Header Ads

Pemilik Kolam Terere Minta Ganti Rugi Rp 140 Juta, Tagor Manik Yakin Menang, Kecuali Mata dan Hati Hakim Buta

Siantar, Sidang perkara perobohan tembok kolam renang Terere yang berada di kelurahan Simarimbun bergulir ke sidang lapangan.

Sidang lapangan dengan perkara Nomor: 22/Pdt.G/2024/PN-Str, digelar pada Rabu, 24 Juli 2024, sidang sendiri langsung dipimpin hakim, Renni Pitua Ambarita, Nasfi Firdaus, dan Vivi Indarasusi Siregar.

Sidang perobohan tembok kolam renang Terere milik Tagor Manik di Jalan Menuju Sidomulyo, Kelurahan Simarimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematangsiantar./ist
Adapun pokok perkara adalah, sidang perobohan tembok kolam renang Terere milik Tagor Manik di Jalan Menuju Sidomulyo, Kelurahan Simarimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematangsiantar.

Hadir  Tagor Manik sebagai penggugat bersama kuasa hukumnya, Lambas Tony Pasaribu. Demikian pihak tergugat hadir melalui kuasa hukumnya.

Gugatan perkara ini dilayangkan oleh Tagor Manik pada Maret 2024 lalu di PN Pematangsiantar, adanya pokok perkara, bahwa diduga perobohan tembok kolam renang Terere oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemko Pematangsiantar pada 1 Desember 2023 lalu menyalahi aturan.

"Tergugat dalam perkara ini ada tujuh, dan turut tergugat ada dua, " kata kuasa hukum Tagor Manik, Lambas Tony Pasaribu menjelaskan melalui telepon seluler.

Adapun pihak-pihak yang digugat adalah Pemko Pematangsiantar, tergugat dua Dinas PUPR Pematangsiantar, tergugat tiga Satpol PP Pematangsiantar, dan beberapa orang anggota Satpol PP yang turut digugat.

Demikian juga dalam hal ini, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pematangsiantar dan Lurah Simarimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematangsiantar juga turut dalam gugatan.

Gugatan yang dilakukan Tagor Manik adalah, adanya perusakan tembok yang berdiri dan dibangun di atas tanah miliknya sendiri dengan sertifikat 892 tahun 2011.

"Jadi akibat perbuatan perusakan itu, Pemko melalui Satpol PP, PUPR, melakukan eksekusi ilegal lah istilahnya," katanya, bahwa Perobohan tembok itu sendiri dilakukan Pemko Pematangsiantar atas dasar pengaduan masyarakat, dengan alasannya, tembok menghalangi jarak pandang pengendara. 

"Itulah dibuat alasan mereka," ucap Lambas.

Parahnya lagi, pengaduan masyarakat itu ternyata bukan warga Kota Pematangsiantar. Mereka merupakan pengasuh atau pengurus Pondok Pesantren Mahabbaturrasul yang terletak di Kelurahan Simarimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematangsiantar.

Disebutnya, sidang lapangan dimaksud adalah untuk membuktikan apakah objek yang diperkarakan penggugat betul adanya atau tidak fiktif. 

"Jadi di situ hakim melihat, akibat dari perbuatan itu apakah tembok itu memang betul-betul ada dirobohkan. Hanya itu. Jadi, tadi terkait hasil persidangan, adanya panjang tembok, kemudian lokasi perusakannya, semua sesuai dengan dalil kita yang ada di gugatan dan mereka mengakui semua," terangnya.

Disidang dapat dibuktikan, bahwa pihak BPN Pematangsiantar sebagai turut tergugat mengakui, bahwa bangunan tembok belum ada saat penerbitan sertifikat tanah milik Tagor Manik.

BPN yang juga hadir melalui kuasanya mengakui bahwa memang benar, tanah Tagor Manik berdampingan langsung atau berbatas langsung dengan jalan. Sertifikat tanah dimaksud itu adalah SHM nomor 892 tahun 2011.

"Dari fakta-fakta yang ada mulai dari hak kepemilikan, jelas memang legal standing dari Pak Tagor Manik dan maksud dan tujuan Pak Tagor Manik membangun tembok adalah melindungi kolam renangnya, karena dimana-mana pun kolam renang itu harus ada tembok. Gak mungkin lah orang bisa lewat lihat orang berenang," jelasnya.

"Fakta dari sidang lapangan tadi, kami menyimpulkan, bahwa mereka mengakui dan bersesuaian semua dengan apa yang kita dalilkan. Mudah-mudahan lah perkara ini dimenangkan oleh Tagor Manik, terkecuali mata dan hati hakim dibutakan oleh hal-hal yang lain," ungkapnya.

Lambas menegaskan, selaku kuasa hukum penggugat tidak muluk-muluk atas gugatannya. Tagor Manik hanya menggugat ganti rugi atas perusakan tembok miliknya.

"Kami tidak muluk-muluk atas gugatan ini, kami hanya meminta ganti rugi sekitar Rp 140 juta biayanya tembok yang dirusak. Seandainya pun Pemko Pematangsiantar kemudian bersedia membangun tembok itu dan mendirikan semua bangunan yang telah dirusak itu, perkara akan selesai. Kita gak ada muluk-muluk kita hanya menuntut ganti rugi, tidak ada yang lain," tutupnya. (red/t) 


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.