-kanak. Karena sering berselisih paham dengan atasannya ia dipindah ke Tondano-Minahasa pada tahun 1919. Tahun 1922 dipindahkan lagi ke Jawa Tengah dan ditempatkan pada dinas pemberantasan penyakit pes. Periode 1924-1927 dipindahkan secara berturut-turut ke Batusangkar, Sawahlunto dan Serang (Banten).
Pada tahun 1927 pindah ke Aceh dan bekerja di perusahaan Kilang Minyak milik Pemerintah Belanda Perlak hingga tahun 1932 dan diberhentikan karena tindak-tanduknya yang dicap nasionalis dan anti pemerintah Belanda. Tahun 1932-1943 pindah dan menetap di Medan dan bekerja sebagai dokter swasta. Pernah menjadi anggota Dewan Kota.
Di zaman pendudukan Jepang ia ditangkap dan dipukuli karena dituduh pro-Belanda. Oleh Jepang dipindahkan dan diperintahkan untuk mengepalai Rumah sakit perkebunan di Kwala Simpang.
Pada tahun 1946 sesudah kemerdekaan dipindahkan ke Pematang Siantar untuk mengepalai rumah sakit dan Palang Merah kota tersebut. Di masa revolusi tahun 1947, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibawa ke Medan. Karena beliau ketua palang merah kota Pematang Siantar pada tahun 1948 diutus untuk menghadiri kongres palang merah sedunia di Stockolm Swedia.
Tahun 1957 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengangkatnya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Beberapa karya tulisnya dalam bidang kedokteran dimuat dalam majalah “Geneeeskundig Tijdschrift van Nederlandsch Indie (Majalah Kedokteran era Hindia Belanda). Buku-buku karyanya antara lain : Pemeliharaan Ibu dan Baji (1931), Sakit dan Penjakit (1931). Juga buku-buku mengenai kehidupan fauna di Sumatera Utara: De Batak van gisteren, heden en morgen, De Ned-Indische Jager, Ular-ular berbisa Indonesia yang dibuat dalam majalah “De Tropische Natuur”.
Beliau juga yang penemu nyamuk malaria jenis “Anopheles gigas varleiteit udjali kalah” (1932). Oleh pemerintah kota Pematang Siantar diangkat jadi pimpinan (tak bergaji) di kebun Binantang Pematang Siantar. Atas inisiatif beliau di kebun binatang P. Siantar didirikan Museum Zoologi.
Keberaniannya sebagai seorang nasionalis harus dibayar mahal oleh banyak kepahitan hidup yang beliau alami. Sebagaimana yang dituliskan oleh George Mc Turnan Kahin Assistent Professor pada Cornel University Amerika dalam buku “ “Nationalism and Revolution in Indonesia: “ ...Dr Nainggolan keberaniannya sebagai seorang nasional menyebabkan ia kehilangan pekerjaannya, karena semangatnya menentang pembesar-pembesar Belanda. Namun di awal kemerdekaan, ia harus kehilangan dua anak laki-laki gugur dalam dinas militer. Selama “revolusi sosial” kehilangan istri dan anaknya yang dibunuh dikarenakan berpakaian ala Barat”.
Sumber: Mimbar Umum, 25-5-1958. Koleksi Surat Kabar Langka Perpustakaan Nasional RI (SKALA-Team)/ Perpustakaan nasional
Tidak ada komentar